Mohon tunggu...
Habib Mufid Prasetyo Nugroho
Habib Mufid Prasetyo Nugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Malang

Saya Habib Mufid Prasetyo Nugroho. Saya Mahasiswa Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pelanggaran Hukum yang Diterima akibat dari Perang Saudara di Myanmar

11 Januari 2025   13:59 Diperbarui: 11 Januari 2025   16:45 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: BBC News, Indonesia )

Kudeta yang dilakukan oleh angkatan miiliter ini memperburuk situasi politik dan ekonomi masyarakat yang tinggal di Myanmar terkhusus kelompok minoritas seperti Rohingnya. Adanya pandemi COVID-19 memperparah kondisi kelompok minoritas, karena tidak ada dialog antara angkatan Militer dan Kelompok Minoritas. Hingga saat ini, status hak warga negara kelompok minoritas Rohingnya masih belum jelas diakui oleh pemerintah Myanmar. Mengutip laman United States Institute of Peace mencatat negara yang menerima pengungsi Rohingnya terbanyak adalah Bangladesh 1,1 juta orang, Pakistan 400 ribu orang, Arab Saudi 340 ribu orang, dan Malaysia 210 ribu orang.

Pelanggaran Hukum

Berdasarkan kasus yang disebabkan oleh perang saudara di Myanmar ini. Terdapat beberapa pelanggaran yang dapat di anilisis lebih mendalam mengenai penyalagunaan kewenangan dan kekuasaan yang di lakukan oleh angkatan bersenjata Tatmadaw Myanmar, diantaranya :

Pada tahun 1962, terjadi sebuah tindakan diskriminasi oleh Pemerintah, Militer dan Masyarakat Mayoritas terhadap Kelompok Minoritas Rohingnya. Dalam tindakan tersebut melanggar Konvensi Internasional Pasal 1 tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi atau Internasional Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (ICERD).

Pada juni dan oktober 2012, terjadi sebuah tindakan kekerasan terhadap masyarakat Rohingnya yang menyebabkan lebih dari 100 orang tewas dan lebih dari 100 ribu suku Rohingnya mengungsi. Dalam tindakan tersebut melanggar Konvensi Jenewa, Pasal 4 tentang Jaminan Fundamendal 1 (a).  

Pada agustus 2017, terjadi sebuah tindakan kekerasan lagi terhadap warga sipil suku Rohingnya, sehingga menyebabkan korban 70 orang termasuk 12 orang dari petugas keamanan Myanmar tewas. Selain itu, terdapat 700 ribu masyarakat desa berbondong-bondong untuk melarikan diri keluar dari Myanmar. Dalam tindakan tersebut melanggar Konvensi Jenewa IV Pasal 147 tentang Penal sanction II. Grave breaches.

Pada februari 2021, terjadi sebuah tindakan aksi pengambilalihan kekuasaan oleh militer yang ditolak oleh masyarakat terutama mahasiswa. Dalam kejadian tersebut menyebabkan 100 orang tewas dalam aksi demonstrasi. Dalam tindakan tersebut melanggar Konvensi Jenewa Protokol Tambahan II (Pasal 13) tentang Protection of the civilian population.

Kesimpulan 

Konflik non-internasional yang terjadi akibat dari kekerasan terhadap masyarakat suku minoritas Rohingnya ini terjadi hampir setiap tahun. Tetapi, negara Myanmar sendiri belum bisa keluar untuk menyelesaikan permasalahan ini. Beberapa tindakan kekerasan secara fisik dan verbal yang terjadi terhadap suku Rohingnya setelah Myanmar memperoleh kemerdekaan dari Inggris. Hingga, pada februari 2021 terjadi kudeta yang di lakukan oleh angkatan bersenjata Myanmar. Situasi dan kondisi politik pemerintahan negara ini belum menemukan kesetabilan. Myanmar, sebagai salah satu negara yang tergabung dalam anggota PBB, memiliki kewajiban untuk mematuhi prinsip-prinsip hukum internasional, seperti larangan melakukan tindakan diskriminasi, melakukan perlindungan terhadap warga sipil, dan mematuhi aturan untuk menghapus kekerasan terhadap kelompok minoritas. Pengadilan internasional seperti Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) atau Mahkamah Internasional (ICJ) memiliki yurisdiksi untuk menuntut kejahatan serius seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan pembersihan etnis. Tindakan militer Myanmar terhadap suku Rohingya dan masyarakat sipil lainnya melanggar berbagai prinsip hukum internasional. Oleh sebab itu, kejadian tersebut membutuhkan perhatian serius dari Negara, Organisasi dan masyarakat internasional untuk memastikan akuntabilitas dan perlindungan terhadap masyarakat minoritas di Myanmar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun