Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Belajar "Ilmu Branding" dari Gabriel Jesus

7 Februari 2017   13:18 Diperbarui: 8 Februari 2017   09:22 1041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gabriel Fernando de Jesus. Kenalkah Anda dengan nama ini?

Anda yang tidak intim memperhatikan Liga Inggris pekan demi pekan, rasanya masih belum kenal dengan nama ini. Boleh jadi baru mendengarnya. Beda cerita bila yang terdengar adalah nama Sergio Aguero. Pikiran Anda pastinya bakal langsung tertuju pada penyerang haus gol asal Argentina yang kini main di Manchester City. Karena memang, dari sisi popularitas, Aguero memang jauh lebih terkenal dari Gabriel Jesus yang merupakan bocah anyar di klub Manchester Biru itu.

Namun, di Inggris sana, selama dua pekan ini, nama Gabriel Jesus tengah ngetop. Namanya bahkan lebih sering jadi perbincangan ketimbang Aguero. Beberapa mantan pesepak bola top Inggris seperti Jamie Redknapp, Jamie Carragher, Martin Keown, hingga Jermain Jenas, yang kini jadi pundit, tengah ‘latah’ membicarakan anak muda Brasil berusia 19 tahun ini. Bahkan, muncul pertanyaan “lebih hebat mana, Gabriel Jesus atau Sergio Aguero”?

Ya, anak muda yang kedatangan nya ke City dari klub Brasil, Palmeiras, sebenarnya dimaksudkan sebagai ‘ban serep’ nya Aguero ini, kini justru bukan sekadar pemain pengganti. Di tiga pertandingan terakhir yang dilakoni City, Gabriel Jesus jadi pilihan utama pelatih Pep Guardiola. Aguero? Justru dia yang kini duduk di bangku cadangan.

Adalah momen di Selhurst Park, markas Crystal Palace pada akhir Januri lalu yang menjadi momen ‘perubahan nasib’ anak muda yang mengidolakan penyerang legendaris Brasil, Ronaldo Luiz da Lima ini.

Kala itu, Guardiola rupanya sampai pada ujung kesabarannya pada Aguero. Tidak hanya rentan cedera, striker 28 tahun itu juga mulai kesulitan mencetak gol. Utamanya ketika City dihajar Everton 0-4 (15/1) dan ditahan Spurs 2-2 di kandang sendiri pada 22 Januari.

Maka, pada 28 Januari ketika melawan Palace pada babak IV Piala FA, Guardiola mengambil keputusan mengejutkan. Dia memainkan anak ini sebagai starter dalam skema 4-2-3-1. Gabriel Jesus main penuh di laga yang dimenangi City 3-0 ini. Meski tidak bikin gol, tetapi striker bernomor 33 ini bikin satu assist untuk Raheem Steerling yang merupakan gol pembuka City. Pergerakan nya yang dinamis membuat permainan City jadi lebih hidup.

Gabriel Jesus, kini jadi pilihan utama Guardiola/Daily Mail
Gabriel Jesus, kini jadi pilihan utama Guardiola/Daily Mail
Lima hari kemudian, kala City away ke markas West Ham pada 2 Februari lalu, Guardiola kembali memilih nya sebagai striker tunggal pada skema 4-1-4-1. Hasilnya, satu assist dibuatnya untuk gol pertama City lewat Kevin de Bryune. Dia juga bikin gol ketiga City yang merupakan gol pertama nya di Premier League. Puncaknya terjadi akhir pekan kemarin kala City menjamu Swansea City. Gabriel Jesus jadi lakon utama kemenangan 2-1 City dengan mencetak gol pertama dan gol penentu di menit 92. Koran-koran Inggris heboh karena dua gol nya itu, Daily Mail bikin judul bombastis “Jesus Save City”.

Sebenarnya, apa yang istimewa dari anak muda kelahiran 3 April 1997 ini sehingga bisa merebut posisi Aguero yang jauh lebih berpengalaman?

Pernyataan striker legendaris Arsenal, Ian Wright yang kini jadi pundit, bisa menjadi rujukan. Wright bicara begini “Anak muda ini (Gabriel Jesus) tidak hanya hebat ketika menyerang. Dia juga mau bertahan dan menjadi bek. Aguero harus mulai khawatir dengan posisi nya”.

Jawabannya, Gabriel Jesus bisa mem-branding diri nya dengan tepat. Dia menunjukkan kepada semua orang, utamanya Pep Guardiola, bahwa dirinya punya kemampuan yang dibutuhkan oleh Manchester City. Bukan hanya kemampuan menyatu dengan tim dan mencetak gol secara rutin. Tetapi juga kemauan untuk membantu tim dalam bertahan. Kelebihan terakhir itulah yang tidak dimiliki Aguero.

Problem keseimbangan tim utamanya dalam menghadapi perubahan mendadak dari situasi menyerang ke bertahan inilah yang acapkali menjadi kelemahan City. Itupula yang menjadi penyebab hancur lebur nya City kala menghadapi Everton yang piawai mengandalkan serangan balik. Dan Pep menyadari itu. Karenanya, dia merasa menemukan “sambungan rantai yang hilang” kala melihat Gabriel Jesus bermain.

Jadi, lebih bagus mana, Gabriel Jesus atau Sergio Aguero?

Perihal pengalaman dan kualitas, tidak ada yang meragukan Aguero yang pernah jadi top skor Premier League 2014/15 dan membawa City juara Premie League dua kali. Dalam hal ini, Gabriel Jesus memang kalah dari seniornya itu.

Namun, bukankah pengalaman bisa dikejar seiring berjalannya waktu. Bukankah kualitas bisa raih dengan terus belajar mengoptimalkan potensi dan belajar dari kesalahan. Yang terpenting sejatinya adalah adanya semangat besar untuk mau bekerja keras. Semangat untuk mau belajar. Juga attitude yang benar. Dan semangat mau belajar juga perilaku yang bagus itulah yang ditunjukkan Gabriel Jesus. 

Bagaimana jadinya bila Gabriel Jesus yang punya potensi bagus itu ternyata tidak punya perilaku bagus atau sekadar jadi ‘pemain salon’ di lapangan yang malas berlari dan enggan membantu tim kala bertahan? Rasanya akan sulit membuatnya untuk sekadar main sebagai starter.

Gabriel Jesus (kiri) bersama Neymar ketika meraih emas sepak bola Olimpiade/Daily Mail
Gabriel Jesus (kiri) bersama Neymar ketika meraih emas sepak bola Olimpiade/Daily Mail
Gabriel Jesus mampu mem-branding dirinya sendiri sebagai anak muda yang mau belajar, mau bekerja keras demi menutupi minimnya pengalaman. Branding diri sebagai anak muda yang tidak hanya mengandalkan bakat besar tapi juga mau berlatih dan bekerja keras, serta belajar dari senior nya. Dia mengaku belajar banyak dari senior senegara nya di Manchester City, Fernandinho.  Branding seperti itupula yang dia perlihatkan di Timnas Brasil. Di usianya yang masih 19 tahun, dia sudah masuk Timnas senior. Bahkan, dia sudah bikin empat gol dari enam laga. Dia juga menjadi bagian dari sukses Brasil meraih emas Olimpiade tahun lalu. 

Branding diri itulah yang dilihat oleh banyak orang. Karena memang, orang lain akan punya penilaian terhadap diri kita dari branding diri yang kita tampilkan. Ya, kita bisa belajar dari cara Gabriel Jesus membranding dirinya. Bahwa, kalah pengalaman bukanlah akhir cerita menuju sukses. Karena, kualitas dan pengalaman bisa dikejar, tetapi kebiasaan mau bekerja keras itu yang tidak dimiliki setiap orang. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun