'Something happened in the stadium. You could see it, you could feel it and you could smell it'
Begitu komentar pelatih Liverpool, Juergen Klopp seusai timnya memastikan lolos ke semifinal Europa League melalui kemenangan dramatis 4-3 di Anfield atas Borussia Dortmund pada leg II perempat final Europa League, Jumat (15/4) pagi tadi. Kemenangan yang didapat setelah tertinggal dua gol (come back) ini mengingatkan orang pada apa yang dilakukan Liverpool pada final Liga Champions 2005 silam.
[caption caption="Pemain Liverpool merayakan kemenangan dramatis atas Dortmund/Daily Mail"][/caption]Ya, seperti kata Klopp, sesuatu memang terjadi di stadion Anfield. Andai saja pagi tadi saya ikut berdiri di tribun Anfield bersama puluhan ribu Kopites yang menyaksikan langsung laga menegangkan ini, saya pastinya juga bisa ikut melihatnya, bisa ikut merasakannya dan mencium aromanya seperti yang Klopp katakan.
Apa yang terjadi di Anfield tadi pagi mengingatkan saya bahwa sepak bola masih hidup dengan kisah impossible is nothing nya. Bahwa sepak bola era sekarang bukan melulu urusan pragmatisme. Kisah klasik sepak bola seperti di era-era dulu, selalu bisa terulang.
Keseruan sudah tersaji sejak kick off. Liverpool yang mengantongi hasil 1-1 di markas Dortmund pada leg pertama pekan lalu, seharusnya melewati jalan lumayan lapang menuju semifinal. The Reds sejatinya hanya butuh main aman dan meraih skor 0-0 untuk lolos. Namun, apa daya, laga belum genap 10 menit berjalan, gawang Liverpool sudah jebol dua kali oleh sepakan Mkhitaryan dan Aubameyang. Fans Dortmund yang seolah datang untuk menginvansi Anfield bersorak girang sembari mengibarkan bendera raksasa berwarna kuning dengan logo Dortmund. Sementara, aura cemas terlihat jelas dari wajah pemain Liverpool, Kopites. Dan juga Klopp.
[caption caption="Ekspresi lesu Emre Can ketika tertinggal dua gol di babak pertama/Daily Mail"]
Harapan sempat muncul di awal babak kedua ketika Divock Origi mencetak gol cepat. Menit 48, skor berubah jadi 1-2. Anfield kembali bergemuruh. Dua gol lagi. Tetapi, sembilan menit berselang, justru Dortmund mencetak gol ketiga lewat Marco Reus. Skor jadi 1-3 dan agregat 2-4 untuk Dortmund.
Laga tinggal 30 menit, Klopp memasukkan Daniel Sturridge menggantikan Roberto Firmino dan Joe Allen menggantikan Adam Llana. Dan, menit ke-66, datanglah momen kebangkitan lewat gol keren Philippe Coutinho. Sebuah gol cantik yang diawali passing cepat yang melibatkan empat pemain. Joe Allen mengoper ke Alberto Moreno di sisi kiri pertahanan yang lantas dioper ke Coutinho. Si nomor 10 dari Brasil ini lantas melakukan umpan one two dengan James Milner yang diakhiri dengan tendangan keras akurat. 2-3.
[caption caption="Inilah skema gol Coutinho di koran Daily Mail"]
[caption caption="Dejan Lokvrend mencetak gol penentu/Daily Mail"]
Ingatan itulah yang coba dipakai Klopp untuk membakar semangat Milner cs. Klopp menyebut dirinya ikut menjadi saksi laga final ajaib di Istanbul tersebut, meskipun sekadar menonton lewat televisi.
Dan, karena Klopp adalah seorang motivator bola. Karena Klopp punya kemampuan public speaking hebat. Karena Klopp tidak memposisikan dirinya sebagai bos yang hanya bisa menyuruh tetapi dia punya kedekatan dengan pemain-pemainnya, maka cara itu sangat-sangat berhasil untuk membakar motivasi The Reds.
“Saya katakan kepada mereka, saya tidak berada di sana (Istanbul), tetapi ada beberapa pemain Liverpool yang sekarang menjadi experts di TV, mereka sempat tertinggal 3-0 tetapi kemudian memenangi final Liga Champions,” ujar Klopp.
[caption caption="Klopp dan Lokvrends, memperlihatkan tidak ada yang tidak mungkin/Daily Mail"]
Bagi Klopp, yang terpenting bukanlah memenangi pertandingan. Tetapi memperlihatkan karakter Liverpool. Karakter sebagai tim besar yang tidak menyukai kekalahan. Bila karakter itu keluar, urusan memenangi pertandingan akan menjadi lebih mudah. Dan itulah yang dilakukan anak asuh Klopp pagi tadi. Mereka memperlihatkan karakter bahwa apapun masih mungkin.
[caption caption="Klopp meluapkan emosinya/Daily Mail"]
Ah ya, selain momen Istanbul itu, mungkin sedikit yang ingat bahwa Liverpool era Klopp juga pernah melakukan come back luar biasa di Liga Inggris. Tepatnya pada 23 Januari 2016 ketika meladeni tuan rumah Norwich City. Liverpool sempat tertinggal 1-3 hingga menit ke-55, lantas berbalik unggul 4-3 di menit ke-75. Sempat disamakan 4-4 di menit ke-92 yang seolah akan menjadi hasil akhir laga, tetapi di menit terakhir, 95, Liverpool mencetak gol kemenangan.
Saking girangnya merayakan gol itu dengan para pemainnya, berpelukan dengan pemainnya, kacamata kesayangan Klopp sampai terjatuh dan pecah. Tapi, apalah makna kacamata bila dibanding kemenangan luar biasa seperti itu. Sama saja dengan laga melawan Dortmund ini, seberapa pun ia menderita sepanjang laga, pada akhirnya, dia bisa tertawa di akhir laga. Dan, seperti pepatah Inggris, pemenang adalah mereka yang tertawa di bagian akhir cerita.
Kini, Liverpool tinggal menunggu lawan di semifinal. Bisa dua tim Spanyol, sang juara bertahan Sevilla, atau Villarreal. Atau, tim Ukraina, Shakhtar Donetsk. Undian akan digelar UEFA pada Jumat (15/4) siang waktu Eropa atau petang waktu kita. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H