Tanggal 12 Oktober diperingati secara Nasional sebagai Hari Museum Nasional. Penetapan tanggal tersebut untuk memperingati Musyawarah Museum Se-Indonesia Pertama yang digelar pada 12 -14 Oktober1962 di Yogyakarta.Â
Kata museum sendiri berasal dari bahasa latin  "museum" (musea). Akarnya,  dari bahasa Yunani "mouseion yaitu kuil yang dipersembahkan untuk Muses atau sembilan dewi seni dalam mitologi Yunani.Â
Di Indonesia sendiri terdapat 436 Museum yang tercatat di Kemendikbud. Hampir disetiap Ibu Kota Propinsi atau Kabupaten/Kota minimal terdapat 1 Jenis Museum.
Pertanyaannya sekarang masih relevankah keberadaan Museum -- Museum yang ada? Bagaimana Museum ini dapat bertahan memberikan edukasi kepada masyarakat modern yang hidup di dunia serba digital. Dimana ada istilah "dunia ada di genggaman" merujuk kepada Smartphone yang bisa memberikan hampir semua informasi yang kita perlukan.
Mungkin kalau ditanya ke kita siapa yang mengunjungi museum ? Hampir semua kita terlintas anak-anak sekolah yang "disuruh" oleh sekolah/guru untuk antri masuk ke museum.Â
Kemudian tanpa ada petanyaan kritis hanya ikut masuk dan mendengar penjelasan dari penajga museum. Yang diakhiri dengan foto -- foto dan membentangkan spanduk "kunjungan ke Museum".
Harus diakui museum -- museum di Indonesia belum mampu menjadi tujuan utama para pelancong / pelajar / turis yang ingin belajar secara mandiri . Jangan bandingkan dengan museum-museum Internasional seperti Museum Louvre di Paris atau British Museum di London dimana ketika kita pergi ke negara tersebut maka museum  tersebut masuk dalam list tempat yang harus dikunjungi. Ada kebanggaan tersendiri ketika berkunjung / sekedar berfoto di depan museum museum tersebut.
Memang ada beberapa museum yang bersolek dan keberadaanya dibuat lebih modern seperti Museum Angkut di Batu Malang atau Museum Fatahillah di Kota Tua Jakarta yang rame di pelatarannya. Ada juga museum Tsunami di Aceh yang bentuknya sangat ikonik.Â
Museum-museum tersebut sedikit banyak bisa memberikan "warna" berbeda dengan museum lain yang dicitrakan terkesan tua, kuno,monoton dan kurang manarik. Pun -- Museum Nasional yang harusnya menjadi trendsetter, menjadi pionner dalam perubahan Museum.
Museum sendiri secara kedudukannya di bawah Ditjen Kebudayaan di bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun pada hakeketnya Museum sendiri memliki banyak aspek termasuk di dalamnya aspek ekomoni dari kunjungan pariwisata. Maka Keberadaan Museum sebenarnya berkaitan erat dengan Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Mungkin karena keberadaannya di bawah Kemendikbud yang fokus utamanya adalah edukasi maka segi/aspek ekonomi dari Museum belum tergali secara maksimal.Â
Museum memang menyajikan informasi terkait benda benda sejarah bernilai tinggi, tetapi karena tujuan utamanya bukan kearah profit maka ya penyajiannya hanya sekedarnya. Tidak dipoles sedemikian rupa untuk menarik pengunjung. Hal ini jelas berbeda kalau Museum selani orientasi edukasi juga bisa ke aspek bisnis.
Bisnis disini tentunya tidak mengorbankan sisi kesakrakalan serta nilai sejarah dari benda -- benda yang ada di dalam museum tersebut. Â Buatlah acara -- acara yang dapat menarik minat tidak hanya pelajar tapi masyarakat umum untuk dapat berkunjung ke museum.Â
Misalnya konser konser musik bertema nusantara yang dibawakan musisi musisi muda tanah air. Atau bisa juga mengundang artis artis top dunia tapi berkonser di latar belakang museum.
Kementrain Pariwisata dan Ekonomi kreatif mutlak harus diajak untuk memajukan museum- museum yang ada. Bisa juga mengadakan berbagai stand di festival / pameran pariwisata di luar negeri mempromosikan museum di Indonesia.Â
Percayalah Museum museum di Indonesia tidak kalah menyimpan nilai -nilai sejarah bernilai tinggi kalau dibandingkan dengan museum yang ada di luar negerin.
Khusus untuk menarik minat anak -- anak muda atau generasi- generasi gadget harus dibuat terobosan agar mereka mau "melirik" Museum sebagai tempat hang out.Â
Dapat dimulai dari bentuk/bangunan Museum yang dibuat Instagramable, ada juga caf-caf atau tempat nongkrong kekinian yang tentunya dapat ng-blend dengan suasana museum.
Digitaliasi Museum perlu juga di pikirkan, dimana kita bisa mengakses informasi museum tanpa perlu harus hadir ke Museum. Pada saat wabah covid melanda banyak museum museum dunia menerapkan hal ini. Tentunya ada harga yang harus dibayar untuk mengakses informasi ini.
Intinya Museum harus berubah terutama berubah dalam tata cara penyajian informasi ke public, harus lebih berinovasi, harus lebih segar. Sehingga Museum yang diidetikkan barang kuno, lusuh, tidak menarik lambat laun dapat berubah citranya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H