Dan yang terpenting adalah bukan sekadar memberikan nasehat kata-kata demi meredakan sikap saling menyalahkan. Bila sudah terjadi, terpenting adalah menyampaikan solusi untuk mengatasinya. "Ayo diambil kain lap untuk mengelap airnya agar lantainya tidak licin. Daripada nanti licin dan kalian bisa jatuh," ujar saya.
Ya, penting untuk mengajari anak-anak agar tidak gemar menyalahkan orang lain, dimulai dari lingkungan rumah. Sehingga, ketika mereka berinteraksi dengan kawan-kawannya di luar rumah, mereka tidak mudah menuding orang lain ketika terjadi situasi yang tidak mereka harapkan. Namun, mereka mau melihat ke diri mereka sendiri.
Sebenarnya, apa sih bahayanya orang yang gemar menyalahkan orang lain?
Bahayanya, orang seperti ini akan cenderung sulit untuk berubah. Mereka akan terus saja menyalahkan orang lain karena merasa dirinya paling benar. Bila seperti itu, mereka tidak akan pernah belajar untuk menjadi lebih baik.Â
Bukan tidak mungkin, bila sedari kecil gemar menyalahkan orang lain, itu akan terbawa kelak ketika di lingkungan kerja, bahkan ketika berumah tangga.Â
Padahal, dengan menyalahkan orang lain atas situasi buruk yang terjadi, tidak akan otomatis mengubah situasi menjadi lebih baik. Terlebih seorang atasan yang suka menyalahkan anak buahnya ketika ada pekerjaan yang tidak beres. Padahal, itu tanggung jawabnya sebagai atasan untuk mengubah situasi menjadi lebih baik dengan merangkul bawahan dan mengajak mereka bicara.
Mungkin saja dia merasa puas karena merasa "harus ada yang disalahkan". Namun, bukannya itu sama saja dia telah mencari 'musuh'. Bukankah respek dari orang lain itu tidak dapat dengan jumawa?
Seperti kata Coelho: "It's always easy to blame others. You can spend your entire life blaming the world, but your success and failures are entirely your own responsibility". Salam.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H