4. Pertukaran Budaya Global
Media digital telah meruntuhkan batas geografis, memungkinkan pertukaran budaya antar negara dengan lebih mudah. Masyarakat dapat mengakses informasi dan konten dari berbagai budaya di seluruh dunia, sehingga meningkatkan pemahaman dan toleransi antar budaya. Contohnya, popularitas K-Pop di Indonesia yang menunjukkan bagaimana media digital dapat mempopulerkan budaya suatu negara ke negara lain.
5. Dampak Negatif:
Dalam setiap hal positif yang di berikan selalu ada celah untuk hal negatif datang. Tak terkecuali dalam berkembangnya media digital dalam penyebaran dan menciptakan sebuah budaya. Konten negatif seperti ujaran kebencian dan pornografi dapat dengan mudah tersebar dan memengaruhi pola pikir masyarakat. Selain itu, media digital dapat memicu homogenisasi budaya, di mana budaya lokal terasingkan oleh budaya populer global. Hal ini menjadi sebuah ratapan yang perlu di kaji agar, generasi penerus yang dapat menghargai budaya dunia tanpa melupakan atau dibuat punah dengan sendirinya.Â
6. Masa Depan Budaya di Era Digital
Memahami peran ganda media digital dalam membentuk dan menyebarkan budaya menjadi kunci untuk memanfaatkannya secara optimal. Kita perlu terus berinovasi dan berkolaborasi untuk memastikan bahwa media digital digunakan sebagai alat untuk mempromosikan nilai-nilai budaya yang positif, konstruktif, dan lestari.Â
Media digital bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, media digital dapat menjadi alat yang ampuh untuk melestarikan dan menyebarkan budaya. Di sisi lain, media digital juga dapat menjadi sarana penyebaran konten negatif yang dapat merusak nilai-nilai budaya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk meningkatkan literasi budaya dan menggunakan media digital dengan bijak dan bertanggung jawab. Ini menjadi sebuah momentum bahwa mempunyai banyak budaya menjadi sebuah jembatan yang mengantarkan kita pada sebuah peradaban yang maju, serta membantu mempertahankan eksistensi negara di kancah dunia. Mari sama-sama gunakan media digital dengan sebaik-baiknya. jangan malu untuk mengenalkan budaya yang dimiliki, karena itu menjadi sebuah identitas bagi negara yang kaya dalam berbagai lini. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang, kapan lagi.Â
Sumber :Â
- Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia: https://www.kominfo.go.id/
- Pusat Studi Media dan Komunikasi Universitas Gadjah Mada: https://dikom.fisipol.ugm.ac.id/
- Jurnal Ilmiah Sosiologi dan Antropologi: https://scholarhub.ui.ac.id/jai/
Habib Abdil BariÂ
Mahasiswa Universitas Siber Asia
Â