Ada banyak inspirasi sunyi dari sepak bola. Sunyi karena tidak semua orang bisa melihat dan menangkap inspirasi itu. Kesunyian inspirasi bola itulah yang coba saya tangkap untuk ditulis menjadi buku. Sejak lama, saya memimpikan ingin menulis buku esai sepak bola. Keinginan itu muncul ketika membaca buku trilogi esai sepak bola nya Sindhunata atau juga Arief Natakusumah--wartawan senior BOLA.
Maka, jadilah buku esai sepak bola pertama saya. Judulnya “Robot Sepak Bola” yang terbit pada 2013 lalu. Setahun kemudian, menyambut Piala Dunia 2014, lahir buku kedua “Yang Terlupa dari Piala Dunia” menyoroti sisi-sisi humanis sepak bola yang terlupakan dari Piala Dunia. Kini tengah menyiapkan naskah buku "esai Piala Eropa 2016" yang kembali mengulas 'inspirasi sunyi' dari turnamen bola yang dianggap Piala Dunia mini" ini.
[caption caption="dua buku drama sepak bola: Robot Sepak Bola dan Yang Terlupa dari Piala Dunia "]
Dan sebagai penulis pemula, tentu saja tidak mungkin buku saya diterbitkan penerbit besar (major label) dan dipajang di rak-rak di toko buku. Saya menerbitkan sendiri buku itu (indie label). Lantas menjualnya sendiri ke kenalan-kenalan melalui promo di BlackBerry Messenger dan Facebook. Meski secara hasil, dapatnya nggak banyak, tetapi ada kepuasan tak ternilai. Dan kabar baiknya, buku itulah yang kemudian menjadi pintu pembuka untuk mendapatkan kesempatan lainnya. Semuanya berawal dari kesukaan pada sepak bola. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H