Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Artikel Utama

Mengapa Jonatan Christie Langsung Kalah di Japan Open 2018?

11 September 2018   22:20 Diperbarui: 11 September 2018   23:44 6622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anthony Sinisuka Ginting, menjadi satu-satunya harapan Indonesia di tunggal putra/Foto: Twitter InaBadminton

Putaran pertama (babak 32 besar) turnamen bulutangkis Japan Open 2018 yang dimulai Selasa (11/9/2018), langsung memunculkan kejutan menyesakkan bagi Indonesia untuk tidak menyebut kekhawatiran yang akhirnya menjadi kenyataan.

Tunggal putra Indonesia, Jonatan Christie yang pada dua pekan lalu meraih medali emas bulutangkis nomor perorangan di Asian Games 2018, langsung tereliminasi. Jojo--panggilan Jonatan Christie---dikalahkan pemain India Prannoy H.S, dua game langsung, 18-21, 17-21.

Bagi sebagian orang, kekalahan Jonatan di babak awal Japan Open2018 ini sebuah kejutan tak terduga. Jojo yang tampil nyaris sempurna dari sisi fokus dan endurance di Asian Games 2018, justru tak berkutik di Japan Open 2018. 

Namun, bagi sebagian pecinta bulutangkis, kekalahan ini seperti kekhawatiran yang menjadi kenyataan bila merujuk pemain 20 tahun ini memang acapkali tampil tidak konsisten di turnamen BWF Tour.

Seperti yang telah saya ulas di tulisan di Kompasiana sebelumnya, Japan Open 2018 Dimulai, Ujian Konsistensi Jojo dan Rekan 

Japan Open 2018 akan menjadi ujian konsistensi bagi Jojo. Penampilan hebatnya di Asian Games 2018 diharapkan menjadi titik balik untuk 'sembuh' dari penyakit lamanya. Sebelumnya, Jojo memang kerapkali tampil labil di turnamen BWF World Tour. Faktanya, dia lebih sering hanya jadi pengembira di babak-babak awal.

Seperti di Indonesia Open 2018 yang digelar di Jakarta pada awal Juli lalu, Jojo langsung out di round 1. Pun, di Kejuaraan Dunia (World Championship) 2018 di Nanjing, Tiongkok pada awal Agustus lalu, Jojo juga langsung kalah di putaran pertama dari pemain Malaysia, Daren Liew.

Bahkan, di Japan Open tahun 2017 lalu, Jojo juga langsung out di round 1. Padahal, sepekan sebelumnya, Jojo tampil luar biasa di Korea Open 2017 dengan menembus final, meski akhirnya dikalahkan rekannya di pelatnas, Antony Sinisuka Ginting

Pertanyaannya, mengapa Jojo langsung kalah di babak awal Japan Open 2018 ?

Sedari tadi siang, saya cukup "kenyang" membaca komentar-komentar warganet alias netizen di kolom komentar akun media sosial yang menginformasikan perihal kekalahan Jojo di Japan Open 2018. Komentarnya ribuan.

Dan, dari ribuan komentar tersebut, isinya beragam. Ada yang menguatkan Jojo untuk segera move on dari kekalahan tersebut dengan menyebut "belum rezekinya". Ada yang datar berucap "bener kan kata gua, dia sulit tampil konsisten". Malah ada yang sadis mem-bully (nggak perlu ditulis seperti apa bully-an nya).

Jojo harus segera move on karena China Open 2018 sudah menunggu/Foto: Juara.net
Jojo harus segera move on karena China Open 2018 sudah menunggu/Foto: Juara.net
Yang harus ditekankan, Jojo pastinya sudah bermain maksimal. Siapa sih yang ingin kalah? Tetapi memang, menjadi menarik untuk diulik, "ada apa dengan Jojo" setelah dua pekan lalu menjadi juara Asian Games, lantas tereliminasi dini. Sebab, secara mental, pebulutangkis kelahiran Jakarta ini pastinya sangat termotivasi untuk kembali tampil bagus di turnamen BWF World Tour.

Jojo juga bukan tipikal orang jumawa yang overconfidence sehingga meremehkan lawan. Lha wong sesaat setelah juara, dia berkomentar kepada awak media bahwa setelah turun dari podium, dia bukan juara lagi tetapi memulai dari awal lagi. Membumi banget kan.

Imbas persiapan mepet 

Lalu apa penyebabnya?

Dalam wawancara dengan badmintonindonesia.org seusai pertandingan, Jonatan menyebut persiapan yang mepet menjadi salah satu penyebab. Usai juara Asian Games 2018 pada 28 Agustus lantas mengistirahatkan fisik dan pikiran, dia menyebut hanya punya waktu kurang lebih seminggu untuk bersiap tampil di Japan Open 2018.

"Soal persiapan yang agak mepet, ya sebenarnya pasti ada pengaruhnya, karena persiapan kami cuma seminggu. Ya ini dijadikan pelajaran saja, saya harus lebih mempersiapkan diri, pertandingannya kan banyak," ujar Jonatan dikutip dari (Japan Open 2018) Anthony Lolos, Jonatan Terhenti

Ya, dengan jadwal turnamen bulutangkis era kekinian yang super padat (dalam satu bulan bisa 2-3 turnamen sekaligus), Jojo memang harus bisa mengatur persiapan dengan matang. Bagaimana dengan persiapan mepet tetapi bisa meraih prestasi maksimal. Toh, dia bukan satu-satunya pemain "alumni" Asian Games yang tampil di Japan Open. Lawannya di final, Chou Tien-chen juga tampil dan berhasil lolos ke round 2 usai mengalahkan pemain tuan rumah, Kanta Tsuneyama.

Jonatan juga mengaku kurang beruntung ketika bermain di Jepang. Melawan Prannoy, dia sejatinya terus memimpin dalam perolehan poin di game pertama. 

Namun pada saat kedudukan sama kuat 14-14, Prannoy bangkit dan balik menguasai keadaan. Apalagi, di poin-poin krusial, Jojo menyebut membuang kesempatan. Ketidakmampuan menyelesaikan game pertama meski sempat unggul, rupanya berimbas pada penampilannya di game kedua.

"Kecewa itu pasti, saya belum bisa menunjukkan yang terbaik di turnamen BWF tour. Dalam beberapa turnamen terakhir, selesai di babak 16 besar. Dibilang kecewa ya kecewa. Apalagi di Jepang ini saya kurang beruntung. Tahun lalu setelah final di Korea Open, di Jepang langsung kalah di babak pertama juga. Mudah-mudahan saja tahun depan dan tahun 2020 bisa lebih baik," sambung Jonatan.

Selain faktor persiapan mepet dan juga kurang beruntung, penyebab tersingkir cepatnya Jonatan di Japan Open 2018 menurut saya karena belum menemukan pola yang tepat untuk mengalahkan Prannoy.

Bukan sekali ini, Jonatan kalah dari Prannoy. Di Asian Games 2018 lalu, Jonatan juga kalah dari Prannoy di pertandingan perempat final beregu putra yang menjadi pertemuan pertama mereka. 

Jonatan kala itu yang tampil di laga ketiga, kalah rubber game 15-21, 21-19, 19-21. Di pertemuan kedua di Japan Open, Jojo ternyata kembali kalah. Ya, Jojo masih harus menemukan pola yang pas untuk mengalahkan peman India tersebut.

Bukankah di bulutangkis itu ada "teori" yang sulit dinalar bahwa seorang pemain bisa tampil hebat ketika melawan peman tertentu tetapi lantas tampil biasa saja bila bertemu pemain lain. Jonatan pun mengalaminya. Salah satu lawan favoritnya adalah Chou Tien-chen yang dikalahkannya di final Asian Games 2018. Lihat saja rekor pertemuannya, dia unggul telak 5-0.

Contoh lain adalah Lin Dan yang di usia senja nya kini acapkali tampil biasa saja. Namun, ketika bertemu dengan pemain veteran Malaysia, Lee Chong Wei, dia seolah punya energi lebih untuk memenangi pertandingan.  Keduanya bersahabat di luar lapangan tetapi ketika bertemu di lapangan, pertandingan antara keduanya menjadi salah satu yang paling menarik di bulutangkis. 

Lalu, bagaimana selanjutnya Jojo?

Tereliminasi dini dari Japan Open 2018 tak perlu diratapi berlebihan oleh Jonatan. Justru, dia harus segera move on. Sebab, pekan depan, mulai Selasa (18/8/2018), turnamen China Open 2018 siap digelar. Jonatan dijadwalkan akan menghadapi pemain Jepang, Kanta Tsuneyama di round 1.

Jojo tidak sendirian tersingkir cepat dari Japan Open 2018. Tunggal putra senior Indonesia, Tommy Sugiarto juga kandas di babak 32 besar. Tommy kalah rubber game dari pemain Tiongkok, Chen Long. Sempat menang dengan skor cukup jauh, 21-12 di game pertama, Tommy justru melempem di game berikutnya. Dia kalah 17-21, 14-21 dari pemain peraih medali emas Olimpiade 2016 ini.

Di tunggal putra, Indonesia kini tinggal berharap pada Anthony Sinisuka Ginting. Ginting melaju ke round 2 setelah menang straight game atas pemain Hongkong, NG Ka Long Angus, 21-14, 21-15. Menariknya, di babak 16 besar, pemain 21 tahun ini akan menghadapi si penakluk Jojo, Prannoy. Kita tentunya berharap, Ginting bisa menaklukka Prannoy.

Anthony Sinisuka Ginting, menjadi satu-satunya harapan Indonesia di tunggal putra/Foto: Twitter InaBadminton
Anthony Sinisuka Ginting, menjadi satu-satunya harapan Indonesia di tunggal putra/Foto: Twitter InaBadminton
Ya, tidak hanya Jojo, kita juga menunggu penampilan konsisten Ginting. Andai Ginting bisa terus tampil 'sempurna' seperti ketika dia bisa mengalahkan juara dunia 2018, Kento Momota (yang seolah tidak terkalahkan) di round 2 Asian Games 2018, dia akan sering berada di laga penting turnamen BWF World Tour.

Semoga saja Jojo segera move on dan semoga Ginting bisa melaju jauh di Japan Open 2018. Salam bulutangkis

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun