[caption caption="Dua Pemain Muda Liverpool, Kevin Stewart dan Cameron Brannagan mengawal bintang West Ham, Dimitri Payet/Daily Mail"] [/caption]Cerita putaran IV Piala FA sudah berlalu akhir pekan lalu. Bahkan, sudah ada drawing putaran V yang salah satunya menyajikan duel big match, Chelsea vs Manchester City. Namun, publik di Inggris sana masih ramai ngobrol seputar laga Liverpool vs West Ham United yang berakhir 0-0. Apa menariknya laga sepi gol itu jadi perbincangan?
Bukan hasilnya yang ramai diperbincangkan. Tetapi keputusan pelatih Liverpool, Juergen Klopp memainkan 10 anak-anak muda yang jadi gunjingan. Dengan memainkan sekumpulan bocah di pertandingan Piala FA, Klopp dituding tidak respek pada turnamen berusia 145 tahun itu.
Oleh pers Inggris, Klopp bahkan dianggap lebih memprioritaskan Piala Laga ketimbang turnamen sarat sejarah itu. Dengan lebih mementingkan Piala Liga, pelatih berkebangsaan Jerman ini seolah-olah dianggap buta sejarah sepak bola Inggris. Tudingan ini lebih parah daripada semisal ocehan terkenal pundit Alan Hansen kepada Sir Alex Ferguson pada pertengahan 90 an silam yang berujar “You can’t win anything with kids” (Sir Alex nyatanya bisa meriah banyak trofi dengan akademi class 92 nya).
Salah satu koran laris di Inggris, Daily Mail memuat lead berita yang menggambarkan tudingan untuk Klopp itu. “The die was cast early. From the moment Jurgen Klopp announced 10 changes from their midweek match against Stoke it was clear that even the League Cup can take priority over a competition with 145 years of history”.
Ceritanya, sebelum tampil di Piala FA, Liverpool main di semifinal Piala Liga (Capital One Cup) melawan Stoke City (27/1). Di laga itu, Klopp memainkan tim terbaiknya. Liverpool pun melaju ke final lewat kemenangan adu penalti 6-5. Nah, tiga hari kemudian, Liverpool meladeni West Ham United di Anfield pada putaran IV Piala FA.
Alih-alih memainkan tim terbaik, Klopp mengubah total susunan pemain nya dari tim yang melawan Stoke. Liverpool diisi sekumpulan anak-anak muda yang namanya jarang kita dengar. Ada nama Joa Carlos Teixeira (Portugal/23 tahun), Cameron Brannagan (Inggris/19 tahun), Kevin Stewart (Inggris/22 tahun), Brad Smith (Australia/21 tahun). Juga Oluwaseyi Ojo (18 tahun) dan Jerome Sinclair (19 tahun) yang masuk sebagai pengganti di babak kedua. Itu belum termasuk Nathaniel Clyne (24 tahun) dan Jordon Ibe (20 tahun) yang sering masuk tim utama. Klopp juga memberi debut starter kepada Steven Caulker. (24 tahun).
Hanya kiper Simon Mignolet, satu-satunya starter di laga lawan Stoke yang kembali tampil di laga ini. Cristian Benteke dan Joe Allen yang biasanya jadi pelapis, kali ini jadi starter. Plus, pemain senior seperti Dejan Lokvrend yang baru piluh dari cedera
[caption caption="Roberto Firmino hanya jadi penonton/Daily Mail"]
Padahal, yang dihadapi adalah West Ham United, tim peringkat 6 Premier League. Apalagi, pelatih West Ham, Slaven Bilic juga memainkan tim terbaiknya. Bilic memainkan Enner Valencia, Nikica Jelavic, Alex Song dan Victor Moses. Termasuk pemain yang tengah dipuja-puja pers Inggris: Dimitri Payet.
Salahkah Klopp ‘menomorduakan’ Piala FA ketimbang Piala Liga ?
Dari pendekatan target, tidak ada yang salah dengan keputusan Klopp itu. Dengan Liverpool selangkah lagi tampil di final, sebuah hal wajar bila Klopp memilih memainkan pasukan terbaiknya kala meladeni Stoke di semifinal Piala Liga. Klopp tentu tidak ingin melewatkan kesempatan meraih trofi pertama.
Bicara target, bila menerka pemikiran Klopp, target realistis The Normal One di musim pertama nya adalah meraih satu trofi dan sebisa mungkin membawa Liverpool merebut tiket ke Liga Champions. Artinya, Liverpool minimal kudu finish di empat besar di Premier League musim 2015/16 ini. Liverpool kini ada di posisi 7 dengan 34 poin, selisih 8 poin dengan tim urutan 4, Tottenham Hotspur (42 poin). Dengan Premier League masih menyisakan 15 laga, kemungkinan apapun masih bisa terjadi. Termasuk kemungkinan Liverpool masuk empat besar.
Nah, memainkan skuad muda di Piala FA tersebut, juga masih terkait target Liverpool di Premier League. Sebab, tengah pekan ini, Rabu (3/2), Liverpool akan melakoni laga berat: away ke markas tim pemuncak klasemen, Leicester City. Lalu, Sabtu (6/3), menjamu Sunderland di Anfield. Makanya, Klopp ingin tim nya dalam kondisi segar sebelum menantang Leicester City.
Toh, Liverpool belum tersingkir dari Piala FA. Hasil 0-0 berarti membuat Liverpool kudu melakoni laga replay melawan West Ham (gantian West Ham jadi tuan rumah) pada 10 Februari mendatang. Memang, Liverpool berarti kudu memainkan pertandingan esktra yang menguras tenaga. Toh, Klopp punya pasukan mudah yang siap bergantian tampil dengan seniornya.
Tetapi, saya kok meyakini, Klopp akan memainkan tim terkuatnya kala meladeni West Ham di laga reply nanti. Apalagi bila Liverpool mampu memenangi dua laga Premier League pekan ini. Klopp tentunya tak mau “melepas” Piala FA begitu saja. Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H