Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjadi "Api yang Mencukupi" di Era Media Sosial yang Suram

4 Agustus 2018   22:02 Diperbarui: 4 Agustus 2018   22:49 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dengan kapasitas dan keluasan ilmu di bidang agama sehingga pendapatnya didengar umat serta kesantunan dalam tingkah laku, Menag Lukmah Hakim Saifudin bisa menjadi


Berbahagialah mereka yang belum mengenal atau memang memutuskan untuk tidak mengenal media sosial di era sekarang. Meski menjadi "orang ketinggalan zaman" ketika memiliki akun di media sosial seolah sudah seperti keharusan, tetapi keputusan itu memberikan dampak bagus. Minimal mereka tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh riuh dan gaduhnya warganet di media sosial.

Namun, menjaga jarak dengan media sosial juga kurang bagus karena bisa menyebabkan kita ketinggalan informasi bila tidak diimbangi dengan mengakses informasi dari saluran media lainnya. Terlebih bagi mereka yang setiap hari berinteraksi dengan banyak orang. Dilema seperti itulah yang dihadapi masyarakat di era media sosial seperti sekarang.

Dan bila seperti itu, sosok yang berbahagia sejatinya bukanlah mereka yang tidak mau berkenalan dengan media sosial. Namun, yang paling berbahagia adalah mereka yang aktif di media sosial tetapi bisa berinteraksi dengan baik dan memberikan kemanfaatan bagi sesama warganet. Merekalah sosok yang menjadi pencerah di era media sosial yang suram. Nah, peran sebagai 'api pencerah' yang bisa mencerahkan kesuraman media sosial itulah yang ingin saya lakukan bila menjadi menteri agama (Menag) RI. 

Kesuraman Media Sosial

Dunia media sosial kini memang suram. Setiap kita 'mengetuk pintu' dan masuk di dunia media sosial, kita bisa dengan mudah menemukan ujaran kebencian dan provokasi yang berseliweran. Kita bisa dengan mudah mendapati betapa nyinyirnya beberapa warganet ketika berkomentar di akun media sosial pejabat negara yang padahal postingan foto atau unggahan status tulisannya berisi pesan-pesan positif.

Bahkan, informasi yang sejatinya menyajikan fakta yang diunggah oleh media massa kredibel melalui akun media sosialnya, bisa menjadi chaos adu komentar beraroma kebencian dari dua belah pihak warganet yang berseberangan.   

Belum lagi kabar hoaks yang rentan menyinggung suku, agama, ras dan golongan tertentu yang diolah dengan kalimat sedemikian rupa bahkan sampai dibuatkan infografis, kemudian diposting di media sosial. Celakanya, kabar hoaks yang jelas-jelas tidak benar itu lantas dibagikan (di-share) oleh orang-orang yang entah malas atau memang tidak mau mencari tahu kebenaran ceritanya. Celakanya lagi, kabar hoaks itupun menyebar luas dan memprovokasi warganet di media sosial, bahkan menyebabkan ketegangan antarumat di Indonesia.

Bila sudah seperti itu, tidak seharusnya orang-orang yang ingin menegakkan kebenaran, diam saja. Sebab, diam berarti sama saja dengan membiarkan kabar hoaks yang menyebabkan perpecahan umat, semakin membesar.

Mencerahkan media sosial melalui postingan inspiratif dan bikin adem

Karenanya, bila saya menjadi Menteri Agama RI, sudah menjadi kewajiban baik sebagai pribadi maupun lembaga Kementerian Agama RI untuk terus menggaungkan kampanye bijak bermedia sosial. Dan, kampanye bijak untuk bermedia sosial tersebut bisa dilakukan dengan beberapa cara.

Pertama, saya ingin menjadikan akun media sosial saya sebagai "pencerah" dengan memproduksi postingan-postingan yang mencerahkan dan bikin adem warganet. Semisal postingan yang menginspirasi, membangun motivasi dan bila perlu memberikan klarifikasi perihal berita hoaks yang beredar yang berkaitan dengan kewenangan sebagai menteri agama.

Postingan-postingan inspiratif dan bikin adem di akun media sosial seorang menteri agama yang memiliki kapasitas dan keluasan ilmu di bidang agama sehingga pendapatnya didengar umat serta kesantunan dalam tingkah laku plus memiliki jumlah follower sangat banyak (jumlah follower akun Twitter Menag Lukman Hakim Saifudin kini mencapai 421 K/ribu) tentunya menjadi kekuatan hebat untuk mempengaruhi warganet. Daya pengaruhnya terhadap pembentukan dan perubahan perilaku warganet, jelas akan berbeda dengan semisal postingan di akun media sosial saya pribadi.  

Bayangkan bila postingan-postingan inspiratif dan edukatif di akun media sosial menteri agama yang dibaca puluhan bahkan ratusan ribu atau jutaan warganet itu kemudian diteruskan atau dibagikan kepada warganet lainnya, atau di-capture kemudian dibagikan ke grup-grup WhatsApp. Dalam sehari, akan ada puluhan ribu atau bahkan jutaan warganet di Indonesia yang tercerahkan. Mereka tidak akan lagi doyan memproduksi hasutan, umpatan maupun ujaran kebencian di media sosial.    

Postingan-postingan informatif yang mencerahkan dan memperluas wawasan warganet ini sudah dilakukan oleh akun Instagram resmi Kementerian Agama. Di akun @kemenag_ri yang dikelola Biro Humas Kemenag RI, ditampilkan informasi aktual yang update hingga tips-tips yang dikemas dengan gaya bahasa enak dibaca semisal tips bagi jemaah haji agar aman saat beribadah. Serta kutipan yang menginspirasi seperti "doa adalah cara terbaik untuk memeluk orang-orang tercinta. Ketika tangan tak bisa menyentuhnya" yang diposting pada 3 Agustus 2018 kemarin.  

Menyebarkan good news agar tidak ada ruang untuk berita hoaks

Selain menuliskan postingan-postingan inspiratif dan edukatif yang bisa mencerahkan warganet di jagad media sosial yang acapkali suram, bila menjadi Menag, saya juga akan aktif membagikan berita-berita bagus dan benar (good news) di media sosial. Utamanya berita-berita yang berkaitan dengan kewenangan saya sebagai menteri agama.

Saya akan rutin membagikan berita-berita informatif yang tentu saja mengandung kebenaran dan mengedukasi umat seperti yang setiap hari dimuat di website resmi Kementerian Agama RI, https://kemenag.go.id/berita. Semisal yang lagi jadi topik utama sekarang ini adalah perihal kesiapan transportasi akomodasi dan konsumsi jemaah haji Indonesia. Amat disayangkan bila berita-berita informatif yang termuat di website tersebut hanya dibaca oleh mereka yang mengunjungi web tersebut. Sudah seharusnya, informasi-informasi tersebut dibagikan ke lebih banyak masyarakat melalui media sosial.

Selain berita-berita dari website resmi Kementerian Agama RI, berita-berita bagus juga bisa diambil dari kanal media massa terpercaya yang memang kompeten dan sudah diakui kebenaran serta disampaikan dengan tata bahasa yang baik, lantas dibagikan kepada warganet di media sosial.   

Menyebarkan berita bagus demi mengecilkan peluang munculnya hoaks di media sosial/Foto: www.rayapos.com
Menyebarkan berita bagus demi mengecilkan peluang munculnya hoaks di media sosial/Foto: www.rayapos.com
Upaya untuk menyebarkan good news di media sosial ini tidak hanya demi untuk mengedukasi dan menambah wawasan umat agar mendapatkan informasi yang aktual dan faktual. Lebih dari itu, dengan ada banyak good news yang beredar di media sosial dan dibagikan oleh warganet, maka ruang bagi beredarnya berita/kabar hoaks juga akan semakin sempit. Pada akhirnya, diharapkan tidak ada lagi ruang bagi tumbuh berkembangnya berita hoaks.   

Sebab, beredarnya berita hoaks di media sosial sejatinya bukan hanya karena memang ada orang-orang tidak bertanggung jawab  yang memang sengaja memproduksi berita hoaks untuk tujuan mereka. Beredarnya berita hoaks juga karena jumlah berita-berita baik dan benar (good news) di media sosial, kalah banyak dengan berita-berita palsu tersebut. Toh, sekarang ini, persepsi masyarakat terhadap berita tidak lagi berprinsip pada pandangan lama bahwa "bad news is good news" tetapi sudah banyak berubah menjadi "good news is good news".

Jangan baperan di media sosial

Dan satu lagi, sikap yang tidak kalah penting untuk dimiliki dan diterapkan ketika bermedia sosial adalah tidak boleh baper alias bawa perasaan. Tidak baperan ini penting agar tetap tenang dalam menanggapi komentar apapun yang mampir ke 'rumah kita' di media sosial. Meminjam bahasanya warganet, jangan "nge-gas" ketika berkomentar ataupun membalas komentar di media sosial.

Sebab, sebagus apapun, seteduh apapun postingan yang disampaikan pak Menteri Agama melalui media sosial, boleh jadi tidak bisa meneduhkan semua orang. Sebaik apapun dan seterang apapun informasi/berita yang disampaikan, mungkin saja tidak akan bisa menerangi semua orang untuk memiliki pemahaman yang sama. Mereka yang pada dasarnya memang tidak mau membuka diri dan membuka hati dan selalu memposisikan berseberangan, boleh jadi akan merespons nyinyir dan berkomentar pedas terhadap postingan dan share berita/informasi tersebut.  

Disinilah pentingnya untuk bersikap adem, se-adem postingan tulisan dan berita yang diberikan kepada warganet. Semua respons dan komentar dari warganet, se-nyinyir apapun, tidak perlu dibawa ke perasaan dan disikapi dengan marah-marah. Sebaliknya, perlu disikapi dengan teduh. Sebab, tentunya tidak lucu bila statusnya sudah bikin adem tetapi sikap dalam merespons warganet malah bikin panas. Kalaupun ada orang yang suka marah dan berkomentar pedas, cara paling mudah menganggap hal itu sebagai 'hiburan' di media sosial.

Dua hal yang akan saya lakukan bila menjadi menteri agama plus bersikap tidak baperan tersebut, bisa menjadi penerang di kehidupan media sosial yang acapkali suram. Melalui postingan yang mencerahkan dan berbagi good news di media sosial, bisa menjadi cara ampuh untuk meredam ujaran kebencian dan membatasi munculnya berita hoaks serta mendorong warganet untuk bijak dan bertanggung jawab dalam bermedia sosial. Harapannya, kehidupan di media sosial bisa teduh dan berdampak langsung bagi teduhnya situasi bangsa.

Pada akhirnya, bermedia sosial itu laksana menjadi api. Pilihannya, mau menjadi yang ganas yang membakar semua, atau api yang mencukupi. Persis seperti yang disampaikan Menag Lukman Hakim Saifudin dalam puisi berjudul "Api dan Api" yang diposting di akun Instagram @kemenag_ri.

Api yang tak terkendali,

Membakar semua yang dijumpai,

sampai tak ada lagi,

hingga membakar dirinya sendiri..

Api yang mencukupi,

Menghangatkan jasad ragawi,

Menjadikan jiwa terterangi,

Berhimpun padanya berjuta energi...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun