Momen Idul Fitri tahun ini menjadi pengalaman berbeda bagi beberapa pebulutangkis top Indonesia. Mereka tidak bisa berkumpul dengan keluarga besar di tanah air. Sebaliknya, mereka harus merayakan lebaran di lapangan, tampil di turnamen internasional BWF World Tour.
Ya, sejak sehari sebelum Idul Fitri, Selasa (4/6/2019) lalu, pebulutangkis-pebulutangkis Indonesia tampil di turnamen bulutangkis Australia Open 2019. Indonesia melalui Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) mengirimkan cukup banyak pemain.
Kecuali pasangan ganda putra Marcus Gideon/Kevin Sanjaya yang tidak ikut berangkat, ada 24 pemain/pasangan yang tampil di lima sektor (tunggal putra/putri, ganda putra/putri dan ganda campuran) yang tampil di Australia Open 2019 Super 300.
Kabar bagusnya, pengorbanan mereka untuk tetap memeras keringat di lapangan selama libur hari Lebaran, berujung manis. Ya, tiga wakil Indonesia memastikan tampil di pertandingan final Australia Open 2019 yang akan digelar di Quaycentre, Sydney, Minggu (9/6/2019). 'Tiket' ke final diperoleh setelah meraih kemenangan di semifinal, Sabtu (8/6).
Indonesia bahkan dipastikan meraih gelar di sektor tunggal putra. Pasalnya, final akan mempertemukan dua tunggal putra andalan Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting dan Jonatan Christie.
Di semifinal kemarin, keduanya berhasil mengalahkan pemain Taiwan. Ginting lolos ke final terlebih dulu setelah menang straight game atas Wang Tzu Wei 21-17, 21-14. Sementara Jonatan menaklukkan unggulan pertama, Chou Tien Chen lewat rubber game, 22-20, 13-21, 21-16.
Keduanya memang pantas tampil di final. Ginting yang menjadi unggulan 2, di awal turnamen harus bekerja keras ketika menang rubber game atas pemain Korea, Heo Kwang-hee di putaran pertama dan pemain India, B Sai Praneeth, 25-23, 21-9 di putaran kedua. Namun, memasuki babak penting, permainannya terus stabil.
Sementara Jonatan malah melalui jalur yang lebih terjal. Di putaran pertama, dia sudah harus bertemu juara bertahan, Lu Guangzu. Jojo menang dua game 21-18, 21-15 atas pemain Tiongkok tersebut. Lalu menyingkirkan pemain senior Thailand, Tanongsak Saensomboonsuk 21-15, 21-15 di putaran II. Di perempat final, Jojo mengalahkan pemain senior Tiongkok, Lin Dan, 21-9, 24-22 untuk kemudian menang atas Chou Tien-chen.
Ini merupakan kali kedua, Ginting dan Jonatan bertemu di final turnamen BWF. Keduanya juga pernah bertemu di final Korea Open 2017. Kala itu, Ginting tampil sebagai juara. Namun, di pertemuan terakhir di Hongkok Open 2018, Jonatan yang menang. Total, keduanya sudah bertemu empat kali dengan head to head sama kuat: 2-2.
Lalu, siapa yang akan unggul di final kali ini?
Siapapun juaranya, Indonesia berhasil mengakhiri paceklik gelar tunggal putra di Australia Open. Sudah 10 tahun, sektor tunggal Indonesia tak mampu juara di Australia Open meski rutin mengirimkan pemain. Kali terakhir tunggal putra Indonesia juara terjadi pada 2009 silam lewat Dionysius Hayom Rumbaka.
Gelar tunggal putra ini juga menjadi cara ampuh untuk segera move on dari kegagalan di Piala Sudirman pada akhir April lalu. Ya, kegagalan membawa pulan Piala Sudirman memang menyakitkan. Namun, ada banyak target besar dan penting yang perlu dirintis dan diperjuangkan sedari sekarang. Diantaranya Kejuaraan Dunia 2019 dan tentu saja, Olimpiade 2020.
Praveen/Melati mulai tampil konsisten
Selain Ginting dan Jonatan, pasangan ganda campuran Indonesia, Praveen Jordan Melati Daeva Oktavianti juga berhasil lolos ke final. Praveen/Melati lolos ke final usai mengalahkan ganda campuran terkuat Jepang, Yuta Watanabe/Arisa Higashino. Praveen/Melati menang rubber game atas juara All England 201 tersebut, 21-13, 12-21 21-17.
Pencapaian ini menjadi bukti, Praveen/Melati mulai tampil konsisten. Di turnamen terakhir di New Zealand Open 2019, mereka juga tampil di final. Sayangnya, mereka belum berhasil juara.
Sebelumnya, pasangan ganda campuran ini acapkali jadi sasaran kritikan warganet dikarenakan seringkali "banjir error" ketika bermain. Padahal, keduanya punya syarat untuk menjadi pasangan ganda campuran top dunia. Praveen sebagai playmaker di belakang, memiliki smash tajam dan keras. Sementara Melati sebagai pemain depan, bisa bermain cepat dan cukup berani beradu di net dengan lawan. Kini, penampilan keduanya mulai membaik.
Dan memang, sejak dipasangkan PBSI pada awal tahun 2018 lalu, Praveen/Melati belum mampu meraih gelar. Padahal, mereka beberapa kali berpeluang juara. Final Australia Open 2019 ini merupakan final keempat mereka. Di tiga final sebelumnya (India Open 2018 dan 2019 serta New Zealand Open 2019), mereka selalu dipaksa menyaksikan lawan merayakan gelar juara.
Bagaimana peluang mereka di final Australia Open 2019?
Praveen/Melati akan menghadapi ganda campuran asal Tiongkok, Wang Yilu/Huang Dongping yang menjadi unggulan 1. Ini merupakan pertemuan kelima mereka di turnamen BWF. Dan, dalam empat pertemuan sebelumnya, Praveen/Melati selalu kalah. Pertemuan terakhir terjadi di final India Open 2019, mereka kalah 13-21, 11-21.
Merujuk pada rekor head to head tersebut, Wang/Huang di atas kertas memang lebih diunggulkan untuk menang ketimbang Praveen/Melati. Namun, saya percaya, di bulutangkis, akan selalu ada 'yang pertama'. Merujuk pada persaingan ketat dan jarak kualitas antar pemain yang nyaris setara, tidak ada yang tidak mungkin untuk terjadi. Â
 Â
Mungkinkah Praveen/Melati bisa juara dan memastikan Indonesia meraih dua gelar di Australia Open 2019?Â
Tentu saya berharap begitu. Dan bila itu terjadi, itu akan menjadi "hadiah Lebaran" yang indah bagi masyarakat Indonesia, utamanya para pecinta bulutangkis. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H