Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

"Bercermin" dari Kekalahan Manchester City di Pekan 24 Liga Inggris

30 Januari 2019   17:01 Diperbarui: 30 Januari 2019   20:55 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kevin de Bruyne, kalah dari Newcastle United meski sempat unggul cepat/Foto: Twitter Premier League

Lapangan sepak bola itu bukan hanya sepetak tanah dengan ukuran dan juga garis yang telah diatur menurut standar baku. Dalam ranah lain, selama pelakunya manusia, lapangan bola juga bisa menjadi sebuah panggung kehidupan.

Bahwa, apa-apa yang terjadi dalam hidup yang dialami manusia, juga terjadi di lapangan bola. Ada kisah yang terjadi. Bukan hanya skor, menang atau kalah. Salah satunya tentang nasib manusia yang terkadang bisa berubah sangat cepat.

Dari sepak bola kita bisa "bercermin" betapa kehidupan terkadang berada di atas dan sebentar saja ia sudah di bawah. Meminjam kutipan legenda sepak bola asal Inggris, Gary Lineker: "Football is the glorious example of the ups and down of life".

Ujaran Lineker itulah yang dialami tim juara bertahan Liga Inggris, Manchester City dini hari tadi. Di luar dugaan, Manchester City kalah 1-2 dari tuan rumah Newcastle United pada pekan ke-24 Liga Inggris musim 2018/19, Selasa (29/1/2019) malam waktu setempat atau Rabu (30/1/2019) dini hari waktu Indonesia.

Kenapa kekalahan Manchester City itu di luar dugaan untuk tidak menyebut tim asuhan Pep Guardiola ini sedang sial?

Coba kita simak fakta berikut ini. Manchester City datang ke St.James Park, markas Newcastle United dengan berbekal penampilan 'mengerikan' selama bulan Januari. Mereka selalu menang dalam tujuh pertandingan di awal tahun 2019.

Bahkan, kemenangan yang diraih City tidak sekadar menang. City tak kenal welas asih pada lawan-lawan mereka. City sungguh Sadis. Betapa tidak, dalam tujuh laga itu, Sergio Aguero dkk mampu mencetak 30 gol.

Diantaranya kemenangan 9-0 atas Burton Albion (tim Divisi II Inggris) di semifinal Carabao Cup (10/1). Lalu, sepasang kemenangan 3-0 atas Wolverhampton dan Huddersfeild di Liga Inggris. Pun, tiga hari jelang menghadapi Newcastle, City menang 5-0 atas Burnley--tim Premier League--di putaran V Piala FA 926/1). Bagi City, mungkin pesta gol itulah cara mereka menghormati lawan daripada bermain setengah hati.

Apalagi, ketika menghadapi Newcastle, City bisa menampilkan pemain-pemain terbaiknya. Lalu, bagaimana bisa, City yang tengah on fire dan turun dengan tim terbaiknya, malah mengalami kekalahan?

Jawabannya ternyata karena mereka lupa bahwa sepak bola itu 'kehidupan' yang harus dijalani 90 menit plus beberapa menit. Sepak bola itu bukan tentang kisah awal yang bagus, tetapi bagaimana mengakhiri juga dengan bagus.

Manchester City terlena dan mungkin juga jumawa karena bisa dengan cepat mendapatkan hasil (gol) ketika menghadapi Newcastle. Padahal, awalan bagus belum tentu bisa menjadi akhiran yang bagus.

Ya, di markas Newcastle, Manchester City sebenarnya mengawali pertandingan dengan benar. Sebagai tim tamu, City mampu unggul cepat ketika pertandingan belum genap berlangsung satu menit. Sergio Aguero membawa City unggul di detik ke-24 yang menjadi salah satu gol tercepat di Liga Inggris.

Mengawali pertandingan dengan keunggulan gol, tentunya hal yang positif. Minimal, pemain akan bermain lebih lepas dan lebih percaya diri untuk mengkreasi peluang dan menciptakan gol-gol berikutnya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.

Gol cepat tersebut ternyata tidak membuat City bisa dengan mudah mendapatkan gol-gol berikutnya. Meski menguasai pertandingan, tetapi hingga satu jam laga berlangsung, skor 0-1 itu belum berubah. Di menit ke-66, Newcastle yang kalah dalam possession ball, mampu menyamakan skor 1-1 lewat gol Salomon Rondon.

Lalu, di menit ke-78, petaka menghampiri City ketika gelandang mereka, Fernandinho terlalu lama memainkan bola di kotak penalti sendiri. Bola dicuri Sean Longstaff yang berujung pelanggaran Fernandinho pada Sean. Penalti. Matt Richie berhasil menaklukkan kiper Ederson dan membuat Newcastle berbalik unggul hingga akhir pertandingan.

Ternyata, mendapatkan gol cepat itu malah 'merusak mental' pemain-pemain City. Mereka malah menjadi terlalu nyaman, over percaya diri dan kurang fokus. Sebab, mereka merasa telah mendapatkan separo tujuannya.

Berbeda bila dalam situasi tertinggal lebih dulu di babak pertama, pemain tentunya akan memiliki semangat berlipat untuk tampil lebih baik di babak kedua guna menyamakan skor atau bahkan berbalik unggul dan menang. Apalagi bila "disemprot" pelatih di ruang ganti pada jeda pergantian babak.

Manajer Manchester City, Pep Guardiola mengakui, gol cepat itu justru 'membunuh' timnya. Setelah mendapatkan gol cepat, Guardiola menyebut pemain-pemainnya bermain lambat dan tampil kurang agresif.

"Mencetak gol cepat memang terkadang penting, tetapi terkadang juga tidak bagus. Sebab, situasi seperti itu tidak membantu kami untuk mengembangkan permainan. Ketika ungglul cepat 1-0, kami jadi bermain lambat. Karena itulah kami tidak bisa menang," sebut Guardiola.

City sebenarnya menguasai permainan. Mereka unggul 70 persen dalam penguasaan bola. Namun, penguasaan bola itu bak tanpa makna. Sebab, karena terlalu nyaman menguasai permainan, mereka kaget ketika mendapat serangan mendadak. Saking kesalnya, Guardiola bahkan menyebut Newcastle baru mendapat satu peluang dan jadi gol. 

"Mereka mendapatkan peluang pertama dan langsung menjadi gol, lalu yang kedua penalti. Tetapi saya ucapkan selamat untuk Newcastle," ujarnya.

Padahal, menghadapi Newcastle dini hari tadi sebenarnya jadi kesempatan terbaik bagi Manchester City untuk memberikan tekanan kepada pemimpin klasemen, Liverpool. Sebab, City yang ada di peringkat dua, bermain lebih dulu dari Liverpool. 

Bila mampu menang, maka jarak empat poin dengan Liverpool bisa tergerus jadi satu poin saja. Tentunya itu akan memberikan tekanan bagi Liverpool yang baru bermain Rabu (30/1/2019) malam nanti menjamu Leicester City.

Yang terjadi, City malah kalah. Imbasnya, poin mereka tidak berubah di angka 56 poin dari 24 pertandingan. City terpaut empat poin dari Liverpool (60 poin) di puncak klasemen yang baru memainkan 23 pertandingan. Bahkan, jarak poin bisa melebar menjadi tujuh poin bila Liverpool malam nanti bisa mengalahkan Leicester City.

Memang, kekalahan dari Newcastle belum membuat City kehilangan gelar. Toh, masih ada 14 pertandingan di Liga Inggris. Namun, ini menjadi 'lampu kuning' bagi mereka. Bahwa, sebagai tim yang mengejar, mereka tidak boleh melambat. Sebab, bisa jadi tim yang dikejar akan semakin menjauh.

Ya, dari kekalahan Man.City atas Newcastle kita bisa bercermin. Bahwa, terkadang kekalahan dan kegagalan itu datang karena kita tidak mampu mengondisikan mental dengan benar. Utamanya ketika dalam situasi yang sebenarnya sangat mendukung untuk menang dan sukses.

Kita terkadang terlena oleh satu keberhasilan. Padahal, pertaruhan antara gagal dan berhasil itu akan terus terjadi. Tak hanya sekali. Bila terlena dengan keberhasilan-keberhasilan sebelumnya lantas terlalu percaya diri bahwa keunggulan yang diidapat tidak akan terkejar oleh rival sehingga merasa nyaman dan miskin inovasi, kita sejatinya telah mengetuk pintu kekalahan.  

Sebuah kompetisi sepak bola seperti Liga Inggris yang 'hanya' memainkan 38 pertandingan selama kurun waktu 9-10 bulan saja menuntut sebuah tim untuk terus tampil konsisten dan tanpa celah bila ingin juara di akhir kompetisi. Terkadang, awalan yang bagus, belum tentu bisa berlanjut bagus sampai akhir.

Itu baru 'panggung mini' yang hanya berlangsung 9-10 bulan saja. Bagaimana dengan kita yang selalu dihadapkan pada pertaruhan gagal atau berhasil di lingkungan kerja, profesi, di tempat kuliah, sekolah, tempat usaha dan banyak lainnya?  

Kiranya pelajaran dari kekalahan Manchester City bisa menjadi 'cermin'. Bahwa keberhasilan di awal tidak menjamin akan terus kekal. Sebaliknya, kegagalan di awal bukan alasan gagal untuk seterusnya. Masih ada waktu untuk mengubahnya.

Bila Newcastle punya waktu 90 menit untuk mengubah bayangan cerita kekalahan, kita malah punya waktu lebih banyak untuk mengganti penolakan, kegagalan dan ketidakberhasilan menjadi cerita manis. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun