Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Kita yang Mengantre "Jadwal Pulang"

1 Juni 2019   22:22 Diperbarui: 1 Juni 2019   23:12 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maybe surrounded by
A million people I
Still feel all alone
I just want to go home
Oh I miss you, you know

Petikan lirik lagu Home yang pernah jadi hits itu mengalun sendu dari laptop Bayu. Sesekali, dia ikut mengucap beberapa lirik yang dihafalnya sembari menulis tulisan utama Lebaran untuk koran tempatnya bekerja.

Lirik demi lirik lagu Home yang dinyanyikan Michael Bubble itu bak mewakili perasaannya kini. Pada momen Lebaran kali ini, Bayu yang merupakan jurnalis muda di sebuah koran nasional yang berkantor di ibu kota, memilih tidak pulang ke kampung halamannya di Sidoarjo. Dia akan berlebaran di Jakarta.

Dia masih terngiang percakapan dengan ibunya lewat video call kemarin malam. Selepas sholat tarawih, dia berbincang dengan ibunya, mengabarkan bila dirinya tidak pulang ke rumah saat Idul Fitri nanti.

"Maafkan Bayu ya Bu, lebaran nanti Bayu belum bisa pulang. Masih ada kerjaan yang harus diselesaikan. Alhamdulillah Bayu ada rezeki lebih untuk Ibu, nanti Bayu transfer ya," ujarnya.

Dia masih belum lupa, demi mendengar kabar tersebut, ekspresi wajah ibunya mendadak sendu. Seperti menahan sedih. Dan memang, ibu mana yang tidak merasa pilu ketika anaknya tidak bisa berkumpul di rumah ketika Lebaran.

Namun, perempuan berputra tiga itu tak mau terlalu lama bersedih. Dia tahu, anaknya sebenarnya ingin pulang. Dia pun mencoba menghiburnya.

"Piye maneh Leh, sing penting kowe seger waras. Ibukmu mung iso ndungakno kowe ( mau bagaimana lagi nak, yang penting kamu jaga kesehatan. Ibu mu hanya bisa mendoakanmu)," ujar sang Ibu.

Bayu memang sebenarnya sangat ingin pulang. Anak mana yang tidak ingin sungkem ke ibunya dan berkumpul dengan keluarganya di hari raya. Apalagi, dia sudah cukup lama dia tidak pulang.

Terakhir, awal tahun lalu ketika prosesi lamaran ke rumah pujaan hatinya. Namun, apa daya, keinginan pulang itu kini harus dipendamnya. Harga tiket pesawat dan juga kereta api yang melangit, membuatnya berpikir ulang. Bukannya pelit mengeluarkan duit, tetapi dia lebih berpikir, lebih baik duitnya ditabung untuk biaya pernikahannya di akhir tahun nanti.

Nah, karena tidak pulang, dia pun memilih bergabung ke tim edisi khusus koran lebaran di tempatnya bekerja. Tim liputan ini berisikan mereka yang tidak pulang kampung. Karena bertugas di hari libur, wartawan yang masuk tim ini pun mendapatkan honor tambahan.

Karenanya, mumpung libur, dia khusyu menyiapkan tulisan tematik khusus Lebaran. Dua jam berlalu, tulisan khusus tentang tradisi perayaan lebaran di beberapa negara itupun tuntas. "Akhirnya kelar, waktunya selonjoran (meluruskan kaki)," ujarnya.

Usai memberesi laptop, Bayu menyalakan televisi. Sambil selonjoran, dia bolak-balik memencet remote TV demi mencari program acara yang disuka. Mendadak, perhatiannya tertuju pada informasi breaking news di salah satu stasiun televisi berita.

"Innalillahi wa Inna Ilaihi Rooji'uun, Ibu Ani Yudhoyono meninggal dunia," ujar Bayu spontan, usai menonton breaking news itu.

Sebagai wartawan, Bayu mengikuti sedari awal kabar dirawatnya istri Presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono tersebut di National University Hospital Singapura. Termasuk juga kabar hoaks yang sempat beredar sehari sebelum munculnya breaking news tersebut. Dia memperhatikan seksama berita di televisi tersebut.

"Besok siang akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, saya bakal ditugaskan meliput ke sana," gumamnya.

Pandangan seriusnya ke layar kaca televisi lantas teralihkan oleh bunyi notifikasi ada pesan masuk di aplikasi chat di ponselnya. Setelah dilihat, ternyata pesan dari Rokhman, kawan di kampungnya.

"Bayu, ada kabar duka. Bayinya Doni pagi tadi meninggal setelah lahir prematur," begitu tulisan chat Rokhman.

Rokhman dan Doni adalah kawan dekat Bayu di kampung. Sedari SD hingga SMA, mereka selalu satu sekolah. Kini, setelah Bayu bekerja di Jakarta, Rokhman-lah yang paling rajin mengabari informasi yang terjadi di kampungnya. Sebelumnya, pekan lalu, Rokhman juga menyampaikan kabar duka berpulangnya pak modin yang juga guru ngaji mereka di kampung ketika kecil dulu.

"Bulan Ramadan tahun ini ternyata banyak yang dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Semoga semuanya husnul khotimah," ucap Bayu.

Kabar berpulangnya pak modin yang sudah sepuh (lanjut usia) anak kawannya yang baru lahir hingga Bu Ani itu seperti menjadi pengingat bagi Bayu, bahwa urusan mati memang tidak memandang usia. Seperti daun di pepohonan yang tidak selalu daun tua yang berguguran di terpa angin. Daun muda pun terkadang ikut jatuh.

Bayu jadi teringat pada salah satu roman kesukaaannya. Yakni roman "Bukan Pasar Malam" yang ditulis penulis idolanya, Pramoedya Ananta Toer.
Dia hafal salah satu kutipan di roman tersebut yang sering dirapalnya. 

"Di dunia ini manusia bukan berduyun-duyun lahir dan berduyun-duyun pula kembali pulang. Seorang-seorang mereka datang. Seorang-seorang mereka pergi. Dan yang belum pergi dengan cemas-cemas menunggu saat nyawanya terbang entah ke mana," ujar Bayu merapal kembali kutipan itu.

Pandangan Bayu lantas menerawang ke langit-langit kamarnya. Sebagai santri yang pernah mondok di pesantren, dia paham bahwa semua yang bernyawa pasti akan menemui kematian seperti ketetapan di Al-Quran. Namun, tidak ada seorangpun  yang tahu, kapan mereka akan berpulang. Berpulang kepada Tuhan yang telah menciptakannya. 

Seperti kata Pramoedya, mereka akan pulang seorang demi seorang. Laksana seorang demi seorang yang datang ke pasar malam, lantas pulang seorang demi seorang pula. 

Lamunan Bayu di siang itu lantas buyar oleh suara adzan dzuhur yang menggema dari mushola dekat kostnya. Bayu lalu bergegas melangkah dari kamarnya, mengambil air wudhu. Lantas, berganti baju, memakai sarung dan melangkahkan kaki ke musholla untuk sholat berjamaah. 

Usai sholat, dia khusyu melantunkan doa yang sering dibacanya selama Ramadan ini. "Ya Rabb, panjangkanlah umur hamba dan ibu, agar kami bisa bertemu Ramadan tahun depan, agar bisa sungkem dan berlebaran bersama ibu," ucap Bayu pelan dengan mata yang mendadak berembun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun