Kelaparanlah akhirnya,
Takdir kehendak Allah,
Sebahagia-bahagianya yang lupa,
Lebih bahagia yang sadar serta waspada
Masyarakat Jawa, mempercayai akan datangnya zaman maupun masa penuh bencana. Dalam konteks ini, bencana yang dimaksudkan bukan hanyalah bencana alam, melainkan juga bencana yang disebabkan oleh manusia itu sendiri. Pada masa ini, moralitas masyarakat telah hancur. Dalam karyanya yang lain, Serat Sabdatama, Ranggawarsita juga menggambarkan zaman kalabendhu sebagai zaman kegelapan, dimana nafsu dan amarah manusia semakin menjadi-jadi dan tidak dapat dikalahkan oleh akal budi yang baik, dan kehidupan semakin acak-acakan, tidak tentram, serta kesedihan muncul dimana-mana. Ia juga menggambarkan pada masa ini, hati seolah-olah dikuasai ketakutan dan manusia yang tidak memiliki keteguhan jiwa serta mementingkan dirinya sendiri menjadi pihak yang beruntung. Pada zaman ini,krisis moral mencapai puncaknya, banyak terjadinya ketidakadilan, kezaliman, dan kejahatan merajalela. Nilai-nilai tradisional ditinggalkan, orang-orang bertindak tanpa memikirkan akibat, dan tatanan sosial rusak. Zaman ini menggambarkan masyarakat yang penuh konflik, permusuhan, dan kehancuran moral.
3. Era Kalasuba
Kalasuba atau zaman keemasan, diramalkan oleh Ranggawarsita dalam karyanya, Serat Sabda Zati. Ia meramalkan bahwa setelah zaman kalabendu akan dating zaman kalasuba atau zaman keemasan, dimana rakyat kecil bersuka ria, tidak ada kekurangan sandan dan makan, dan seluruh keinginan dan cita-cita dapat tercapai. Pada zaman ini, kebahagiaan akan tumbuh, hukum ditegakkan, serta para pemimpin bersikap tegas dan bijaksana. Yang berarti bahwa zaman kalasuba merupakan masa di mana masyarakat hidup harmonis, taat aturan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan religius. Zaman ini dianggap sebagai masa ideal di mana orang-orang hidup dalam keadilan, kemakmuran, dan kedamaian.