Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berhenti "Membunuh Tulisan" dengan Judul Amburadul

4 Juli 2019   17:05 Diperbarui: 5 Juli 2019   01:48 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pexels

Bila mengelompokkan kebiasaan di awal menulis menjadi dua tim, sampean (Anda) masuk dalam tim yang mana? Apakah tim yang bila menulis judul harus ditulis terlebih dulu sebelum berkisah? Ataukah tim yang tidak terlalu mempermasalahkan judul ditulis di awal atau akhir?

Dalam bincang-bincang dengan beberapa kawan perihal kebiasaan mengawali tulisan, polarisasi terkait cara menuliskan judul ini memang ada. Beberapa kawan berprinsip, "Pokoknya judul harus ditulis lebih dulu, baru bisa menulis paragraf utama berlanjut hingga akhir".

Jadi bila belum menemukan judul yang pas, jemari belum akan menari bersama huruf-huruf. Mereka beranggapan, dengan menuliskan judul lebih dulu, itu semacam menjadi penunjuk jalan agar tulisan jadi lebih terarah. 

Sementara beberapa kawan lainnya tidak sekaku itu. Bagi mereka, kalaupun belum menemukan judul yang cocok, terpenting menulis ceritanya dulu. Toh nantinya judul bisa muncul dengan sendirinya setelah membaca berulang-ulan tulisan kita.

Namun, terlepas dari adanya perbedaan cara melahirkan judul itu, hampir semua kawan sepakat bahwa judul memiliki peran penting dalam tulisan. Dengan posisinya berada di bagian yang paling dilihat mata, judul bak seperti etalase sebuah toko. Ia laksana halaman sebuah rumah.

Tidak jarang, orang mau mampir ke sebuah toko karena tergoda melihat etalasenya yang menarik. Begitu juga halaman rumah yang menyenangkan, akan ada banyak orang kagum lantas membayangkan betapa indah bagian dalam rumahnya.

Fungsi judul pun begitu. Sebelum memutuskan membaca sebuah tulisan, pembaca pastinya terlebih dulu melihat judulnya. Bila judulnya menarik, mereka bisa melanjutkan membaca. Sebaliknya, bila judulnya amburadul, pembaca bakal beralih membaca tulisan lainnya.

Karenanya, penting untuk membuat judul keren yang bisa menjadi "pintu masuk" bagi pembaca agar mau membaca tulisan kita. Sebaliknya, jangan sampai membuat judul yang malah "membunuh" tulisan kita.

Apa maksudnya judul yang membunuh tulisan?

Bahwa, karena judul yang berantakan dari sisi penulisan dan keterbacaan, orang akan malas membaca tulisannya. Begitu juga bila judulnya terlalu "terang benderang" dalam menjelaskan isi tulisan, orang juga akan berhenti membaca tulisannya karena merasa cukup dengan membaca judul sudah tahu isi beritanya.

Judul bisa mempengaruhi sedikit banyaknya orang yang mau membaca tulisan kita. Hukum seperti itulah yang terjadi di "rumah ini" (baca Kompasiana). Malah, ketika kita mengirimkan artikel Opini di media massa, di mana keputusan tulisan itu dimuat atau tidak bergantung pada penjaga rubrik Opininya, judul bisa sangat menentukan tulisan dimuat atau ditolak.

Nah, berkorelasi dengan hal tersebut, kebetulan, setiap Senin, saya bertemu mahasiswa di kelas. Kami berbincang perihal dunia tulis-menulis. Untuk ujian akhir yang dilaksanakan bulan ini, mereka mendapatkan tugas menulis dan mengirimkan artikel Opini di media massa. Tentu saja harus dimuat.

Setelah membekali dengan beberapa jurus, 130-an mahasiswa dari tiga kelas itupun sibuk menyiapkan tulisan. Ketika beberapa mahasiswa mengabarkan tulisan mereka dimuat di media arus utama, saya merasakan di situlah kepuasan sebagai pengajar. 

Namun, ternyata masih lebih banyak mereka yang masih harus bersabar menunggu tulisannya dimuat. Beberapa mendapatkan balasan dari pihak media massa agar merevisi tulisannya. Malah, ada yang "dicueki" alias tidak mendapat kabar setelah sepekan mengirimkan tulisan yang artinya hampir pasti ditolak.

Seorang mahasiswa bercerita sembari meminta tolong agar tulisannya dikoreksi dan meminta masukan. Setelah saya baca, tema yang dia tulis sebenarnya menarik. Berkisah tentang kenakalan remaja di era digital. Namun, setelah saya melihat judulnya, saya jadi paham mengapa tulisan ini dicueki. 

Dia menulis judul begini: "Maraknya kenakalan remaja sehingga perlu di waspadahi". Bila sampean baca, sampean pastinya menemukan beberapa pelanggaran dalam penulisan judul tersebut.

Paling mencolok adalah penulisan kata "di waspadahi". Seharusnya ditulis gabung dan tanpa huruf h. Setiap awal kata juga harusnya ditulis dengan huruf besar kecuali kata hubung seperti yang, dengan. Boleh jadi, penjaga rubrik Opininya enggan membaca tulisannya karena kesal dengan judulnya.

Selain judul, cara mengemas paragraf juga kurang manis. Paragrafnya terlalu padat tulisan dan terlalu panjang sehingga orang akan capek, bahkan malas untuk membaca. Seharusnya, paragraf cukup diisi tiga, empat atau lima kalimat saja. Juga, akan lebih manis bila diberi subjudul yang bisa menjadi jeda.

Judul "membunuh" tulisan vs Judul clickbait
Namun, bagi saya, judul seperti itu, selama dibuat dengan jujur, tidaklah memalukan. Kalaupun ada kekeliruan, ya memang karena "jam terbang" menulis belum banyak. Mereka memang masih belajar. Termasuk belajar membuat judul yang keren. Malah ada yang curhat, tulisannya sudah jadi, tapi setelah berpikir dua hari belum bisa menemukan judul yang mantap.

Terlepas dari judul yang ketika kurang manis bisa "membunuh tulisan" sehingga tulisannya sepi pembaca, itu sejatinya hanya bagian dari proses pembelajaran menjadi lebih baik. Bagi saya, judul seperti itu masih lebih bagus daripada judul yang "membohongi" pembaca hanya demi tujuan tulisannya dibaca.

Esensi judul sebagai daya tarik berita agar dibaca inilah yang lantas ditangkap oleh oknum pekerja media untuk kemudian menjadi penganut clickbait. Sampean pastinya paham maksud dari clickbait ini.

Judul clickbait ini sedang hits. Kini, tidak sedikit media menerapkan strategi clickbait plus dipadu gambar mini menarik untuk mempromosikan artikelnya. Sampean mungkin seringkali menemukan tautan berita yang dikirimkan di media sosial dengan judul heboh. Rasanya penasaran untuk mengklik tautan tersebut. Padahal, judul itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan konten.

Malah biasanya judulnya ditambahkan bumbu kata bombastis seperti "Astaga!", "Heboh". Bahkan, tidak sedikit yang terang-terangan mengajak calon pembacanya untuk mengklik artikelnya. Tujuannya jelas, agar tingkat keterbacaan tinggi demi memburu penghasilan iklan daring.

Ketika dibaca, beritanya ternyata receh, bahkan tidak sesuai dengan judulnya. Lha wong judul itu hanya mengajak calon pembaca untuk mengklik artikel tersebut. Itu saja. Demi tujuan itu, mereka tega membohongi pembaca.

Keadaan ini diperparah dengan masyarakat Indonesia yang memiliki sifat malas membaca. Hanya melihat judul dan paragraf pertama ataupun gambarnya saja, langsung menuju ke kolom komentar dan memberikan komentar.

Lalu, apakah clickbait hal yang salah?

Dalam kaitan strategi marketing bagi sebuah media untuk mendapatkan lebih banyak penggunanya, itu lumrah. Namun, seharusnya, tulisan tidak semata tentang marketing dan penghasilan. Apalagi bila sampai tega membuat pembaca kecewa karena artikel yang mereka klik ternyata tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan.

Seharusnya, penulis memiliki tanggung jawab untuk ikut menyebarkan informasi yang benar. Sebuah tulisan yang dilempar ke publik, kalaupun belum bisa menginspirasi dan memotivasi orang lain, minimal bisa memberikan tambahan informasi, ataupun bisa menghibur karena membuat mood orang yang membacanya menjadi senang. Bukan sebaliknya. Salam literasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun