Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Piala Asia 2019 antara Inovasi AFC dan Perang Bintang Pelatih

5 Januari 2019   08:30 Diperbarui: 5 Januari 2019   08:53 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya saja, pelatih seorang diri tidak akan mampu menentukan keberhasilan sebuah tim. Begitu juga di tim Tiongkok, tidak akan muda bagi mereka bersaing menjadi yang terbaik di Piala Asia.

Apalagi, Tiongkok datang ke turnamen tidak dalam kondisi bagus. Dalam tujuh pertandingan persahabatn sejak September 2018 lalu, Tiongkok hanya mampu menang satu kali atas Syria, selebihnya imbang empat kali dan kalah dua kali. Tapi, siapa tahu Lippi bisa membuat kejutan

Deretan pelatih top di Piala Asia 2019 bertambah dengan nama Juan Antonio Pizzi di Arab Saudi. Pria asal Argentina ini sudah menangani Arab Saudi di Piala Dunia 2018. Fans sepak bola Arab Saudi tentunya berharap Pizzi bisa mengulang prestasi saat membawa Chile jadi juara Copa America di tahun 2016 dengan mengalahkan Argentina. Arab Saudi berada di Grup E bersama Lebanon, Qatar dan Korea Utara.

Lalu ada nama Carlos Queiroz di Timnas Iran. Queiroz mampu membuat Iran tampil apik di Piala Dunia 2018 lalu meski bersaing dengan Spanyol dan Portugal. Mantan pelatih Real Madrid ini merupakan pelatih dengan masa kerja terlama di Piala Asia 2019. Dia sudah melatih Iran sejak 2011. Iran berada di grup D bersama Irak, Yemen dan juara Asia Tenggara 2018, Vietnam.

Selain itu, masih ada nama Hector Cuper di Uzbekistan. Cuper merupakan pelatih Timnas Mesir di Piala Dunia 2018 lalu. Dia pernah menjadi pelatih disegani kala melatih pelatih Valencia di awal 2000-an saat membawa klub itu jadi finalis Liga Champions 2000 dan 2001.

Namun, di balik gemerlap Piala Asia 2019, tentu saja ada kurangnya. Andai saja Timnas Indonesia ikut tampil di sana. Andai Indonesia bisa mengulang pencapaian Piala Asia tahun 1996 silam yang juga digelar di Uni Emirat Arab.

Masih terngiang dalam ingatan betapa heroiknya penampilan Timnas Indonesia di Piala Asia 1996. Meski gagal lolos ke babak knock out, tetapi penampilan enerjik Ronny Wabia, Marzuki Badriawan, Chris Yarangga dan Bima Sakti, sulit dilupakan.  

Dan, tentu saja, gol 'tendangan sepeda' Widodo Cahyono Putro saat melawan Bahrain di laga pertama yang membuat saya bersorak sendirian di tengah malam ketika orang-orang rumah sudah tertidur. Sayangnya, keunggulan dua gol kala itu bisa disamakan Bahrain. Gol penyama bahkan terjadi di menit ke-85. Meski begitu, rasanya puas menyaksikan penampilan Timnas.

Ah, rasanya rindu melihat Timnas Indonesia bisa tampil gagah di Piala Asia. Ya, di Piala Asia, bukan hanya di Piala AFF. Semoga saja, sepak bola Indonesia bisa cepat sembuh dari 'penyakit' match fixing. Semoga saja sepak bola Indonesia bisa kembali terbang tinggi seperti logo burung garuda di dada. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun