Mohon tunggu...
Ali Yasin
Ali Yasin Mohon Tunggu... Penulis, Pedagang, Trainer -

[1] Manajer Marketing di PT Sapphire Travel Umroh Surabaya shappiretravel.blogspot.co.id [2] Trainer di Katadaya Communication Consulting [3] Pembelajar Al Quran [4] Pengusaha mikro (tokopagi.com) Utk silaturahim silahkan SMS ke 6018 0822 3378

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Pragmatisme ala Dimas Kanjeng

9 Oktober 2016   06:17 Diperbarui: 10 Oktober 2016   07:08 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 ditangkap aparat kepolisian (22/9), sosok Dimas Kanjeng Taat Pribadi bak selebriti. Aksi penggandaan uang pria berumur 46 tahun jadi trending topik. Videonya di youtube dilihat banyak orang. Tak hanya masyarakat awam dan agamawan, pakar hukum pun angkat bicara. Uniknya, politisi senayan juga ambil bagian. Mereka mewawancarai Dimas Kanjeng sebelum akhirnya mengecek langsung padepokan di Gading Probolinggo.

Sementara itu, satu demi satu fakta terungkap. Jumlah pengikut Dimas Kanjeng disebut ribuan orang dengan jejaring yang sangat rapi. Mereka tak hanya berasal dari masyarakat biasa, tapi juga ada politisi nasional, perwira TNI/Polri, guru/dosen dan birokrat. Wilayah operasi tak hanya di pulau Jawa, tetapi diketahui menjangkau beberapa kota di Pulau Sulawesi dan Kalimantan.

Memang cukup mencengangkan. Dirilis media, jumlah uang yang berhasil dikumpulan mencapai Rp.1 trilyun lebih. Di salah satu acara televisi, seorang mantan pengikut Dimas asal Situbondo mengaku pernah menyetor Rp.208 juta. Dia tergiur iming-iming bahwa uang yang disetor akan dikembalikan berpuluh-puluh kali lipat. Dikatakan bahwa dengan menyetor uang Rp. 2 juta maka dijanjikan kembali Rp.1 milyar setelah satu tahun.

Apa yang mendasari pengikut Dimas Kanjeng rela menyetor uang dalam jumlah banyak? Bukankah praktek penggandaan uang di beberapa tempat sudah terbongkar berkali-kali dengan modus yang relatif sama?. Kedok ritual dalam kegiatan-kegiatan tersebut nyatanya tidak bisa menutupi unsur penipuan yang sesunguhnya. Inilah yang menjadi studi menarik untuk mengetahui tren sosiologi masyarakat kita.

Motif Ekonomi

Dari segi motif, sesungguhnya aksi nekat pengikut Dimas Kanjeng tak berbeda jauh dengan tindak penyuapan seseorang supaya jadi CPNS atau aksi money politics untuk meraup suara dalam Pilkada. Juga seperti dalam kasus suap kuota impor, suap izin reklamasi dan mark up proyek pembangunan RSUD dan dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan anggaran. Dalam bahasa populer kita sebut bahaya laten Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Dalam potret kehidupan sehari-hari juga kita sering melihat kepragmatisan. Misal, ada pengendara yang terkena tilang main mata dengan aparat polantas untuk menghindari sidang, truk overload muatan setor amplop ke petugas jembatan timbang, PKL illegal setor upeti pada aparat supaya tidak digusur dan lain sebagainya. Pada prinsipnya, terdapat motif keuntungan ekonomis diantara keduabelah pihak.

Maka, terhadap pengikut Kanjeng Dimas terdapat dua faktor yang bisa menjelaskan latarbelakang keikutsertaanya. Pertama, hal-hal yang menjadi pendorong (push factor) yang sifatnya personal. Berbagai kenyataan hidup yang menekan mulai dari masalah hutang, meningkatnya kebutuhan finansial hingga relasi bisnis dan sosial akhirnya mengalami internalisasi pemikiran. Timbul dorongan untuk merubah ke arah lebih baik.

Internalisasi ini yang kemudian membuahkan opini, obsesi dan justifikasi tindakan. Banyaknya iklan produk/jasa yang disajikan media massa juga ikut mempengaruhi gaya dan cara pandang hidup. Pemenuhan kebutuhan tidak hanya yang bersifat primer, tapi bergeser ke sekunder dan tersier. Dari sinilah bisa dipahami mengapa pengikut padepokan Dimas Kanjeng juga berasal dari kalangan menengah ke atas, bahkan kategori orang sangat kaya.

Kedua, hal-hal yang menjadi faktor penarik (pull factor). Iming-iming hasil berlipat  (dalam bentuk cash money ataupun benda berharga) terhadap uang yang disetor jadi perangsang munculnya tindakan. Hasil pengamatan langsung ataupun pendengaran testimoni menambah tingkat keyakinan (level of confidence) tindakan semakin tinggi. Pada saat kesempatan ditawarkan rasionalitaspun ditanggalkan sebagai pengaruh keyakinan tersebut.

Sikap Pragmatisme

Dengan terungkapnya drama penipuan penggadaan uang, kita bisa simpulkan bahwa mayoritas pengikut Dimas Kanjeng cenderung bertindak pragmatis.  Tindakan ini lebih mementingkan hasil ketimbang proses dan cenderung mengesampingkan tata nilai (value)agama dan budaya. Cara berpikir sehat juga ditanggalkan. Yang didahulukan adalah perilaku tidak wajar namun dianggap benar asalkan hasilnya tercapai.

Pencapaian hasil melalui cara rasional telah diganti dengan ritual yang cenderung tidak logis. Mulai dari mengejar ayam di hutan, mandi dengan air tujuh sumur, dibungkus kain kafan hingga modus istighosah. Andai benar apa yang dijanjikan, maka cara demikian sangat pragmatis dibanding bekerja keras untuk mendapatkan uang ratusan hingga milyaran rupiah yang tentunya membutuhkan yang tidak pendek.

Namun pada kenyataannya cara bertindak pragmatis kian mewabah. Praktek penggandaan uang terus bermunculan menyusul terbongkarnya aksi mereka oleh aparat kepolisian seperti yang terjadi di Bekasi baru-baru ini. Hal ini menandakan kian meluasnya patologi atau penyimpangan cara berfikir. Karena yang melakukan jumlahnya banyak sudah tentu menjadi penanda trend sosiologi masyarakat kita.

Berbagai acara di televisi yang menyuguhkan perubahan nasib dan status sosial bagi pesertanya secara instant ikut mempengaruhi cara berfikir masyarakat. Acara-acara tersebut seakan menjadi referensi kolektif tentang perlunya bertindak pragmatis. Karena kurang filter, maka acara sejenis gameshow kian diminati masyarakat tanpa menyadari bahaya besarnya yaitu cenderung tidak rasional dan jadi pribadi pemalas.

Kembali ke fitrah

Menjawab hal itu semua, maka ddukasi dan sosialisasi menjadi sarana penting. Ditengah banyaknya anggota masyarakat yang terlibat dalam aksi penipuan bermodus penggandaan uang, maka penyadaran sosial harus digalakkan. Resiko bertindak pragmatis dan cara befikir instant harus disebarluaskan. Masyarakat, khususnya generasi muda terpelajar, harus didorong lagi supaya menghargai proses dalam mencapai keinginan.

Tak hanya sekolah dan pesantren, ormas dan perguruan tinggi juga harus ambil bagian dalam penyadaran sosial ini. Aparat penegak hukum serta pemerintah berada di garda depan untuk pro aktif mendeteksi gejala yang terjadi di masyarakatnya. Bagaimanapun penyadaran terhadap cara bertindak pragmatis dilakukan secara kontinyu mengingat aksi tipu-tipu penggandaan uang potensial terjadi lagi.

Dari sisi ekonomi, psikologi maupun sosial sangat wajar jika setiap manusia ingin kecukupan alias tidak kekurangan. Akan tetapi tidak berarti melegalkan tindakan pragmatis. Berdasar fitrahnya, justru manusia diajari Tuhan untuk mengutamakan proses sebagaimana ia telah diciptakan.  Dari sinilah kita perlu belajar lagi bahwa segala sesuatu tidak bisa diperoleh dengan cara pragmatis. Waspadalah.

ALI YASIN

KONSULTAN SEKOLAH UMROH SURABAYA 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun