Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Hendra/Ahsan Juara Dunia 2019 dan Cerita "Skor-skor Sadis" di Final

26 Agustus 2019   06:16 Diperbarui: 26 Agustus 2019   07:51 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maklum, ini merupakan ulangan final Kejuaraan Dunia 2017 di Glasgow, Skotlandia. Kala itu, laga berlangsung sengit tiga game. 

Okuhara akhirnya menang 21-19, 20-22, 22-20. Karenanya, banyak yang mengira, pertemuan kedua mereka di final kejuaran dunia, bakal kembali ramai.

Yang terjadi malah di luar dugaan. Sindhu (24 tahun) ternyata tampil mendominasi. Permainan menyerang pemain dengan tinggi badan 1,79 cm ini sulit dihentikan Okuhara (24 tahun) yang mungil (1.56 meter). Sindhu menang dengan 'skor cantik', 21-7, 21-7.

Tidak hanya berhasil revans, bagi Sindhu, ini merupakan gelar juara dunianya yang pertama. Gelar ini menjadi pencapaian tertinggi dalam kariernya sekaligus 'mengakhiri kutukan' selalu menjadi runner-up dalam dua Kejuaraan Dunia terakhir. Tahun lalu dia kalah dari pemain Spanyol, Carolina Marin di final.

Skor sadis juga tercipta di final ganda campuran. Pasangan asal Tiongkok, Zheng Siwei/Huang Yaqiong, masih terlalu tangguh bagi ganda campuran Thailand, Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai. Siwei/Yaqiong berhasil mempertahankan gelarnya setelah menang straitgh game 21-8, 21-12.

Kemenangan ini juga menjadi penegas bahwa Siwei/Yaqiong kini sulit dihentikan. Gelar di Basel ini merupakan gelar kelima mereka di tahun ini. 

Sebelumnya, ganda campuran rangking 1 dunia ini jadi juara di Indonesia Masters, All England Open, Malaysia Open dan Indonesia Open. Mereka akan menjadi unggulan utama di Olimpiade tahun depan.

Sementara Indonesia masih harus mematangkan ganda campurannya. Terlebih setelah pensiunnya Liliyana Natsir yang membuat duet Liliyana/Tontowi Ahmad bubar, Indonesia tidak lagi memiliki pasangan ganda campuran yang mampu tampil konsisten di level teratas.

Hasil di Kejuaraan Dunia 2019 memunculkan pekerjaan rumah bagi PBSI untuk memmbenahi sektor ganda campuran yang gagal menyumbang medali. 

Termasuk juga membenahi tunggal putra yang masih butuh waktu lebih lama lagi untuk menyamai pencapaian Taufik Hidayat pada 2005 silam.

Serta, mengevaluasi mengapa Marcus Gideon/Kevin Sanjaya bisa langsung kalah di pertandingan pertama mereka di Kejuaran Dunia 2019. Sebab, bagaimanapun, Marcus/Kevin akan menjadi andalan di Olimpiade nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun