Mohon tunggu...
Leonardi Gunawan
Leonardi Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Warga Negara Biasa Yang Ingin Indonesia Ke Piala Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Selalu Ada Pilihan bagi PDIP di Pilkada 2024

10 Agustus 2024   21:36 Diperbarui: 10 Agustus 2024   21:38 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gelaran Pilkada Serentak 2024, semakin dekat. Sesuai jadwal Pilkada akan dilakasanakan pada bulan November, hal ini berarti praktis hanya tinggal 2,5 bulan lagi. Sedangkan tahap pendaftaran akan segera dibuka dalam waktu beberapa minggu lagi.

Partai -- partai politik tentunya sudah mulai ambil ancang-ancang untuk memajukan kandidat yang dipandang berpotensi meraih suara terbanyak. Syarat 20 persen keterwakilan di DPRD tentunya menjadi pertimbangan penting untuk mencalonkan kandidat. Karena sebagian besar perolehan suara partai baik di tingkat DPRD I ( Provinsi) maupun DPRD II ( Kaupaten/Kota) tidak mencapai batas 20 persen.

Selain itu hasil dari Pemilihan Presiden ( Pilpres) 2024, sedikit banyak mengubah peta perpolitikan Indonesia. Seperti yang diketahui Koalisi Indonesia Merdeka (KIM) yang mengusung pasangan Prabowo -- Gibran., menang atas koalisi perubahan  yang mengusung Anies -- Cak Imin, serta atas Tim Pemenangan Nasional Ganjar _ Mahfud.

KIM didudkung oleh, Gerindra, Golkar, Demokrat, PSI, PBB dan Partai Garuda. Koalisi perubahan didukung oleh Nasdem, PKS, serta PKB, sedangkan TPN dimotori oleh PDIP, Perindo, PPP, dan  Hanura.

Yang menjadi soroton tajam tentunya adalah posisi PDIP, PDIP yang dalam 2 pilpres sebelumnya berhasil membawa Joko Widodo ( Jokowi) ke kursi Presiden. Saat ini berada di situasi yang sedikit "rumit". Secara perolehan suara nasional DPR pusat memang masih menjadi pemenangnya, walaupun keunggulannya tidak terlalu besar lagi.

Pertarungan sesungguhnya baru akan dihadapi PDIP pada Pilkada 2024 ini. PDIP dengan ciri khasnya partai yang tidak gampang untuk berubah pendirian, partai yang memang teguh idealisme kepartaian. Tentunya tidak gampang untuk diajak kerja sama oelh partai KIM.

Pun begitu partai-partai di dalam KIM seolah olah juga tidak mau mengajak PDIP untuk bergabung. Memang tidak secara eksplisit hal itu diungkapkan namun dari realitas lapangan, hal itu sudah tercermin. Terutama kandidat di daerah-daerah starategis seperti provinsi - propinsi di Pulau Jawa dan di Sumatra Utara.

KIM mengajukan calon yang bersebrangan dengan jagoan dari PDIP. Ambil dua contoh daerah yakni ; pertama di Jakarta KIM mantap mengusung Ridwan Kamil. Sedangkan PDIP sampai saat ini belum menentukan kandidat yang dimajukan. Padahal Jakarta adalah salah satu barometer perpolitikan tanah air.

Kedua di Sumatra Utara, PDIP mengusung Edy Rahmayadi, saat ini PDIP belum berkoalisi dengan partai manapun untuk mengusung Edy. Sebab PDIP dalam hal ini juga bisa mengusung sendiri karena perolehan suaranya di Sumatra Utara mencapai 21 persen.

Memang posisi sulit bagi PDIP saat ini, pertama jelas tidak mudah secara psikologis bagi partai yang berkuasa 10 tahun tiba tiba "dilucuti" kekuasaannya. ruang geraknya di persempit, pastinya ada rasa amarah, dikhianat, terutama oleh Jokowi. Bahkan Sebagian kader merasa Langkah PDIP ini dijegal kemana mana.

Kedua, partai partai yang dulu berjuang bersama di pilpres juga mulai bersikap " realistis" dalam arti mereka juga ingin dekat dengan partai yang mengendalikan pusat pemerintahan. Juga partai -- partai di dalam Koalisi Perubahan. Karena pada dasarnya perpolitik apalgi lewat partai adalah ingin merasakan "kue" kekuasaan. Pasti ada kekuatiran partai partai di luar pemerintahan akan "kekeringan" dana apabila menjadi oposisi.

Ketiga, PDIP juga tidak gampang untuk berkaolisi dengan sembarangan partai. PDIP seolah tidak bisa bergabung dengan PKS, dan juga tidak bisa bergabung dengan Demokrat. Ada "dinding" pemisah yang teramat tinggi yang sulit, walaupun tidak menutup kemungkinan bisa dilewati. Hal ini tentu dikarenakan banyak faktor seperti ; ideologis, sejarah, dan tentu juga ada peran Ketua Umum yang mempunyai hak prerogatif untuk menentukan dengan siapa akan berkoalisi.

Pada akhirnya kalaupunnanti  PDIP kalah di tempat-tempat strategis, bukan berarti PDIP akan hancur total. Dengan karakter dan ideologisnya PDIP bisa menjadi oposisi yang bermartabat. Walupun dalam sistem perpolitikan di Indonesia sebenarnya tidak ada oposisi mutlak.

Ditambah lagi secara nasional PDIP masih yang terbanyak di DPR pusat. Dan juga PDIP sudah berpengalaman menjadi oposisi pada masa pemerintahan SBY selama juga 10 tahun. Jadi apapun pilihannya nanti PDIP diharapkan tetap menjadi pilar demokrasi dan memenag teguh prinsip ideologisnya. MungkinPDIP perlu mengingat judul buku yang ditulis oleh Presiden ke 6 Indonesia, SBY yakni "Selalu Ada Pilihan".

Salam poliTIKUS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun