Ya, selama Agustus ini, ada banyak anak yang merasakan 'kompetisi' dengan hasil akhir: menang atau kalah. Kompetisi itu berwujud dalam aneka perlombaan yang digelar dalam rangka memeriahkan Peringatan HUT Kemerdekaan RI.
Bukankah hampir semua anak-anak antusias mengikuti lomba-lomba 17-an yang diadakan di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggal mereka?
Sebut saja perlombaan yang umum seperti lomba makan kerupuk, balap karung, membawa kelereng dengan sendok, dan perlombaan lainnya.Â
Sesederhana apapun lombanya, toh mereka bersaing dengan teman-temannya dengan keinginan menjadi pemenang. Dan tentu saja ada yang tidak menang--untuk tidak menyebut kalah.
Setelah mengikuti perlombaan, umumnya anak-anak akan pulang ke rumah untuk melaporkan hasil lomba yang mereka ikuti kepada orangtua masing-masing. Laporannya ya tentang mereka menang atau kalah dalam lomba 17-an tersebut. Kadang dibumbui cerita kejadian lucu selama lomba.
Seperti akhir pekan kemarin, sore menjelang maghrib, Gaoqi, anak sulung saya yang kelas 3 SD, pulang ke rumah dengan muka agak cemberut. Dia lantas berujar.
"Kakak nggak menang lomba balap kelereng, Yah. Hanya juara dua. Kalah cepat sama Prabu," ujarnya.
Mendengar laporan itu, saya tergoda untuk bertanya: "Bagaimana ceritanya Kak kok bisa juara dua?" Saya bertanya untuk tahu cerita detail kejadiannya, bukan untuk menghakimi mengapa dia menjadi runner-up.
Dia lantas menjawab: "Tadi kakak di awal lomba sudah benar. Kakak jalan pelan-pelan agar kelerengnya nggak jatuh. Teman-teman lain ada yang kelerengnya jatuh karena buru-buru. Tapi, ketika mendekati garis finish, Prabu malah berani berlari dan kelerengnya nggak jatuh. Karena itu dia menang," jelas Gaoqi.
Obrolan kami pun semakin seru. Saya balik bertanya: "Kakak tahu nggak, mengapa Prabu akhirnya bisa menang sementara kakak jadi juara dua?" Dia lantas menggeleng, pertanda sekadar ingin mendengar jawaban dari ayahnya.
"Begini Kak, Prabu bisa menang karena dia berani nekad. Dia nekad berlari agar cepat sampai garis finish meski kelerengnya bisa saja jatuh dari sendok. Ternyata tidak jatuh kan. Sementara kakak karena khawatir kelerengnya jatuh, jalannya pelan-pelan," ujar saya.