Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tradisi Membangunkan Sahur Cara Bujangan, Pacaran dan Berkeluarga

5 Juni 2018   22:52 Diperbarui: 5 Juni 2018   23:09 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Ketika kembali ke Surabaya dan menikmati Ramadan di rumah pada tahun 2008-an, suasananya juga sudah berbeda dibanding pas bocah dulu. Kemajuan zaman dengan adanya gawai (handphone) plus acara-acara televisi pas sahur yang bervariasi, membuat semarak sahur tidak lagi seperti tahun 90an silam. Terlebih, statusnya tidak lagi jomblo alias sudah punya calon istri.

Jadilah waktu sahur menjadi momentum untuk membangunkan si mantan pacar yang kini jadi istri agar bangun sahur. Ketika terbangun, yang diraih pertama kali adalah handphone. Pun ketika sudah khusyuk sejak dini hari, menunggu waktu untuk membangunkan dia. Sebagai laki-laki, saya memang mencoba berinisiatif untuk membangunkan sahur dia, bukan dibangunkan. Meski terkadang dia yang membangunkan saya ketika di jam biasanya saya belum telpon. Padahal, malamnya, suara dia yang didengar terakhir sebelum tidur. Ah, masa pacaran.

Membangunkan Sahur cara keluarga, prioritasnya anak-anak

Saya beruntung, manisnya tradisi membangunkan sahur saat pacaran itu masih berlanjut ketika kami berkeluarga. Karena satu rumah, tentunya kami tidak perlu membangunkan sahur dengan saling menelpon. Cukup membisik di telinganya. Di tahun-tahun pertama berkeluarga, istri saya yang lebih sering membangunkan saya. Plus dengan masakan sahur yang sudah siap di meja makan.

Ketika anak-anak bertumbuh, sahur kami tidak lagi berdua. Mereka acapkali terbangun dan ikut sahur bersama. Baru di tahun ini, anak sulung saya sudah berpuasa penuh. Dan, membangunkan sahur dia pun menjadi prioritas.

Tidak mudah membangunkan bocah yang biasanya di waktu sahur masih asyik berpetualang di mimpinya. Perlu strategi khusus. Semisal mengatur jam tidurnya agar tidak terlalu malam, lalu menyiapkan menu sahur kesuakaannya sehingga  membuatnya mudah bangun. Meski, seringkali itu sekadar teori. Sebab, susah sekali membangunkan dia meski sudah dibisiki dan diciumi.

Bila sudah seperti itu, terkadang cara ayah nya dalam membangunkan sahur, tidak mempan. Cara seorang mama-lah yang paling ampuh. Entah kenapa bila mama-nya yang membangunkan, dia lantas terbangun. Meski sahurnya pun terkadang hanya enam tujuh suap lalu minum teh/susu hangat, lantas tertidur lagi.

Dari semua tradisi dan cara membangunkan sahur tersebut, semua ada kenangannya. Dan semuanya menurut saya terbaik di eranya. Karena memang, tradisi membangunkan sahur tersebut sejatinya hanya akan tepat sasaran bila caranya selaras dengan kebutuhan orang-orang di zamannya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun