Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Kaset Pita, Bagaimana Kabarmu Kini?

30 Juni 2019   09:00 Diperbarui: 30 Juni 2019   11:57 927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kaset pita yang kini terlupakan/Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/kye/15

Kembali ke rumah setelah bekerja seharian, menjadi periode paling menyenangkan bagi banyak orang. Bertemu dan mengobrol dengan istri serta mendengar celotehan anak-anak di rumah, bisa menjadi "pembunuh lelah" yang paling efektif. Rasa lelah itu seperti menguap.

Namun, di suatu sore akhir pekan kemarin, kepulangan saya dari bekerja, justru disambut pemandangan yang membuat galau. Penyebabnya, si bungsu menyambut saya dengan membawa sebuah benda yang amat saya kenal. Dia menunjukkan kaset pita yang pitanya sudah nggak karuan, imbas ditarik paksa dari segala arah.

"Ini mainan apa sih Yah, kok di dalamnya ada pita panjang warna coklat. Adek tadi penasaran pengen tahu, terus adek tarik pitanya. Jadinya begini. Maaf ya Yah," ujar si bungsu.

Ya, bagi saya, kaset pita itu bukanlah barang biasa. Apalagi sekadar mainan. Dulu, dia pernah menjadi benda yang berharga bagi saya. Kecintaan saya pada musik, membuat saya rela menyisihkan duit bulanan tinggal di kos yang tidak seberapa, untuk bisa membeli mereka. Mengoleksi kaset menjadi hobi yang menyenangkan.

Setiap jalan-jalan ke mal (memang jalan-jalan benaran karena tidak membeli apa-apa), ada dua tempat yang hampir selalu saya kunjungi: toko buku dan toko kaset.

Di toko buku sekadar 'numpang' membaca dan baru membeli ketika sangat berminat. Sementara di toko kaset, sekadar memantau kaset bagus mana yang bisa dibeli di bulan ini. Lantas, satu demi satu kaset dibeli. Baik yang beli baru ataupun yang dari tangan kedua di pasar barang bekas. Selama asli tidak masalah. 

Bahkan, untuk membeli kaset bekas ini, butuh perjuangannya. Sekira 19 tahun lalu, di Kota Malang, hampir setiap malam, ada beberapa penjual kaset bekas yang mangkal di sekitar Stadion Gajayana ataupun di kawasan Dinoyo. Dari membeli kaset di toko kaset mal dan penjual pinggir jalan itu, lantas terkumpul puluhan, bahkan mungkin lebih dari seratus kaset pita.

Mulai dari penyanyi/band Indonesia seperti KLa Project, God Bless, Base Jam, Dewa19, GIGI, Padi, Sheila on7, Peterpan, Cokelat, Naiff, /Rif, Slank, J-Rocks, Superman is Dead, Flanella, Andre Hehanusa, Gleen Fredly, Melly Goeslaw, hingga Taboo, Garasi dan banyak lagi. 

Juga penyanyi/band luar negeri seperti Om Bono dan U2-nya, The Beatles, The Cranberries, The Corrs, Frente, Sixpence None The Richer, Bryan Adams, Robbie Williams, Ronan Keating, Rialto, Lighthouse Family, Larc'En Ciel, hingga Utada Hikaru dan banyak lagi.

Kaset-kaset pita itulah yang dulunya secara bergantian menemani hari-hari masa remaja saya. Bahkan, mereka-lah yang menemani saya begadang "menghitung malam" demi memberesi skripsi. Malah, saya memasukkan nama-nama mereka dalam lembar "ucapan terima kasih" di skripsi saya.

Kaset pita yang terlupakan
Karenanya, di sore sepulang kerja akhir pekan kemarin, saya langsung tertegun begitu tahu anak bungsu saya membawa kaset pita yang kondisinya sudah amburadul. Rasanya sedih. Benda yang dulunya didapat dengan penuh perjuangan, kini berakhir seperti itu.

Namun, saya juga sadar, tidak bisa memarahi si bungsu karena memang dia tidak tahu itu benda apa. Jadinya sekadar memandangi kaset pita yang pitanya sudah berhamburan keluar itu dengan haru. Terlebih, si bungsu sudah menyampaikan maaf. Salah satu dari tiga kata yang saya ajarkan kepada mereka selain kata "terima kasih" dan "minta tolong".

Dan memang, di era sekarang, ada banyak anak muda yang kurang paham dengan sejarah kaset pita. Jangankan anak bungsu saya yang tahun ini baru "naik status" sebagai anak SD, lha wong beberapa mahasiswa yang kebetulan sering bertemu di kelas, juga tidak paham kelebihan kaset pita.

Gerak cepat zaman yang salah satunya berimbas pada perubahan cepat di bidang permusikan, membuat kaset pita memang tidak lagi digemari, bahkan terlupakan. Sejak beberapa tahun lalu, kita sering mendengar kabar beberapa toko kaset dan CD di pusat perbelanjaan, gulung tikar. Bahkan yang terkenal sekalipun. Masa jaya mereka telah lewat.

Ketika banyak anak muda mulai beralih mendengarkan musik di MP3 lewat Ipod, beberapa toko kaset mungkin masih bertahan. Namun, nasib mereka bak pepatah hidup segan mati tak mau. Mencoba bertahan tapi sedikit sekali yang membeli, bahkan mungkin sudah tidak ada yang membeli.

Lha wong dengan MP3, penikmat musik bisa menyimpan ratusan bahkan ribuan lagu. Bandingkan dengan kaset yang paling banyak hanya 20 lagu. Rata-rata malah 10 lagu. Apalagi, dengan MP3, kita juga bisa memilih lagu mana saja yang ingin didengarkan. Bandingkan dengan kaset yang bila ingin memutar lagu dari tengah, harus memutar kaset pita dengan pensil.

Padahal, dengan membeli kaset pita, penikmat musik secara tidak langsung bisa menambah wawasan perihal musik. Seperti saya dulu yang seusai membeli kaset, saya bisa menghabiskan waktu hingga 15 menit untuk membaca lembaran sampul kasetnya. 

Membaca satu demi satu nama personil bandnya, lembar persembahan hingga menghafalkan lirik lagu yang disuka. Lantas, menandai itu koleksi kaset keberapa. Pada akhirnya, hafal semua lagu-lagu di kaset tersebut karena saking seringnya diputar.

Penggemar kaset pita masih ada
Sekarang, anak-anak kekinian sepertinya tidak lagi merasa perlu membaca lembaran sampul kaset seperti itu. Lha wong tujuannya memang sekadar ingin mendengarkan musik. Kalaupun ingin tahu data band atau penyanyinya, cukup mencari di mesin pencari. Malah, tidak hanya informasi, mereka juga bisa mendapat kabar gosip tentang mereka.

Meski begitu, kaset pita tidak serta merta menghilang dari peredaran zaman. Sebab, penggemar kaset pita masih ada, meski tidak sebanyak dulu. Bila sampean (Anda) aktif "berjalan-jalan" di toko online, Anda pastinya pernah mendapati bahwa ada beberapa lapak yang menjual kaset pita. Harganya bervariasi, mengikuti zaman. Dan kaset itu masih laku.

Saya juga punya kawan yang punya "toko online" di media sosial yang menjual barang-barang bekas orisinil. Kapan hari, dia memajang lima kaset Nirvana dari versi Unplugged in New York hingga yang bersampil bayi berenang yang melegenda itu. Lima kaset dijual Rp 200 ribu dan sudah terbeli. 

Sebelumnya, dia juga memajang empat kaset pita Led Zeppelin, Van Halen, Sepultura dan Aerosmith yang hanya dijual Rp 50.000. Kata dia, "cover masih mulus".

Pernah juga dia memajang enam kaset pita The Cranberries yang dijual sepaket Rp 150 ribu dan akhirnya terbeli oleh pecinta kaset di Bali. Termasuk juga kaset Slank Generasi Biru yang dijual Rp 15 ribu hingga kaset legendaris Fariz RM tahun 1990 yang dijual dengan harga Rp 50.000.

Itu jadi bukti bahwa kaset pita belum sepenuhnya mati. Mereka belum sepenuhnya menghilang dari peredaran zaman. Tetapi memang, untuk mendapatkan mereka tidak lagi semudah dan semenarik seperti dulu. Hanya orang-orang tertentu saja yang masih bisa merasakan keseruan berburu kaset pita.

Bagi saya, kejadian sore sepulang kerja kemarin membuat sadar. Bahwa kaset-kaset pita koleksi lainnya harus diamankan. Tidak apalah satu kaset pita menjadi "korban" dari rasa penasaran anak saya. Namun, ratusan kaset pita lainnya harus dijaga ceritanya dengan tetap membuatnya utuh. Meski kini mereka jarang bertemu dengan tape recorder dan menghasilkan suara nyaman didengar seperti 19 tahun lalu. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun