Nah, radio adalah media yang paling fleksibel. Radio itu menembus batas. Radio tidak hanya bisa didengarkan di rumah. Ketika warga beraktivitas ke sawah ladang di perbukitan ataupun melaut, siaran radio masih bisa dinikmati. Bandingkan dengan televisi yang tidak semua stasiun nya memiliki pemancar yang bisa menjangkau kawasan pegunungan seperti halnya di Malang. Mendengarkan radio juga lebih murah bila dibandingkan televisi yang butuh listrik maupun media sosial yang butuh kuota internet.
Kemasan Sempurna Sandiwara Radio Asmara di Tengah Bencana-bencana
BNPB juga tentunya tidak sembarangan dalam menentukan radio yang memutar sandiwara radio "Asmara di Tengah Bencana 2". Radio-radio yang dipilih tentu telah dilakukan survei sebelumnya. Semisal stasiun radio tersebut memiliki basis pendengar setia yang cukup banyak dan tersebar di wilayah-wilayah yang menjadi target program edukasi bencana. Selain itu, radio tersebut memiliki kualitas daya siar yang dapat ditangkap dengan kualitas suara yang baik di daerah-daerah target edukasi bencana.
Dan yang tidak kalah penting, radio tersebut mampu melakukan promosi baik on air maupun off air agar program sandiwara radio ini lebih dikenal dan dicinta pendengarnya. Terlebih, dalam hal ini, BNPB juga menggandeng radio-radio lokal serta radio komunitas yang tentunya bisa menjangkau ke pelosok-pelosok perkampungan.
Satu lagi yang penting, selain memilih radio yang tepat, BNPB juga mempersiapkan matang sandiwara radio yang berisi pesan sadar bencana ini. Persiapan matang itu terlihat mulai dari penulis skenario nya, siapa saja pengisi suara nya, disiarkan di radio mana saja, dan disiarkan jam berapa. Semuanya sudah dihitung matang oleh BNPB. Jadilah sandiwara radio "Asmara di Tengah Badai2" ini terkemas sempurna.
Kita tahu, sandiwara radio adalah pertunjukan drama yang mengandalkan kekuatan suara. Sandiwara radio mengandalkan dialog, musik dan efek suara untuk membantu para pendengar berimajinasi membayangkan penokohan dan jalan ceritanya. Tetapi, semua itu tidak akan terpenuhi bila tema cerita yang disajikan tidak bagus. Nah, nama S.Tidjab sebagai penulis naskah Asmara di Tengah Badai, cukup menjadi penjelas bagaimana kualitas sandiwara radio ini.
Dari semua kelebihan radio dan sandiwara radio Asmara di Tengah Badai ini, saya menilai pilihan BNPB memilih radio sebagai media membangun sadar bencana kepada masyarakat yang tinggal di kawasan "disaster hypermart", sangatlah tepat. Belum lagi strategi lainnya yang telah diatur matang oleh BNPB sebelum mengenalkan "Asmara di Tengah Bencana2" ini kepada masyarakat.
Bahwa, BNPB tidak sembarangan dalam memilih daerah-daerah yang menjadi target disiarkannya sandiwara radio ini, juga masyarakat yang menjadi sasaran pendengarnya. Dan juga, sandiwara radio "Asmara di Tengah Bencana" yang digarap dan dipersiapkan sangat matang. Tiga hal itulah yang menjadi jawaban, bahwa BNPB tidak salah memilih radio dalam membangun budaya sadar bencana. Karenanya, tidak salah untuk optimis, pilihan BNPB memilih radio untuk membangun budaya sadar bencana, akan bisa maksimal. Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H