Mohon tunggu...
Habibah
Habibah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Selain menulis di Kompasiana, saya juga menulis di brownisnis.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Yang Terlihat Mata, Hanya Sekilas

11 Februari 2022   22:38 Diperbarui: 11 Februari 2022   22:45 1539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.instagram.com/icampusindonesia

Belakangan ini, aku sering melihat gambar bongkahan es di media sosial. Dalam gambar tersebut, terlihat bongkahan es berbentuk seperti gunung kecil di atas permukaan air, dan bongkahan es yang lebih besar berbentuk seperti gunung terbalik di bawah permukaan air.

Pada bagian di atas permukaan air, terdapat kata-kata yang sifatnya bisa diketahui hanya dengan melihatnya sekilas. Terkadang, ditambah juga kalimat 'Yang Orang Lain Lihat'. Misalnya, dalam hal kesuksesan seseorang, maka kata-kata yang ada di atas permukaan air adalah sukses, banyak uang, jalan-jalan, dan sebagainya.

Sedangkan pada bagian di bawah permukaan air, terdapat kata-kata yang sifatnya tidak bisa diketahui hanya dengan melihatnya sekilas. Atau bahkan tidak bisa diketahui orang lain, terkecuali oleh orang yang merasakan atau melakukannya sendiri. Terkadang, ditambah kalimat 'Yang Aku Rasakan'. Dalam hal kesuksesan misalnya, maka kata-kata yang ada di bawah permukaan air adalah disiplin, atur waktu, menabung, dan sebagainya.

Contoh di atas, menjelaskan bahwa orang-orang hanya melihat seseorang yang sukses itu hanya dari sisi enaknya saja. Mereka tahunya, orang yang sukses itu punya banyak uang, bisa jalan-jalan ke sana kemari, dan masih banyak lagi. Padahal, mereka gak tahu bahwa di balik kesuksesannya itu, terdapat perjuangan yang tidak mudah yang telah dilewatinya. Ia harus bisa mengatur waktu sendiri, menabung untuk masa depan, disiplin dalam segala hal, dan hal-hal lainnya.

Contoh lain, misalnya dalam hal keadaan seseorang. Maka kata-kata yang ada di atas permukaan air adalah tertawa, tenang, banyak bicara, dan sebagainya. Sedangkan kata-kata yang ada di bawahnya adalah banyak yang dipikirkan, minder, sedih, dan sebagainya. Jelasnya, orang-orang mungkin mengganggap orang tersebut tidak memiliki masalah. Padahal mereka tidak tahu, ada setumpuk masalah yang dipikirkannya. Ada rasa minder yang berusaha dilawannya. Ada juga rasa sedih yang berusaha ditutupinya.

Dan tentu, masih ada banyak hal lagi yang bisa digambarkan dengan gambar bongkahan es tersebut.

Lama-kelamaan, aku jadi menyimpulkan satu hal seiring seringnya melihat gambar bongkahan es serupa. Bahwa semua yang terlihat mata, hanya bisa menjelaskan sekilas dari apa yang sebenarnya terjadi. Dan seperti yang aku lihat di media sosial, hal ini berlaku pada banyak hal. Termasuk juga karya dan pekerjaan.

Sebagai contoh, karya tulisan.

Yang orang lihat, tulisan itu sekadar hasil dari menulis. Terlihat gampang, dan cenderung diremehkan. Mereka bilang, "Ah, cuma tulisan gini aja, kok". Padahal bagi penulis, ia berusaha menyusun kalimat sebaik mungkin. Memilih kata yang tepat, mengoreksi kembali, baca lagi, sampai akhirnya berani dipublikasikan dan disebar ke banyak orang. Bahkan, banyak tulisan juga yang merupakan hasil dari observasi dan melalui proses panjang. Namun hanya sedikit pembaca yang menyadari hal itu.

Sama halnya dengan pekerjaan. Sebagian orang, menganggap pekerjaan pendesain misalnya, adalah pekerjaan yang mudah. Mereka kira, desain itu hanya gambar, gambar, gambar. Tarik garis, melengkung, selesai. Yang berakibatkan, ditawarlah pekerjaan desain dengan harga yang sangat murah. Padahal, orang yang bekerja sebagai pendesain pun melalui proses panjang untuk akhirnya bisa menghasilkan desain yang bagus dan menjadikannya sebagai profesi.

Namun, kenapa sih orang-orang cenderung meremehkan dan menghargai karya kita begitu rendah?

Menurut Stefanus, seorang freelance editor sekaligus videografer yang merupakan salah satu narasumber di salah satu video kanal YouTube Narasi, dia berpendapat bahwa "Orang-orang yang selalu menawar dengan harga terlalu murah itu pasti tidak mengerti apa yang mereka beli". Jadi kesimpulannya, mereka itu tidak mengerti. Mereka maunya, "Yang penting murah". Tapi gak tahu, "Apa sih yang dibeli? Bagaimana proses pembuatannya?". Bahkan kalau pun tahu, masih ada kemungkinan orang itu menghargai karya kita dengan sangat rendah. Jadi menurut aku, mereka itu perlu mencoba juga membuat karya serupa agar tahu betapa cukup sulit membuat sesuatu yang mereka anggap remeh.

Maka, bisa ditarik kesimpulan, bahwa di balik setiap hal itu memiliki sesuatu yang tidak terlihat oleh kita.

Di balik kesuksesan seseorang, ada proses panjang yang dilewatinya.

Di balik tenangnya seseorang, bisa jadi ada kegelisahan yang dialaminya.

Di balik tegarnya seseorang, bisa jadi ada cerita pilu yang pernah 'menyerangnya'.

Di balik indahnya karya seseorang, ada ribuan percobaan yang pernah dilaluinya.

Referensi:

Video Derita Pekerja Freelance, Nentuin Harga Aja Bingung Sendiri | Namanya Juga Life di kanal YouTube Narasi, 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun