Aku  bersuara diatas tanah airku, diatas negeriku , diatas emas dan sumber daya  alam yang penuh dengan berlimbah.
Semuanya aku telah mengizinkanmu untuk sebentar waktu  ditanah ini (Papua), tetapi kau telah menghianatiku dan membunuhku dengan sanak saudara kau bunuh habis, tak ada sisa.
Aku terluka, aku terpukul dengan sikapmu dan memberlakukan aku seperti binatang tak bernyawa,  pertama kau datang membawa permen manis dan indomie, kau telah memberikan kepada  aku, aku mencicipinya terasa enak aku berpikir engkau akan menyayangiku  dan mengangkat aku  sebagai tuan tanah diatas tanah ini, lalu  aku menerimamu di kediamanku  (Papua).
Sungguh aku tak tahu niatmu,
sejak saat itu,
seandainya aku tahu niat jahatmu, Â aku tak akan memberikan dan mengizinkan masuk ke dalam kediamanku dan tidak menyediakan tempat tidur bagimu.
Oh cintaku , semuanya sudah berlalu, kau telah membunuh dan menghabisiku , kau telah menyakitiku berkali-kali, padahal aku sudah memperlakukanmu baik-baik, perbuatan baikku kau anggap tidak ada arti dimatamu, wahai...cintaku, aku telah mengizinkanmu raba buah dadaku, aku rela memberikan kebebasan untuk melampiaskan nafsumu, Â tetapi kau terus menghianatiku dan kau tak pernah berubah.
Aku tidur meneteskan air mata melihat kamu menari diatas lumpur darah semua saudara-saudaraku, Dimana hatimu? Aku terus menerus terluka, terpukul oleh tingkah laku.
Aku selalu perbuat baik supaya kau menghargai dan mengangkat harga diriku, tetapi apa yang kau lakukan kepadaku. Entahlah ...Sayangku aku terluka,
kapan kau bosan memperlakukan  aku seperti itu?
Kapan kau berhenti memukuliku?
Tidak cukupkah Kekejamanmu terhadap aku?
Oh...cintaku
 Kau menginjak kepalaku pakai rantai raksasa,
 Kau menginjak kepalaku dengan laras panjang,
kau mengobrak  kediamanku dan membawaku ke dalam kurungan,
Kau telah merendahkan  harga diriku,
Kau telah menganggapku binatang tak bernyawa.
Oh cintaku, aku tak akan diam, aku akan terus teriak dan protes sampai diakhir hidup, aku sudah terlena dan dan tak ada harapan.
Tidak ada harapan bagi aku dan bangsaku,
Tidak ada masa depan yang cerah di tanahku  ini,
Tidak ada  kehidupan yang pasti bagi kami pemilik tanah ini,
Karna kau telah merambas dan mencuri kepunyaanku,
Sejak saat itu, kau janjikan padaku . " Aku takkan mengambil apapun darimu tuan"  Namun  apa yang kau lakukan terhadap aku sekarang?
Menindas aku diatas negeriku sendiri.
Aku diam dan bisu
Diam malam tempat tidurku dibasahi oleh air mata yang berdarah
Tangisan ini aku tulis menggunakan "Pena Darah."
Salam ..!
Parapat-Indonesia,  09  April  2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H