Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ada Filosofi di Balik "Mendandani" Rumah Jelang Lebaran

13 Juni 2018   16:14 Diperbarui: 13 Juni 2018   16:24 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada fiosofi dalam mendadani rumah jelang Lebaran/Foto pribadi

Lebaran tinggal menghitung hari. Sama seperti halnya tetangga di kompleks perumahan yang kini bisa dihitung dengan jari berapa banyak yang masih bertahan di rumah alias tidak mudik ke kampung halaman. Karena memang, sejak akhir pekan kemarin, satu demi satu tetangga berpamitan mudik.

Diantaranya pak Arif, tetangga saya yang tadi pagi berangkat mudik ke Yogyakarta dengan kendaraan pribadi. Katanya pengen membuktikan bila mudik tahun ini lancar jaya. Lalu pak Agus yang sejak dua hari lalu mudik ke Solo menggunakan moda kereta api. Bahkan, pak Gagat, tetangga yang berprofesi kontraktor yang bisa libur tanpa mengikuti aturan libur pemerintah, sudah mudik ke Bandung sejak pekan lalu.  

Sementara saya, untuk Lebaran tahun ini giliran "menjaga gawang" alias tidak mudik sehingga seperti seorang penjaga gawang yang tidak ke mana-mana alias tetap berada di gawangnya.

Nah, karena tidak mudik, aktivitas saya menyambut Lebaran kali ini pun berbeda dibanding tahun lalu ketika mudik ke Betawi, ke rumah mertua. Meski kata kawan-kawan saya itu bukan mudik karena tujuannya ke Jakarta. Daripada rame, saya lebih suka menyebutnya "mudik melawan arus" karena ketika banyak orang meninggalkan Jakarta, saya justru sebaliknya.Sambut Lebaran dengan "Mempercantik" Rumah

Nah, bila tahun lalu, di hari-hari menjelang Lebaran, kami sekeluarga sibuk mempersiapkan urusan tiket untuk mudik dan juga barang-barang bawaan untuk mudik, di tahun ini, saya punya waktu cukup longgar untuk menyambut Lebaran. Longgar karena sejak awal tahun ini, saya juga tidak terikat oleh jam kerja kantor maupun aturan libur dari kantor.

Karenanya, sejak awal Ramadan, saya punya target untuk mendadani rumah agar kembali cantik seperti delapan tahun lalu. Jadilah saya rajin 'nyicil belanja' ke toko bangunan untuk membeli cat tembok, cat besi, cat kayu juga kuas dan roll untuk mengecat. Termasuk juga semen dan pasir untuk keperluan menambal beberapa bagian rumah yang perlu diperbaiki.

Saya memang berniat untuk mengerjakan sendiri. Meski ketika melihat langit-langit ruang tamu yang cukup tinggi, jadi rada mikir ini butuh waktu berapa hari untuk mengecat rumah. Begitu juga melihat pagar teralis rumah yang mulai kusam.

Padahal, di kompleks perumahan saya, untuk urusan beres-beres rumah dari yang ringan seperti mengecat, merapikan halaman rumah hingga renovasi, sejatinya mudah. Tinggal panggil tukang, urusan jadi beres. Tentunya tidak sekadar memanggil tetapi juga ada biaya capek untuk tukang yang bekerja tersebut.

Jarang ada warga di lingkungan tempat tinggal saya yang memilih melakukan sendiri pekerjaan rumah tersebut. Keterbatasan waktu dan juga rasa capek sepulang dari tempat kerja, membuat kami yang tinggal di kompleks perumahan ini, lebih memilih untuk membayar orang daripada mengerjakan sendiri. Toh, bila mengerjakan sendiri belum tentu hasilnya bagus. Jadi lebih baik diserahkan pada ahlinya saja.

Namun, saya kali ini benar-benar ingin mengecat rumah sendiri, meskipun kelihatannya jadi bagaimana begitu ketika dilihat tetangga. Tapi yang jelas, saya mengerjakan sendiri bukan karena saya sedang kena kanker alias "kantong kering" sehingga seolah tidak mampu untuk menggaji tukang. Bukan itu. Karena untuk tukang, sudah ada jatahnya untuk membersihkan halaman rumah supatya terlihat lebih rapi. Juga bukan untuk pencitraan supaya dianggap rajin tetangga (kalau yang ini malah lucu).

Saya hanya merasakan lebih punya kebanggaan dan juga kepuasan bila bisa mengecat sendiri pagar rumah dan juga ruang tamu. Hasil kerjanya itu akan diingat sampai nanti. Kebetulan, saya juga punya waktu longgar meskipun bukan menganggur karena pekerjaan menulis tinggal saya alihkan waktu pengerjaannya ke malam hari. Capek mengecat sendiri? Tentu saja. Namun, begitu tahu hasilnya, rasanya terbayar capeknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun