Gabriel Fernando de Jesus. Kenalkah Anda dengan nama ini?
Anda yang tidak intim memperhatikan Liga Inggris pekan demi pekan, rasanya masih belum kenal dengan nama ini. Boleh jadi baru mendengarnya. Beda cerita bila yang terdengar adalah nama Sergio Aguero. Pikiran Anda pastinya bakal langsung tertuju pada penyerang haus gol asal Argentina yang kini main di Manchester City. Karena memang, dari sisi popularitas, Aguero memang jauh lebih terkenal dari Gabriel Jesus yang merupakan bocah anyar di klub Manchester Biru itu.
Namun, di Inggris sana, selama dua pekan ini, nama Gabriel Jesus tengah ngetop. Namanya bahkan lebih sering jadi perbincangan ketimbang Aguero. Beberapa mantan pesepak bola top Inggris seperti Jamie Redknapp, Jamie Carragher, Martin Keown, hingga Jermain Jenas, yang kini jadi pundit, tengah ‘latah’ membicarakan anak muda Brasil berusia 19 tahun ini. Bahkan, muncul pertanyaan “lebih hebat mana, Gabriel Jesus atau Sergio Aguero”?
Ya, anak muda yang kedatangan nya ke City dari klub Brasil, Palmeiras, sebenarnya dimaksudkan sebagai ‘ban serep’ nya Aguero ini, kini justru bukan sekadar pemain pengganti. Di tiga pertandingan terakhir yang dilakoni City, Gabriel Jesus jadi pilihan utama pelatih Pep Guardiola. Aguero? Justru dia yang kini duduk di bangku cadangan.
Adalah momen di Selhurst Park, markas Crystal Palace pada akhir Januri lalu yang menjadi momen ‘perubahan nasib’ anak muda yang mengidolakan penyerang legendaris Brasil, Ronaldo Luiz da Lima ini.
Kala itu, Guardiola rupanya sampai pada ujung kesabarannya pada Aguero. Tidak hanya rentan cedera, striker 28 tahun itu juga mulai kesulitan mencetak gol. Utamanya ketika City dihajar Everton 0-4 (15/1) dan ditahan Spurs 2-2 di kandang sendiri pada 22 Januari.
Maka, pada 28 Januari ketika melawan Palace pada babak IV Piala FA, Guardiola mengambil keputusan mengejutkan. Dia memainkan anak ini sebagai starter dalam skema 4-2-3-1. Gabriel Jesus main penuh di laga yang dimenangi City 3-0 ini. Meski tidak bikin gol, tetapi striker bernomor 33 ini bikin satu assist untuk Raheem Steerling yang merupakan gol pembuka City. Pergerakan nya yang dinamis membuat permainan City jadi lebih hidup.
Sebenarnya, apa yang istimewa dari anak muda kelahiran 3 April 1997 ini sehingga bisa merebut posisi Aguero yang jauh lebih berpengalaman?
Pernyataan striker legendaris Arsenal, Ian Wright yang kini jadi pundit, bisa menjadi rujukan. Wright bicara begini “Anak muda ini (Gabriel Jesus) tidak hanya hebat ketika menyerang. Dia juga mau bertahan dan menjadi bek. Aguero harus mulai khawatir dengan posisi nya”.
Jawabannya, Gabriel Jesus bisa mem-branding diri nya dengan tepat. Dia menunjukkan kepada semua orang, utamanya Pep Guardiola, bahwa dirinya punya kemampuan yang dibutuhkan oleh Manchester City. Bukan hanya kemampuan menyatu dengan tim dan mencetak gol secara rutin. Tetapi juga kemauan untuk membantu tim dalam bertahan. Kelebihan terakhir itulah yang tidak dimiliki Aguero.
Problem keseimbangan tim utamanya dalam menghadapi perubahan mendadak dari situasi menyerang ke bertahan inilah yang acapkali menjadi kelemahan City. Itupula yang menjadi penyebab hancur lebur nya City kala menghadapi Everton yang piawai mengandalkan serangan balik. Dan Pep menyadari itu. Karenanya, dia merasa menemukan “sambungan rantai yang hilang” kala melihat Gabriel Jesus bermain.
Jadi, lebih bagus mana, Gabriel Jesus atau Sergio Aguero?
Perihal pengalaman dan kualitas, tidak ada yang meragukan Aguero yang pernah jadi top skor Premier League 2014/15 dan membawa City juara Premie League dua kali. Dalam hal ini, Gabriel Jesus memang kalah dari seniornya itu.
Namun, bukankah pengalaman bisa dikejar seiring berjalannya waktu. Bukankah kualitas bisa raih dengan terus belajar mengoptimalkan potensi dan belajar dari kesalahan. Yang terpenting sejatinya adalah adanya semangat besar untuk mau bekerja keras. Semangat untuk mau belajar. Juga attitude yang benar. Dan semangat mau belajar juga perilaku yang bagus itulah yang ditunjukkan Gabriel Jesus.
Bagaimana jadinya bila Gabriel Jesus yang punya potensi bagus itu ternyata tidak punya perilaku bagus atau sekadar jadi ‘pemain salon’ di lapangan yang malas berlari dan enggan membantu tim kala bertahan? Rasanya akan sulit membuatnya untuk sekadar main sebagai starter.
Branding diri itulah yang dilihat oleh banyak orang. Karena memang, orang lain akan punya penilaian terhadap diri kita dari branding diri yang kita tampilkan. Ya, kita bisa belajar dari cara Gabriel Jesus membranding dirinya. Bahwa, kalah pengalaman bukanlah akhir cerita menuju sukses. Karena, kualitas dan pengalaman bisa dikejar, tetapi kebiasaan mau bekerja keras itu yang tidak dimiliki setiap orang. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H