Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Melangkah Ikuti Passion Cara “Dewa Budjana KW”

1 November 2016   18:09 Diperbarui: 1 November 2016   18:19 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Kuncinya berani malu. Saya terlecut ucapannya Bob Sadino bahwa usaha yang paling bagus ya usaha yang dijalankan, bukan hanya dikatakan,” ujarnya.

Hidup Harus Terus Bergerak Maju

Namun, ia tidak mau jalan di tempat. Baginya, hidup harus dinamis. Harus terus bergerak maju agar tidak bosan. Maka, terinspirasi dari ngobrol dengan beberapa orang di tempat liputan yang mengeluhkan kiriman koran pagi di kantornya seringkali telat, pria asal Lamongan ini serasa menemukan ide baru. Bak ada lampu menyala di atas kepala nya seperti ilustrasi di film-film ketika menggambarkan seseorang yang mendadak mendapat ide cemerlang.

Ide bisnis itu pun jalan. Jadilah rumah Ihya bak percetakan koran kala Shubuh tiba. Setiap pagi buta. Ihya bak juragan koran yang memilah-milah koran yang akan dikirim ke kantor-kantor. Tugas Ihya hanya memilih koran. Sementara tugas pengiriman dilakukan orang lain. Dari awalnya hanya ada lima tempat yang dikirimi koran, kini sudah lebih dari 20 tempat.

“Alhamdulillah hasilnya lumayan. Dari semua bisnis yang saya tekuni ini, saya bisa membeli mobil,” sambung bapak tiga anak ini.

Ihya dengan tumpukan koran di rumahnya/foto pribadi
Ihya dengan tumpukan koran di rumahnya/foto pribadi
Sempat Jatuh Bangun

Namun, kisah wirausaha Ihya tak selalu manis. Dalam perjalanan bisnis nya, si Dewa Budjana KW ini beberapa kali mengalami kejadiantidak mengenakkan yang seperti menguji seberapa besar passion nya. Usaha tahu bulat yang dirintisnya dan sebenarnya punya prospek cerah, harus berhenti pada 2013 silam. Penyebabnya, dia tidak menemukan orang yang bisa menjaga lapak tahu bulat nya.

Ihya juga pernah mendapati lapak yang telah disewa nya di kantin sebuah sekolah, diserobot orang lain karena dirinya tidak berjualan selama beberapa hari. Pria yang sempat menjadi dosen tamu di sebuah kampus sebelum jadi jurnalis ini juga pernah “diusir halus” oleh pemilik lahan dalam artian sewa stan nya diputus di tengah jalan karena jualannya lebh laris dibandingkan jualan orang lain yang ternyata saudara pemilik lahan tersebut. Namun, yang paling membuatnya sesak adalah ketika lapak jualan kopi nya di depan sebuah kampus, hilang dicuri orang karena dirinya tidak berjualan selama beberapa hari.

Toh, semua kegetiran dalam berusaha itu tidak membuatnya patah semangat. Passion nya untuk berwirausaha tetap tinggi. Buktinya, hingga kini, bisnis kopi dan bisnis loper koran Ihya masih jalan. Bahkan terus bertumbuh. Ihya berhasil menjadikan bisnis nya menjadi sustainable business alias bisnis berkelanjutan. Ia kini telah mampu menggaji  beberapa karyawan. “Di usia kita sekarang, bukan waktunya lagi digaji atau menunggu gaji dari orang lain. Sudah waktunya kita menggaji orang lain dengan menciptakan lapangan kerja,” ujar Ihya.

Satu lagi, dalam menjalankan bisnisnya, Ihya tidak menganaktirikan profesinya sebagai jurnalis. Hampir tidak pernah, urusan bisnis nya tumpang tindih dengan pekerjaannya. Sebab, tugas untuk berjualan ataupun pengiriman koran, ia serahkan kepada karyawannya. Ia hanya memantau persiapan pengiriman koran pada pagi hari. Berikutnya, sehari-hari, ia tetap menjalankan tugasnya sebagai jurnalis. Melakukan peliputan, mewawancara narasumber dan menulis beritanya, masih rutin ia lakukan. “Menulis itu tugas dan berwirausaha itu passion. Dua-duanya bisa jalan,” sambungnya.

Ke depan, Ihya punya mimpi. Dia ingin memiliki cafe kopi yang ia kelola bersama istrinya. Tidak sekadar kafe yang menjajakan aneka kopi dan juga jajanan tradisional, tetapi juga ada corner book nya. Ada buku-buku yang dipajang dan bisa dibaca gratis oleh pengunjung cafe nya. Selain berbisnis, dia juga ingin beramal sosial dengan mengajak pembaca agar lebih gemar membaca buku. "Selain nyari rezeki lewat jualan kopi, corner book itu juga bisa bermanfaat untuk banyak orang. Itu mimpi saya," ucapnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun