Mohon tunggu...
Gul Azwara ٩(̾●̮̮̃̾•̃̾)۶
Gul Azwara ٩(̾●̮̮̃̾•̃̾)۶ Mohon Tunggu... -

saya seorang yang sedang belajar menulis... ^_^v Dan paling nyaman ketika minum teh hangat di kala hujan.... Tidak lupa dengan musiknya. PisSs aja deh..

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perlukah Menggunakan Logika dalam Menulis dan Berkomentar

6 Agustus 2010   10:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:15 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pembahasan komentar di atas, sebenarnya sangatsederhana, pertama, mengenai “pengertian atau konsep”, dalam hal ini adalah pembedaan “objek” bahasan antara minuman keras (memabukan) dengan alkohol. Jika kita tidak bisa membedakan “term” kedua kata ini, maka akan jadi debat kusir, karena masing-masing komentator mempunyai “pengertian” yang berbeda.

Kedua, dengan “pengertian” yang beda, maka akan bisa membuat proposisi atau pernyataan (statement) pun menjadi beda. Karena proposisi terbentuk atas rangkaian “pengertian”. Jadi, bagaimana mungkin kita bisa menikmati diskusi dan belajar bertukar pikiran. Jika statement yang disusun mempunyai “pengertian” yang berbeda.

Ketiga, penalaran yang dibahas ini akan menjadi bias, karena penalaran itu adalah proses berpikir yang menghasilkan sejumlah pengertian dan proposisi sekaligus. Lalu, bagaimana bisa kita menyimpulkan sesuatu hal, Jika, proposisi-proposisi untuk membentuk premis mempunyai “pengertian” atau term yang beda.

Keempat, permasalahan penting dan puncaknya ada pada kata “dogma”. Apakah ada dogma yang melarang penggunaan alkohol untuk medis? Tetapi, setahu saya yang dilarang itu adalah minuman memabukan, karena sesuatu yang memabukan itu lepas kontrol (tidak sadar) dan bisa membuat kekacauan dan juga kecanduan. Lalu, bisa saja banyak pihak yang akan dirugikan karena tindakan brutal dari minuman keras (baca ; pengaruh alkohol).

Maka kita bisa nilai mana yang lebih baik, apakah dogma “melarang minuman keras” itu subjektif dan berbenturan dengan penalaran atau rasional? Apakah minuman keras dan alkohol mempunyai “pengertian” yang sama? Dan apakah sesuatu hal yang merugikan harus dipertahankan terus? Atau, apakah tidak ada lagi zat/unsur lain yang bisa menggantikan minuman keras, seperti rempah-rempah (ginseng, jahe), yang bisa pula menjadi minuman kesehatan dan penghangat? Silakan pembaca yang budiman yang berhak, menilai dengan akal sehatnya!

Catatan :

Tulisan ini hanya sebagai proses pembelajaran Saya dan mungkin juga sebagai pembelajaran rekan-rekan kompasioner yang masih baru untuk menggunakan logika secara akademik. Dan mohon maaf sebesar-besarnya kepada pihak yang ditulis namanya di dalam tulisan ini. Tak ada niat selain merangkul persahabatan dengan semua rekan kompasianer , dan hanya kearifan dan kebijaksanaanlah yang bisa memakluminya. Semoga, kita semua mampu dan tahu apa yang ditunjukan Tuhan yang Haq dan yang Batil, karena banyak permasalahan yang jelas dikaburkan, yang salah disamakan dengan yang benar hingga menjadi bias.

Wasalam,

~ Memang nikmat membaca itu tapi lebih nikmat lagi bila kita menulis, dan terus berkarya ~

Oleh Gul Azwara~PiSs ah…!!

Gambar : http://www.logic-alphabet.net

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun