Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Memotivasi Kota Malang "Move On" dari Badai Korupsi

9 Oktober 2018   07:29 Diperbarui: 9 Oktober 2018   12:50 2801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persoalan lainnya yang mengharuskan Kota Malang juga "mencari musuh" adalah perihal belum maksimalnya sektor pendapatan. Sebagai pembanding, di tahun 2018 ini, Kota Surabaya sudah menargetkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) sekitar 4 triliun. Sementara Malang yang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur, PAD Kota Malang masih berkutat di angka 374 miliar dan tahun 2019 diproyeksikan hanya 412 miliar saja. Padahal, Malang memiliki banyak potensi wisata yang berpotensi menjadi sumber PAD.

"Satu sektor dari PAD saja, Kota Malang masih jauh dari Surabaya. Artinya ketika ada "musuh" atau kompetitor bisa jadi pelecut semangat untuk memperbaiki Kota Malang yang potensinya masih terpendam. 

Ketika Kota Malang tidak berbenah, maka predikat kota terbesar kedua itu akan jatuh ke daerah lain. Sebab, jika kita lihat beberapa kabupaten lain sudah melakukan pembenahan di sektor layanan publik dan sebagainya dengan menggunakan teknologi kekinian".

Tentu saja, membenahi kota tidak semudah tugas seorang pelatih melakukan perubahan strategi bermain bola yang tinggal disampaikan ke pemain pada saat jeda babak pertama. 

Butuh pemahaman dan pemetaan menyeluruh terhadap persoalan yang perlu segera diatasi. Perlu kesamaan semangat, integritas dan merangkul seluruh SKPD lantas memunculkan inovasi dan solusi guna mengatasi masalah bersama. Tidak kalah penting bersinergi dan dengan DPRD. Dan yang paling penting sejatinya adalah adanya komitmen kuat untuk membangun kota menjadi lebih baik dan melayani masyarakat dengan "hati". 

Serta, membiasakan "budaya malu". Bukan hanya malu bila tergoda melakukan hal-hal yang melanggar hukum, tetapi juga malu bila belum mampu menjadi 'abdi masyarakat' yang profesional, malu bila belum mampu menyederhanakan pelayanan publik dan malu bila belum mampu mengubah kotanya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sebab, seperti kata Rasulullah, rasa malu adalah akhlak yang baik. Salam.   

 Sumber referensi: 1 2 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun