Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kasus Prostitusi Online dan Ingatan pada Eks Lokalisasi Dolly

16 Januari 2019   21:34 Diperbarui: 16 Januari 2019   22:02 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu saja, semua upaya tersebut tidak serta merta membuahkan hasil. Ada beberapa orang yang akhirnya berhasil, sementara lainnya ada yang merindukan kehidupan seperti dulu. Terbayang kan betapa tidak mudahnya menutup lokalisasi meskipun akhirnya bisa dilakukan.

Saya kebetulan pernah mewawancara salah seorang warga di bekas eks lokalisasi Dupak Bangunsari yang dulunya usaha warung nasi/kopi untuk tulisan di Kompasiana (Kegigihan Anik Sriwatiah Berdayakan Mantan PSK dan Mantan Mucikari Lokalisasi Dupak Bangunsari). Dia berkisah, dulu mudah saja mendapatkan uang satu juta dalam sehari, terutama di akhir pekan. Namun, di sisi lain, ia juga mengaku gerah dengan kehidupan yang seperti itu. Terlebih, dia memiliki anak perempuan.

Karenanya, dia termasuk yang mendukung ketika pemkot akan menutup lokalisasi. Meski, risikonya dia pernah dicap sok suci bahkan pernah diusir warga yang menolak penutupan ketika mengikuti pelatihan UKM. Berkat ketekunan dan sinergi dengan warga lainnya, dia lantas memiliki usaha sendiri.

Begitulah gambarannya peliknya untuk menutup lokalisasi. Tidak sekadar menutup, tetapi juga harus memikirkan kepentingan masyarakat yang ada di kawasan tersebut.  Mulai dari anak-anak, anak muda hingga para orang tua yang tentu saja butuh "dapur asap mereka tetap mengepul".

Tak selalu mulus karena ada yang tidak sepakat berubah. Lebih tepatnya mengubah kebiasaan yang telah dilakukan. Karenanya, butuh komitmen kuat dari pemerintah daerahnya dan juga dukungan dari masyarakat maupun media.

Bila penutupan lokalisasi ternyata tidak mudah meski akhirnya bisa, bagaimana dengan prostitusi online?

Merujuk kata konon seperti di awal tulisan ini, mungkin prostitusi online lebih sulit untuk dihilangkan karena 'deal-dealan' nya dilakukan lewat online. Toh, terungkapnya kasus VA di Surabaya, menjadi bukti bahwa praktik prostitusi online masih bisa diendus.

Selain itu, dengan penyidikan oleh kepolisian plus pemberitaan yang begitu viral di media sosial maupun di media arus utama serta di percakapan WhatsApp, seharusnya menjadi momentum kapok bagi mereka yang juga melakukan hal serupa. Mereka harusnya paham, perbuatan mereka tidak hanya bisa mendapatkan sanksi hukum tetapi juga sanksi moral dari masyarakat. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun