Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

All Indonesian Final, Bukti Ganda Putra Indonesia Konsisten "Selangkah di Depan"

28 Agustus 2018   12:56 Diperbarui: 28 Agustus 2018   13:40 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua pasangan ganda putra Indonesia, Fajar Alfian/M Rian Ardianto dan Markus Gideon/Kevin Sanjaya bertemu di final ganda putra bulutangkis Asian Games 2018/Foto

Hari ini, Selasa (28/8/2018) kontingen Indonesia dipastikan mendapatkan tambahan medali emas di Asian Games 2018 dari cabang bulutangkis perorangan. Satu medali emas pasti didapat dari ganda putra karena terjadi final sesama pemain Indonesia di final. Pasangan Marcus Gideon/Kevin Sanjaya akan menghadapi rekan sepelatnas, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto.

Bulutangkis bahkan bisa meraih dua medali emas bila tunggal putra Indonesia, Jonatan Christie bisa menaklukkan pemain Taiwan, Chou Tien Chen di final (ketika tulisan ini diposting, Jonatan Christie masih bermain).

Fajar/Rian melaju ke final setelah mengalahkan ganda putra juara dunia 2018 asal Tiongkok, Li Junhui/Liu Yuchen lewat kemenangan rubber game 21-14, 19-21, 21-13 di semifinal, Senin (27/8/2018). Sementara Marcus/Kevin menyingkirkan ganda Taiwan, Lee Jhe Huei/Lee Yag juga lewat rubber game 21-15, 20-22, 21-12.

Ini merupakan kali pertama sejak tahun 1974, dua ganda putra Indonesia berhasl tampil di final Asian Games. Di tahun 1974 silam di Asian Games yang digelar di Tehran, Iran, pasangan Tjun Tjun/Johan Wahjudi menjadi juara setelah mangalahkan Christian Hadinata/Ade Chandra di final.

Gelar yang diraih di sektor ganda putra nanti akan menjadi raihan hat-trick alias tiga kali berturut-turut bagi ganda putra Indonesia Indonesia di Asian Games. Di dua edisi Asian Games sebelumnya, Indonesia meraih medali emas ganda putra lewat pasangan Hendra Setiawan/Markis Kido (Asian Games Guangzhou 2010) dan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan di Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan.

Siapa yang kali ini juara?

Siapapun yang akan menjadi juara, ganda putra menjadi nomor bulutangkis yang paling sering menyumbang medali emas bagi Indonesia. Ya, sejak dipertandingkan di Asian Games 1962 di Jakarta, ganda putra Indonesia sudah juara tujuh (7) kali. Kali ini menjadi gelar kedelapan ganda putra Indonesia di Asian Games.

Mengapa ganda putra Indonesia menjadi nomor paling konsisten dan selangkah di depan dibandingkan empat nomor lainnya (tunggal putra/putri, ganda putri dan ganda campuran)? Bahkan, tidak hanya konsisten meraih gelar, juga konsisten menghasilkan pasangan-pasangan berkelas dunia.

Pelatih ganda putra PBSI, Herry Imam Pierngadi bersama Fajar/Rian, bukti suksesnya regenerasi di ganda putra/Foto: GoRiau
Pelatih ganda putra PBSI, Herry Imam Pierngadi bersama Fajar/Rian, bukti suksesnya regenerasi di ganda putra/Foto: GoRiau
Pelatih ganda putra PBSI, Herry Imam Pierngadi membuka rahasia sukses. Menurut pelatih yang sudah menangani sektor ganda putra sejak tahun 1999 ini, salah satu kunci keberhasilan Indonesia melahirkan ganda putra hebat adalah karena regenerasi yang berjalan cukup baik.

"Regenerasi di ganda putra cukup baik, mungkin sistem latihan pembinaan di klub-klub cukup merata, sudah bagus. Saya dan Aryono (Miranat- Asisten Pelatih Ganda Putra PBSI) di ganda putra hanya meneruskan. Kita sudah punya sistem yang cukup baik sehingga regenerasi di ganda putra berjalan sesuai dengan yang kita harapkan," kata Herry IP seperti dikutip dari https://badmintonindonesia.org/app/information/newsDetail.aspx?/7354.

Herry IP juga memuji kondisi fisik dan mental pemainnya. Menurut mantan pebulutangkis yang semasa berkarier sebagai mengalami cedera sehingga 'banting stir' menjadi pelatih ini, persaingan di Asian Games sangat melelahkan karena cabang bulutangkis selain memaminkan nomor perorangan, juga memainkan nomor beregu. Kevin/Marcus dan Fajar/Rian merupakan andalan Indonesia di nomor beregu yang berhasil meraih medali perak.

Itu saja? Sepertinya tidak. Ketika pemain masuk Pelatnas, mereka memang buah hasil didikan di klub. Mereka sudah punya kualitas yang membuat mereka layak masuk di "timnas". Namun, ketika di Pelatnas, sosok pelatih-lah yang lantas mengasuh mereka hingga menjadi pemain yang matang mental.

Dan, yang terpenting, sosok pelatih-lah yang memiliki citarasa atau bahkan mungkin 'penerawangan' seorang pemain ganda cocok berpasangan dengan siapa merujuk pada kelebihan dan kelemahan masing-masing.

Herry IP, sosok dibalik kehebatan Marcus/Kevin sebagai ganda putra rangking 1 dunia/Foto: olahragakompas.com
Herry IP, sosok dibalik kehebatan Marcus/Kevin sebagai ganda putra rangking 1 dunia/Foto: olahragakompas.com
Faktanya, baik Markus/Kevin dan Fajar/Rian, mereka tidak langsung bermain bersama. Sebelum menjelma menjadi pemain kelas dunia seperti sekarang, mereka juga sempat beberapa kali mengalami 'bongkar pasang' pasangan demi mencari komposisi yang memang terbaik.

Kevin Sanjaya misalnya, di level junior, dia pernah bermain bersama Arya Maulana Aldiartama dan Alfian Eko Prasetya di Kejuaraan junior Asia. Bahkan, Kevin juga  sempat bermain di sektor ganda campuran bersama Masita Mahmudin dan meraih medali perak di Kejuaraan Dunia junior 2013.

Di level senior, sebelum panen gelar bersama Marcus Gideon di tahun 2015, Kevin juga pernah bermain bareng Selvanus Geh juga Wahyu Nayaka dan pernah meraih beberapa gelar di level BWF Grand Prix/BWF International Challenge.

Begitu juga dengan Muhammad Rian Ardianto. Sebelum rutin bermain bareng dengan Fajar Alfian sejak tahun 2015, dia sempat mencicipi berpasangan dengan pemain lain. Rian pernah bermain dengan Clinton Hendrik Kudamassa di ganda putra level junior. Mereka meraih medali perunggu di Kejuaraan Dunia junior tahun 2014. Dia juga pernah merasakan main di ganda campuran bersama Rosyita Eka Putri dan meraih medali perak di Kejuaraan Dunia junior tahun 2014.

Artinya, dua pasangan ganda putra Indonesia yang akan tampil di final Asian Games 2018 ini tidak mendadak jadi hebat. Mereka juga mengalami proses panjang. Dan, selama proses panjang itu, kemauan kuat mereka untuk berhasil juga kepekaan pelatih dalam melihat potensi terbaik mereka, menjadi faktor penentu sukses mereka hingga seperti sekarang.

Aryono Minarat (kiri) dan Herry IP, kunci kehebatan ganda putra Indonesia/Foto: Sindonews
Aryono Minarat (kiri) dan Herry IP, kunci kehebatan ganda putra Indonesia/Foto: Sindonews
Dengan usia Fajar (23 tahun) dan Rian (22 tahun) serta Kevin (23 tahun) dan Markus (27 tahun), mereka sangat mungkin bisa tampil dengan kemampuan terbaiknya di Olimpiade 2020 mendatang. Sembari, kita juga menunggu munculnya ganda putra baru yang bisa diandalkan. Salah satunya Akbar Bintang Cahyono (22 tahun) dan Reza Pahlevi Ishafani (21 tahun) yang tahun ini juga mulai rajin meraih gelar.

Dan, sejujurnya, sebagai penggemar bulutangkis, merujuk pada sukses ganda putra dalam melakukan regenerasi juga keberhasilan melakukan bongkar pasang yang tepat, saya juga ingin melihat hal serupa terjadi di sektor ganda putri dan ganda campuran kita.

Upaya bongkar pasang untuk mencari pasangan terbaik sudah dilakukan pelatih ganda putri dan ganda campuran PBSI. Sayangnya, hasilnya belum memuaskan. Di ganda putri, bongkar pasang pernah dilakukan dengan 'menceraikan' Ni Ketut Mahadewi/Anggia Shitta Awanda. Sayang hasilnya belum terlihat.

Dan yang paling mencolok adalah memisah pasangan ganda campuran, Praveen Jordan/Debby Susanto sejak awal tahun 2018 lalu. Praveen dipasangkan dengan Melati Daeva Oktavianti. Sementara Debby Susanto dipasangkan dengan Ricky Karanda yang merupakan mantan pemain ganda putra. Sayangnya, hasilnya juga belum memuaskan. Mereka belum mampu berbicara di tingkat elit dunia. Ricky/Debby yang tampil di Asian Games 2018, terhenti di round 2.

Memang, sukses itu butuh proses. Namun, melihat bagaimana Tiongkok bisa dengan cepat meraih hasil saat "menceraikan" pasangan Zheng Siwei/Chen Qingchen menjadi Siwei/Huang Yaqiong (Yaqiong sebelumnya berpasangan dengan Lu Kai dan pernah juara All England) yang meraih medali emas di Asian Games 2018 serta Qingchen fokus di ganda putri dan juga berhasil meraih medali emas 2016, kita tentu bertanya: "apa yang membuat bongkar pasang Tiongkok langsung berhasil?".

Ah, semoga konsisten ganda putra Indonesia dalam melakukan regenerasi dan juga meraih sukses, bisa menular ke ganda putri dan juga ganda campuran. Sehingga, di ganda putri kita bisa punya banyak pasangan hebat selain Greysia Polii/Apriani Rahayu dan Della Destiara/Haris/Rizki Amelia Pradipta. Serta, di ganda campuran, kita bisa melihat penerus Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir yang memang konsisten. Bisa Praveen/Melati ataupun Hafiz Faizal/Gloria Widjaja. Salam bulutangkis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun