Bila harus menyebutkan empat skill yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, apa saja yang akan sampean (Anda) sebutkan?
Tentunya ada banyak skill yang diperlukan untuk menjadi seorang pemimpin yang bagus. Sebut saja bisa bersikap tegas dalam mengambil keputusan, mampu berkomunikasi dengan baik, bisa membaur dengan bawahan yang dipimpinnya, murah senyum dan skill-skill lainya.
Bagi saya, dari sekian skill itu, ada satu yang harus ada dalam diri seorang pemimpin. Yakni, bisa menjadi contoh teladan bagi bawahan maupun masyarakat yang dipimpinnya.Â
Teladan dari seorang pemimpin itu bisa berwujud pada kemauan untuk bekerja keras--tidak hanya kerja di belakang meja, tetapi juga bekerja "di lapangan", memiliki integritas yang kuat dalam artian apa yang diucapkan dan dilakukan memang selaras, hingga merasa sudah selesai dengan dirinya sendiri sehingga tidak lagi tergoda oleh godaan korupsi. Pendek kata, pemimpin seperti ini sosok inspiratif.
Nah, menjawab tantangan Kompasiana (#thrkompasiana15) perihal sosok inspiratif yang ingin saya jumpai di bulan Ramadan ini, saya tidak ragu menyebut nama Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini. Kebetulan, saya cukup lama tidak bertemu Bu Risma. Ya, sejak awal tahun 2018 ini, saya tidak lagi bertemu "mak e" arek-arek Suroboyo ini.
Padahal, di tahun-tahun sebelumnya, saya hampir setiap hari bisa bertemu dan melihat dari dekat bagaimana cara Bu Risma memotivasi anak buah dan juga merangkul masyarakat Surabaya untuk bersama membangun kota.
Ya, pernah bekerja sebagai staf di Pemkot Surabaya selama hampir 5 tahun, membuat saya dulunya hampir setiap hari nginthil (istilah Surabaya untuk menyebut terus mengikuti) Bu Risma untuk menerjemahkan aktivitasnya ke dalam tulisan.
Dari nginthil tersebut, saya jadi sedikit tahu bagaimana aktifitas keseharian kerja Bu Risma sedari "pagi buta". Bagaimana visi dan harapannya dalam membangun Surabaya, bagaimana mimpinya agar masyarakat Surabaya bisa mandiri ekonomi dengan menjadi tuan/nyonya di kotanya sendiri, bagaimana perhatian besarnya pada anak-anak muda Surabaya agar melek teknologi informasi, serta mimpi besarnya untuk melihat anak-anak Surabaya berprestasi di tingkat global. Â
Dan satu yang pasti, tentang kesukaan nya untuk turun langsung "ke lapangan". Â Namanya suka, tentunya dilakukan berulang-ulang dan atas dasar suka. Berbeda dengan sekadar mau 'ke lapangan' yang boleh jadi dimaknai mau melakukan karena ada maunya.
Selama lima tahun, tentu saja ada banyak sekali cerita. Namun, beberapa saja yang masih terekam dalam ingatan. Diantaranya tentang seringnya Bu Risma melakukan inspeksi mendadak (Sidak) pengerjaan proyek infrastruktur di Surabaya. Dari mulai Sidak pengerjaan box culvert hingga pembangunan rumah pompa. Tidak hanya di kota, tetapi juga di kampung-kampung.
Saya sempat berpikir, apa sih pentingnya seorang wali kota turun langsung memantau pengerjaan bangunan fisik di lapangan? Toh, sudah ada kepala dinas terkait yang bisa melakukannya. Hingga, saya menemukan jawabannya. Bahwa, pentingnya seorang pemimpin turun langsung ke lapangan, ternyata tidak hanya sebagai pelecut agar pengerjaannya cepat selesai. Namun, yang lebih penting, agar seorang pemimpin tidak hanya mendapatkan laporan AIS alias "asal ibu senang". Bagaimana anak buahnya akan berani mengarang cerita semisla pengerjaan yang belum baik dikatakan baik, lha wong pemimpinnya lebih tahu karena setiap hari melakukan pengecekan langsung.