Perahu jollor sudah mulai bergerak. Pertama hanya menggunakan satu mesin. Tidak lama kemudian, mesin yang kedua, juga digunakan. Perahu melaju dengan cepat. Tetapi tidak secepat speedboat.
Percikan air sudah mulai membasai wajah saya. Oleh karena itu, Pak Suhairi yang semula ada di depan, ia merangkak pindah ke belakang saya. Saya tahu ia bermaksud menghindar dari percikan air ketika roda perahu menghantam ombah kecil.
"Awas Pak Hajar..."
Pak Suhairi mengingatka saya ketika percikan air laut akan membasahi muka dan tubuh saya.
"Siap..."
Begitu yang dilakukan Pak Suhairi di belakang saya. Setiap percikan datang, ia berteriak. Tentu setiap ada percikan air laut saya yang lebih banyak kenak dibandingkan Pak Suhairi. Tepatnya ia aman. Karena saya di depan dan Pak Suhairi bersembunyi di belakang saya.
Sementara itu, ustad Said dan juru kemudi, Pak Samsul, tertawa melihat tingkah laku kami.
Entah berapa kali Pak Suhairi berteriak. Dan saya bilang siap. Saya tidak menghitungnya. Dilupakan, karena setiap hempasan air laut itu ke wajah saya, saya sertai dengan tertawa lepas.
Untungnya waktu balik dari Sakala ke Kangean ke pelabuhan Kayuaru tidak berlawanan dengan ombak. Sehingga perjalanan balik selama 5,5 jam aman. Namun tidak aman dalam hal yang lain.
"Pak, kita mampir ke pulau di depan itu, ya. Saya ada keperluan," pinta Pak Suhairi kepada juru kemudi.
"Tidak bisa Pak. Itu jauh. Kalau ada perlu di belakang sini, aman tidak ada yang akan melihat."