Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Pelajaran Hidup dari Kisah Nahas Julen Lopetegui

31 Oktober 2018   08:50 Diperbarui: 1 November 2018   12:11 1352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Julen Lopetegui, dipecat Real Madrid setelah sebelumnya juga dipecat Timnas Spanyol/Foto: Ghanasoccernet.com

"Di jagad sepak bola saat ini, tiada pelatih yang bernasib lebih nahas dari Julen Lopetegui. Ia telah kehilangan dua jabatan termashyur dalam jeda empat bulan, terakhir dipecat dari Real Madrid".

Begitu Harian Kompas mengawali tulisan 'sarat pesan' berjudul "Elegi Lopetegui di Real" edisi hari ini. Tulisan yang juga substansinya mirip dengan ulasan dari Busy Buddiesng berjudul "The Sad Tale of Julen Lopetegui: Sacked From The Two Jobs Which He Likely Always Dreamed of Having" pada 30 Oktober kearin.

Dua tulisan yang patut menjadi perenungan. Ada banyak pelajaran hidup yang bisa dipungut dari kisah nahas Lopetegui ini. Karena memang, kita bisa belajar dari pengalaman manis atau pahit yang dialami oleh orang lain. Apa saja?

Pentingnya berkomunikasi

Julen Lopetegui sebenarnya pelatih hebat. Tampilnya Spanyol di Piala Dunia 2018 juga tidak lepas dari jasanya. Dia mampu membawa Spanyol meraih hasil bagus selama babak kualifikasi. Namun, ada sikapnya yang tidak layak dicontoh. Yakni perihal bagaimana menjaga kepercayaan orang lain.

Kita tahu, kasus Lopetegui "meledak" jelang Spanyol mengawali penampilan di Piala Dunia 2018 silam. Itu setelah Real Madrid mengumumkan Lopetegui sebagai pengganti Zinedine Zidane yang mundur usai membawa klub itu juara Liga Champions tiga kali berturut-turut.

Pengumuman ini yang membuat presiden Federasi Sepak Bola Spanyol (RFEF), Luis Rubiales, marah besar. Dan, Lopetegui pun dipecat tanpa menunggu gelaran Piala Dunia selesai. Dalam sebuah wawancara, Rubiales ingin memperjelas batas antara salah dan benar. Dia ingin Timnas Spanyol memiliki kepemimpinan kuat.

Meski, media Spanyol menyebut pemecatan itu merupakan buntut dari "main belakang" nya Lopetegui dan Real Madrid. Baik Lopetegui maupun Real sama sekali tidak pernah berbicara pada RFEF perihal keputusan itu. 

Ya, mungkin ceritanya akan lain andai dulu Lopetegui bicara baik-baik kepada RFEF perihal tawaran Real Madrid kepada dirinya dan juga keinginannya untuk melatih klub tenar tersebut.

Fokus pada pekerjaan sekarang

Lebih keren mana, melatih tim hebat seperti Spanyol di Piala Dunia (dan masuk kandidat juara) atau melatih Real Madrid? Lopetegui punya jawaban jelas terhadap pertanyaan itu. Bagi pelatih berusia 52 tahun ini, kesempatan melatih Real Madrid merupakan "opportunity of a lifetime".

Dalam sebuah wawancara dengan The National, Lopetegui mengaku tidak menyesal dengan pilihannya memlih Real Madrid yang membuatnya dipecat dari Timnas Spanyol.

"Saya sangat bahagia bisa melatih Real Madrid. Kami punya target hebat dan tantangan istimewa. Kemarin mungkin hari terburuk saya, tapi hari ini yang terbaik," ujar Lopetegui di masa awal melatih Madrid dikutip dari The National.

Dalam ranah profesional, memang sulit bagi pelatih manapun untuk menolak panggilan "opportunity of a lifetime" dari klub setenar dan sebesar Real Madrid. Bukan hanya soal gaji, tetapi juga soal gengsi.

Namun, menjadi tidak elok bila seorang pelatih yang tengah bertugas melatih negara lantas terbagi pikirannya karena memikirkan "pekerjaan lain".

Padahal, andai dulu Lopetegui tetap melatih Spanyol dan berhasil membawa Spanyol meraih hasil bagus di Piala Dunia 2018, dia akan semakin punya nilai plus untuk bisa "berjodoh" dengan Real Madrid selepas Piala Dunia. 

Terlebih, dia punya beberapa kompetensi yang tidak dimiliki beberapa pelatih yang kala itu juga diberitakan diincar Madrid. Semisal kedekatannya dengan pemain-pemain Spanyol.

Bila mengandaikan dalam kehidupan di luar lapangan, penting untuk fokus pada pekerjaan yang sedang dijalani. Penting untuk menjaga komitmen pada pekerjaan.

Memang, tidak ada salahnya "menantang diri sendiri" untuk mencoba pekerjaan serupa di tempat lain yang mungkin lebih menggiurkan. Namun, akan bijak bila kita menunggu waktu yang tepat dan caranya juga harus benar seperti poin pertama. 

Jangan sampai meninggalkan pekerjaan dengan cara tidak benar yang meninggalkan "sakit hati" bagi perusahaan lama ataupun rekan kerja yang ditinggalkan. 

Pentingnya mengawali pekerjaan dengan cara benar

Dengan cerita geger Lopetegui diawal masuk ke Real Madrid, sejatinya tidak terlalu mengejutkan ketika mengetahui kabar dia dipecat Real Madrid pada awal pekan ini menyusul kekalahan 1-5 dari Barcelona di laga el Clasico (28/10).

Lopetegui yang semasa berkarier di lapangan berposisi sebagai penjaga gawang, disebut "kualat" dan terkena karma dari keputusannya "mengkhianati" Timnas Spanyol demi karier pribadinya. Meski, bila melihat bagaimana Real Madrid memperlakukan para pelatihnya di masa lalu, pemecatan itu tidak mengejutkan.

Memang, di masa-masa awal melatih Real Madrid, Lopetegui sempat "gagah perkasa". Dia membawa Los Blancos meraih start bagus di Liga Spanyol dan Liga Champions. Meski, awal bagus itu sepertinya "palsu" dan ternyata benar menipu seperti yang pernah saya ulas dalam tulisan Real Madrid yang "Pura-pura Kuat".

Dari kisah Lopetegui, ada benang merah yang bisa kita tarik sebagai pembelajaran. Bahwa, pekerjaan yang diawali melalui cara yang tidak benar, sangat mungkin juga akan berakhir tidak benar. Pekerjaan yang diawali dengan konflik, skandal, gegeran, juga bisa berakhir dengan cara seperti itu.

Sekadar contoh, ketika tes penerimaan pegawai pemerintah kapan hari dan juga yang dulu-dulu, acapkali beredar adanya sosok titipan. Mungkin itu sekadar isu bohong. Tetapi yang jelas, bila melakukan cara tidak benar untuk mendapatkan pekerjaan, sangat mungkin juga akan melakukan cara-cara tidak benar selama bekerja dan mungkin akan berakhir nahas.

Bukankah kita sering mendapatkan asupan informasi ataupun opini perihal mereka yang untuk mendapatkan pekerjaan harus mengeluarkan uang terlebih dulu, dan bila sudah bekerja, mereka tentunya akan berpikir bagaimana balik modal? Dari awal yang seperti itu, masalah pelik bisa muncul.  

Semoga kisah nahas Lopetegui bisa menjadi cermin bagi kita. Cermin yang membuat kita bisa memungut hikmahnya. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun