Mohon tunggu...
Leonardi Gunawan
Leonardi Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Warga Negara Biasa Yang Ingin Indonesia Ke Piala Dunia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Antara Anas, Demokrat, dan KPK

15 April 2023   15:45 Diperbarui: 15 April 2023   16:59 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Anas Urbaningrum (AU) akhirnya bebas setelah mendekam selama 9 tahun 3 bulan di penjara. AU dipenjara setelah divonis bersalah atas kasus korupsi proyek Hambalang. Menyebut nama AU tentunya akan saling terkait dengan Partai Demokrat, dan tentunya Mantan Presiden Susilo Bambang Yudoyono ( SBY)

AU adalah anak didik tulen dari SBY, Rising star di dunia politik pada jamannya. Muda, cerdas, cendikiawan muslim, mempunyai basis massa kuat serta bernaung dibawah partai berkuasa, membuat nama AU digadang - gadang menjadi pemimpin Indonesia selanjutnya.

Apalagi setelah AU berhasil naik menjadi Ketua Umum Partai Demokrat saat Kongres Kedua Partai Demokrat pada Mei 2010. Pada  saat itu AU  bersaing ketat dengan Marzuki Alie (MA) dan Andi Mallaranggeng ( AM). Kemenangan AU inilah yang menjadi titiik balik karier politiknya. SBY yang saat itu menjadi Presiden diduga mempunyai jagoan sendiri saat Kongres terebut dan itu bukan AU.

Maka ceritapun berlanjut. Tak lama kemudian AU diperiksa KPK atas dugaan Korupsi Proyek Wisma Atlet Hambalang. Nama -- nama kader demokrat kemudian satu persatu terseret dalam pusaran kasus ini. AU tetap merasa dirinya di kriminalisasi dalam kasus ini.

Tak lama setelah resmi menjadi tersangka, AU mengundurkan diri dari Ketua Umum karena peraturan partai mengharuskan siapa yang tersangka harus mundur dari kursi Ketua Umum. Akhirnya seperti yang diketahui bersama AU dijebloskan ke penjara. Dan SBY-pun menjadi Ketua Umum Partai Demokrat lewat Kongres Luar Biasa ( KLB) pada 2013

Aroma persaingan politik tentunya tidak bisa lepas dari kejadian ini, bagaimana AU tetap bersikeras bahwa dirinya adalah "korban" dari intrik politik perebutan kekuasaan. Partai Demokrat pun juga sebenarnya terkena imbas cukup besar. Menjadi partai penguasa di dua periode tidak menjamin periode berikutnya tetap dipilih rakyat. Dengan turunnya SBY dari tampuk pemerintahan, suara Partai Demokrat juga turun drastis. Walaupun ada SBY yang duduk menjadi Ketua Umumnya.

KPK juga saat itu tidak bisa lepas dari sorotan tajam. Kasus ini jelas bukan kasus sembarangan karena menyangkut Ketua Umum partai berkuasa. KPK oleh pendukung AU dianggap sebagai perpanjangan tangan dari penguasa untuk menjegal AU menjadi pemimpin Partai dan Pemimpin Indonesia kedepan. KPK tidak independent, KPK tebang pilih, KPK Kriminalisasi sering dilontarkan para pendukung AU. Bahkan AU sendiri sebelum akhirnya di nyatakan bersalah pernah berjanji bahwa dia akan loncat dari Monas kalau ada makan duit dari kasus korupsi ini.

Tetapi KPK pada saat itu tetap pada pendiriannya , dengan buktu bukti yang ada dipersidangan sebenarnya AU juga tidak bisa membantah lagi bahwa kalaupun dia tidak merasakan uangnya, minimal dia mengetahui kasus ini. KPK tetap mengusut bahkan sampai menyerat banyak nama dari Partai Demokrat termasuk bendaharanya Nazaruddin dalam kasus ini.

Hanya saja ada satu nama yang sering muncul di persidangan namun tidak pernah dipanggil KPK, yakni Ibas, anak bungu SBY. Tidak dipanggilnya Ibas tentunya menjadi tanda tanya besar bagi pendukung AU terhadap kinerja KPK yang katanya independent dan tidak terpengaruh kekuasaan.

Yang sampai sekarang masih menjadi tanda tanya adalah, Bagaimana mungkin SBY sebagai "pemilik" demokrat rela membuat partainya dibawa -- bawa, diobok -- obok skandal mega korupsi ini. Apakah SBY salah perhitungan?, mungkin setelah menyingkirkan AU dengan kasus korupsi SBY masih yakin suara Demokrat masih tinggi dimata masyarakat. Karena ada dirinya sebagai Presiden dan Ketua Umum

Ternyata apa yang terjadi sebaliknya. SBY dengan Partai Demokratnya mengalami penurunan signifikan. Pada 2004 Demokrat 57 kursi dari 550 kursi DPR , Pada 2009  meraih 150 kursi, Pada 2014 meraih 61 kursi dan pada 2019 meraih 54 kursi. Dalam arti pengaruh SBY tidak begitu besar lagi di dunia politik Indonesia ditambah masyarakat Indonesia juga ternyata sudah mulai cerdas dalam memilih pepimpin.

Sekarang AU sudah bebas, Partai Demokrat sudah berganti pemimpin walaupun masih dalam ikatan keluarga. AHY anak sulungnya naik menjadi Ketua mengantikan SBY. Akan di tunggu Langkah AU selanjutnya kemana,  fokus arah politiknya. Apakah masih ingin "balas dendam" ke Demokrat? Karena notabene AU masih punya banyak kartu AS untuk dikeluarkan. Perlu diingat pada 2004  saat SBY naik pertama kali jadi Presiden AU adalah komisoner KPU sebelum gabung ke Partai Demokrat.

KPK tentunya tidak bisa menolak apabila ada bukti baru kasus kasus korupsi. Secara politik apabila KPK kembali mengusut korupsi yang ada sangkut pautnya dengan Partai Demokrat tentunya menguntungkan bagi partai berkuasa. Sekali lagi KPK akan diuji independennya.

Atau AU malah memilih jalan lainnya, fokus untuk berpolitik dengan partai baru besutan para loyalisnya, tanpa perlu cawe -- cawe ke pada Partai Demokrat ? Kita lihat kedepannya....

Salam poliTIKUS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun