Sejak akhir Februari lalu, saya menjalani 'peran baru' sebagai dosen tamu di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Saya dipercaya melakoni tugas untuk mengampu mata kuliah dasar-dasar jurnalistik.
Ketika tawaran mengajar itu datang sekira awal tahun lalu, saya tidak berpikir terlalu lama untuk menerimanya. Pertimbangan utama saya, itu kesempatan saya berbagi semangat menulis kepada anak-anak muda. Waktu mengajarnya juga dimapatkan ssehari saja sehingga di hari lainnya saya masih bisa fokus untuk pekerjaan lainnya. Terlebih lokasi kampus yang tidak begitu jauh dari rumah saya.
Meski, istri sempat 'keberatan'. Baginya, dengan jadwal kesibukan menulis saya selama sebulan yang sudah lumayan padat, ditambah lagi dengan jadwal mengajar, apakah tidak over capek. Keberatan yang saya pikir merupakan perwujudan rasa sayang. Â
Singkat kata, peran baru itu telah berlangsung beberapa pekan. Menyenangkan. Tak hanya berbagi ilmu menulis dan pengalaman menjadi jurnalis, juga berdialog lewat tanya jawab, tetapi yang paling saya tekankan adalah mengajak para mahasiswa di kelas saya, untuk suka menulis. Apalagi, kini tidak sulit menemukan "media" untuk menulis.Â
Baik menulis untuk 'senang senang' hingga menulis di beberapa platform menulis yang menawarkan peluang menulis di media mereka bagi 'orang luar' dengan iming-iming bayaran (upah) untuk setiap tulisan yang dimuat. Tentu saja, tidak ketinggalan untuk mempromosikan Kompasiana. Lebih tepatnya, mengajak mereka menulis di Kompasiana. Â
Â
Di beberapa kelas, beberapa mahasiswa bertanya tentang apa bedanya Kompasiana dengan beberapa platform menulis berupah yang kini marak (tak perlu disebutkan nama karean sampean pastinya paham). Kepada mereka, saya sampaikan bahwa menulis di Kompasiana itu mudah. Sebab, tulisan
mereka tidak perlu dimoderasi oleh editor seperti halnya di platform lainnya.Â
Bahwa setelah memiliki akun di Kompasiana, mereka tinggal membuat tulisan dan menayangkan sendiri tulisan mereka. Tak perlu menunggu lama seperti halnya di platform lainnya.
"Selama tidak menyinggung SARA ataupun melanggar aturan di Kompasiana semisal plagiasi, tulisan kalian pasti muat dan dibaca pembaca di seluruh Indonesia," kata saya.Â
Dalam perjalanannya, beberapa dari mereka mulai aktif menulis di Kompasiana. Menulis tema tulisan yang paling mereka suka seperti yang saya sarankan bila ingin mengawali menulis. Meski, beberapa dari mereka sempet berkeluh kesah seperti "kok loginnya susah" hingga "yang membaca tulisan saya kok sedikit". Toh, dari keluh kesah itu, mereka bisa belajar.
Dalam kenyataannya, bagi 'warga Kompasiana'---termasuk saya (yang kebetulan juga mencoba menulis di platform berupah), perbedaan menulis di Kompasiana dengan platform lainnya, tidak berhenti hanya pada soal kemudahan dalam memuat tulisan sendiri.Â
Namun, dalam aktivitas yang lebih luas, berkompasiana memunculkan sisi menarik yang tidak bisa kita dapatkan di media lainnya. Bahwa, berkompasiana tidak sekadar menulis, tidak pula sebatas membaca tulisan kawan lain hingga berkunjung dan meninggalkan jejak komentar di 'rumah' kawan Kompasianer yang kita kunjungi.
Serunya Nangkring di kampus UISI Gresik
Kompasiana yang punya acara "kopi darat" yang membuat kita bisa bertemu dan mengobrol secara langsung. Di Kompasiana, agenda kopi darat ini berwujud pada acara "Nangkring" ataupun "Kompasiana Visit" ke lokasi tertentu.
Â
Seperti Kamis, 11 April silam, saya ikut menjadi bagian dari kemeriahan acara Nangkring yang digelar di kampus Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI) yang berada di lingkungan pabrik Semen Indonesia di Gresik.
Ketika pengumuman acara tersebut muncul plus membuka kesempatan mendaftar, saya sebenarnya tidak terlalu tertarik. Saya menghitung waktu, sepertinya tidak bisa keluar kota di hari itu. Lebih tepatnya, ingin beristirahat setelah agenda yang lumayan padat. Setelah beberapa hari, saya menengok beberapa kawan sudah mendaftar.
Baru Minggu (7/4) malam, saya mendapatkan kiriman pesa WA dari Kompasianer senior di Gresik, pak Mawan Sidarta. Intinya, pak Mawan yang rajin menulis tema-tema "di sekitar kita" di Kompasiana dan tahun kemarin masuk nominasi Kompasianer terbaik di Kompasianival 2018, mengajak saya untuk ikut gabung di acara Nangkring tersebut.
"Mas, njenengan apa sudah baca pengumuman Nangkring di Semen Indonesia Gresik. Apa njenengan ndak tertarik daftar tha. Ketemuan di sana mas hehe," ujar pak Mawan lewat pesan WA.
Sempat mengobrol via WA, pada akhirnya, pesan pak Mawan itulah yang membuat saya memutuskan ikut Nangkring Kompasiana. Bagi saya, kapan lagi bisa ketemu, mengobrol dengan kawan-kawan, sekaligus mendengarkan materi. Kebetulan, materinya menarik: "Membangun Kebaikan Bersama Semen Indonesia". Â Â
Dan, jadilah, 11 April lalu, setelah sekian puluh purnama, akhirnya kembali bersepeda motor dari Sidoarjo menuju Gresik. Melintas ruas jalan 'mengerikan' yang saban hari padat dengan kendaraan bertonase berat. Â
Toh, saya tidak sendirian berangkat dari Sidoarjo. Ada beberapa kawan senior Kompasiana yang juga berangkat dari Sidoarjo seperti Mbak Avy, Mbak Nurul dan Ustadz Mas Arif Khunaifi. Bahkan, ada beberapa kawan yang datang dari Malang seperti Mas Hery Supri, Mas Selamet Hariadi dan Mas Habibi. Malah ada yang datang dari Madiun seperti Mbak Tamita Wibisono dan bahkan ada Mbak Sri Subekti yang datang dari Semarang.
Dan, sesuai namanya, kami pun 'nangkring' di hall Kampus B UISU sembari mendengarkan narasumber yang berkisah perihal cara mereka membangun kebaikan. Ada mbak Trinity, sang traveler kondang dan juga penulis buku. Ada Mas Sigit Wahono dari Semen Indonesia, juga mas Irwan dari @infogresik. Ternyata, lebih enakan duduk manis sambil mendengar narasumber bicara daripada bicara dua jam-an tanpa henti (eh sama enaknya).
Tak hanya mendengarkan materi inspiratif, seperti biasa, acara Kompasiana pasti cair dengan acara 'hiburan'. Selain foto Instagram Copetition, kami diajak melemaskan badan dengan "goyang penguin". Tiga kali, kami bergoyang penguin. Pak Mawan selaku tuan rumah malah paling menghayati. Lantas, mendapatkan 'oleh-oleh' buku dari Trinity.
Hampir seharian di Gresik, saya baru tiba di Sidoarjo jelang Maghrib. Ada banyak cerita yang bisa diceritakan ke istri dan anak-anak. Termasuk mengajak dua bocah di rumah untuk bergoyang penguin pada keesokan harinya. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H