Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Agar Anak-anak Tidak "Hobi" Menyalahkan Orang Lain

2 Agustus 2019   08:10 Diperbarui: 3 Agustus 2019   17:40 1389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti kemarin, ketika si sulung yang kelas 3 SD mengikuti ekstra kurikuler futsal di sekolahnya. Dia bersemangat ikut futsal sepulang sekolah. Kebetulan, saya bisa mendampinginya hingga selesai pukul 5 sore sehingga bisa melihat langsung.

Namanya, anak-anak yang baru mengenal futsal, mereka belum paham bahwa olahraga itu harus dimainkan secara rapi, berbagi posisi dan berbagi bola untuk bisa mencetak gol. Yang terjadi, ketika anak-anak yang dibagi menjadi beberapa tim itu tampil, mereka bermain grudukan. Di mana ada bola, disitulah mereka berlari. Semuanya. Kecuali kiper yang mematung di gawang.

Nyaris tidak ada operan sepanjang permainan selama lima menitan. Pokoknya bola ditendang. Yang ada malah beberapa dari mereka terjatuh karena bersenggolan dengan kawan lainnnya. Meski ada juga beberapa anak yang sudah paham bagaimana memainkan futsal yang benar.

Nah, bagian yang menarik adalah ketika futsal itu selesai dan kami kembali ke rumah. Dalam perjalanan pulang, anak saya berujar begini: "Kakak nggak dapat operan bola Yah. Teman-teman nggak ngoper ke kakak," ujarnya. Dia seolah menyalahkan teman-temannya.

Saya lantas menjawab bila ketika bermain bola seperti yang dia dan teman-temannya mainkan, akan sulit bisa mengoper bola. Lha wong setiap anak sibuk dengan urusan merebut bola. Bahkan ketika temannya membawa bola, teman satu timnya juga ikut merebut. Bagaimana bisa mengumpan bila belum mampu membawa bola dengan benar.

Saya mencoba memberikan pemahaman tentang situasi yang dihadapinya, sembari memotivasinya. "Tapi nggak apa-apa Kak. Kan ini baru pertama kali main di lapangan. Yang penting terus semangat. Yang penting terus belajar. Ingat pesan pak pelatih sebelum pulang tadi," ujar saya.  

Ya, yang tak kalah penting adalah tidak mematahkan semangat mereka. Jangan sampai, niatan kita untuk mengajari mereka agar tidak menyalahkan orang lain, malah kita dianggap sedang menyalahkan mereka. Bukankah anak-anak paling tidak senang bila disalahkan atau dibanding-bandingkan dengan anak lain?

Kebiasaan untuk tidak menyalahkan orang lain itu juga saya coba tanamkan di rumah. Semisal ketika sedang makan lesehan di lantai, tiba-tiba gelas berisi air minum tumpah karena tidak sengaja tersenggol. Masalah sepele ini bisa menjadi penyebab "perang" antara si kakak dan adik.

Semisal yang menyenggol gelas tersebut si kakak, dia malah menyalahkan adiknya yang dianggapnya menaruh gelas sembarangan. Sementara si adiknya bersikukuh bahwa kakaknya-lah yang salah karena telah menyenggol gelas hingga airnya tumpah.

Bila sama-sama merasa benar dan menyalahkan orang lain seperti itu, sampai kapanpun mereka akan terus begitu. Karenanya, harus ada penjelasan untuk keduanya perihal situasi yang mereka hadapi.

Si adik diberitahu agar di lain waktu tidak menaruh gelas sembarang. Sementara si kakak dipesani agar lain kali lebih waspada. Situasi itu juga berlaku sebaliknya. Dengan begitu, mereka jadi paham, masalah seperti itu tidak akan terjadi lagi bila sama-sama berhati-hati.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun