Angkutan umum yaitu proses pemindahan orang/barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan tertentu dalam kawasan perkotaan yang terkait dengan rute tetap dan teratur.
Adopsi kebijakan merupakan implementasi dari kebijakan yang sudah dibuat sebelumnya lalu setelah itu, kebijakan tersebut mengalami pembaruan tetapi dari pembaruan itu tidak mengubah konsep kebijakan yang sebelumnya sudah dilakukan. Dalam kebijakan angkutan umum di Jakarta yang sudah diterapkan sebelumnya ternyata masih banyak revisi yang harus diubah, seperti kurangnya dukungan sumber daya manusia maupun non manusia yang kurang memadai.
Tingginya mobilitas penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan transportasi umum yang kurang memadai, aman, dan nyaman untuk masyarakat. Pada setiap tahunnya DKI Jakarta mengalami peningkatan jumlah penduduk mencapai 10,57 juta jiwa dengan jumlah kepadatan penduduk mencapai 16,704 jiwa/km yang sebelumnya DKI Jakarta memiliki jumlah penduduk sebanyak 10.504.100 jiwa pada tahun 2019.
Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk yang terjadi setiap tahunnya di provinsi DKI Jakarta mengakibatkan jumlah penggunaan kendaraan atau kepemilikan kendaraan pada setiap masyarakat juga turut meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, pada tahun 2019 peningkatan jumlah kendaraan di Jakarta mencapai 11.839.921 kendaraan.
Diambil dari banyaknya kebutuhan rute jalan, jumlah jalanan dari Kota Jakarta yang dikatakan Dinas Perhubungan DKI Jakarta tahun 2015 yaitu sebesar 25,7 juta perjalanan/hari. Dari 25,7 juta tersebut, telah diperkirakan 25,2 juta atau setara dengan 98% menggunakan kendaraan masing-masing, lalu 2% untuk para pengguna angkutan umum. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kemacetan yang semakin padat dan menyebabkan timbulnya pengaruh dalam kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial yang ada di Jakarta.
Kebijakan Pengembangan Angkutan Umum Massal (Kebijakan Pengembangan AUM), dilakukan karena terjadi peningkatan pada mobilitas penduduk dan barang yang terus-menerus bertambah di DKI Jakarta, dan juga ketersediaan transportasi umum yang sangat kurang untuk mendukung kegiatan tersebut. Hal tersebut menjadi opsi kebijakan untuk pengembangan angkutan umum yang rasional dalam upaya penataan sistem transportasi publik DKI Jakarta.
Transportasi publik sangat berperan penting agar terciptanya masyarakat yang tertib dan teratur, dapat mempermudah proses mobilitas penduduk dan barang serta menjadi tolak ukur untuk kemajuan kota Jakarta. Maka dari itu, adanya kebijakan pengelolaan sistem transportasi publik perkotaan mampu untuk mewujudkan atau menyediakan jasa transportasi dan pelayanan angkutan yang tertib, aman, nyaman, dan dengan biaya yang terjangkau agar masyarakat tertarik untuk memakai jasa transportasi umum yang telah disediakan.
Pemerintah DKI Jakarta telah menetapkan kebijakan implementasi Pola Transportasi Makro (PTM) yang ada dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 103 Tahun 2007 tentang Pola Transportasi Makro. Kebijakan tersebut sebagai upaya untuk mewujudkan sistem transportasi yang baik, efisien, lancar dan terintegrasi melainkan yang berkeadilan dan berkelanjutan sesuai dengan kedudukan dan kewenangan Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Hingga saat ini Kebijakan Pengembangan Angkutan Massal di Jakarta telah diimplementasikan yaitu KRL Jabodetabek, BRT (Bus Rapid Transit) atau Trans Jakarta diyakini sebagai salah satu upaya untuk mengurangi permasalahan pada transportasi publik di Jakarta yang mampu untuk mengatasi masalah kemacetan yang terus-menerus terjadi di ibukota serta dapat memberikan alternatif untuk masyarakat sekitar.
Implementasi kebijakan pngembangan angkutan umum DKI Jakarta merupakan tanggung jawab Pemerintah Daerah DKI Jakarta yang sudah diamanatkan dalam peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2014 sebagai pengganti dari Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2003. Target yang direncanakan dengan adanya kebijakan tersebut adalah 60% Â perjalanan penduduk menggunakan angkutan umum, kecepatan rata-rata jalan adalah 35 km/jam untuk transportasi jalan, dan terciptanya kondisi yang aman, nyaman untuk transportasi kereta api, perairan, dan udara.
Keberhasilan dalam kebijakan implementasi pengembangan angkutan umum juga harus ada dukungan dari sumber daya yang tersedia, tidak hanya sumber daya manusia melainkan sumber daya non manusia juga sangat dibutuhkan demi kelancaran kebijakan tersebut. Implementasi kebijakan juga menghubungkan antara tujuan kebijakan dan realisasinya dengan hasil kegiatan dari pemerintah.
Untuk menarik minat masyarakat, terdapat adopsi kebijakan atau perubahan kebijakan pada angkutan umum yang harus memenuhi persyaratan pelayanan minimal yang digariskan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 10 Tahun 2012, yang meliputi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan, dan keteraturan. Selanjutnya, koneksi atau integrasi antar moda transportasi publik harus diperkuat untuk mengurangi kemacetan dan memberikan kenyamanan yang dibutuhkan konsumen untuk mencapai tujuan mereka. Pasokan infrastruktur pada simpul transportasi merupakan salah satu bentuk integrasi antar moda.Â
Kebijakan baru pemerintah DKI Jakarta yang telah diterapkan antara lain yaitu penggunaan angka Ganjil-Genap, pelarangan sepeda motor di beberapa ruas jalan raya, penerapan Electronic Road Pricing, serta peningkatan dan pengembangan layanan dan infrastruktur angkutan umum untuk meningkatkan kenyamanan. Â
Integrasi Sistem meski 91% penduduk DKI Jakarta belum terintegrasi, pemerintah berupaya meningkatkan integrasi antar moda di wilayah DKI Jakarta. Dari 220 halte TransJakarta, 69,5% terhubung secara fisik dan 59,5% terhubung dengan pembayaran. Untuk sistem pembayaran yang diterima hanya satu kartu yaitu JakLingko, namun untuk tarif, hanya beberapa mikrotrans yang tarifnya terkoneksi dengan TransJakarta. Â
Melalui adanya program JakLingko yang terdapat dalam kebijakan baru pada saat ini diharapkan bisa lebih mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi massal yang semakin gampang, aman, dan nyaman ketika melakukan aktivitas. Dalam sistem penjadwalan, masyarakat dapat mengakses jadwal setiap moda melalui aplikasi Moovit atau langsung di setiap halte dan stasiun.
Pemerintah harus mengevaluasi kebijakan angkutan umum secara kolaboratif untuk mempromosikan kebijakan dorong dan tarik serta untuk membantu pengguna memfasilitasi angkutan umum dalam penyelesaian modal fisik, pembayaran, dan penjadwalan. Pembaruan kebijakan ini tidak menghilangkan kebijakan yang sudah diterapkan sebelumnya, tujuan dilakukannya adopsi kebijakan yaitu guna membentuk kebijakan baru yang lebih baik tanpa menghapus kebijakan yang sudah ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H