Mohon tunggu...
gus tri
gus tri Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pernah Merintis NgeBand (The Fly). Setelah 2003 lulus dari S-1 Planologi (Perencanaan Wilayah dan Kota), menjadi Planolog menjelajah dari Sabang sampai Merauke serta ke negeri2 Jiran. Profesi sebagai Planolog dilakoni mulai melakukan Kajian Perencanaan Pengembangan Wilayah, kemudian menerima tantangan pekerjaan Sistem Manajemen Mutu, EO dan MICE (Workshop, Seminar, Public Lecture sampai Awarding serta Eksebisi). Pernah ikut Reality Show karantina selama 4 bulan yang disiarkan secara langsung oleh TV Swasta dan Menang Juara 1. Alhamdulillah melanjutkan sekolah ke jenjang S-2 (walopun tertunda lama lulusnya, in syaa Alloh segera Tesis dan beres). Alhamdulillah juga sudah sampai ke Tanah Suci Mekkah untuk menunaikan Umroh, in syaa Alloh lanjut naik Haji. 2018 Hijrah dari Metropolis Jakarta ke Smallville Jateng untuk mencicipi bekerja di BUMN pengelola Kawasan Industri yang awalnya diminta menjadi pelengkap tim penyusun FS pendirian anak perusahaannya. Sukses FS disetujui pemegang saham mayoritas (Kementerian BUMN), kemudian diproyeksikan menjadi pimpinan di anak perusahaan BUMN tersebut. Babat alas’ saat operasional awal mulai mengurus legalitas dan memenuhi struktur pimpinan serta staf sampai anak perusahaan BUMN tersebut memiliki bisnis awal/rutin mengelola Kawasan Berikat. Posisi belum definitif di anak perusahaan BUMN tsb, ada peluang untuk ikut kontestasi menjadi Caleg pada Pemilu tahun 2019 silam, dari Partai Baru yang muda dan perjuangkan idealism, kebaruan serta anti intoleransi. Disaat yang seharusnya keduanya bisa berjalan beriringan karena belum ada posisi yang definitif namun harus menerima kenyataan diminta keluar dari BUMN tersebut. Tidak lagi dinas di anak perusahaan BUMN dan Caleg tidak menang, kemudian merintis Perusahaan Konsultan Manajemen - Pelatihan Perbankan, dan mengawasi/mengurusi renovasi bangunan gedung serta ikut berproses sampai “arus terdalam” politik pencalonan Bupati. Saat itu sebagai shadow-liaison/LO-nya dari paman yang menjadi Bacalonbup melalui Partai terbesar di RI ini, menata dapil untuk mendapatkan rekomendasi parpol tsb namun gagal mendapatkan rekomendasinya.. Tahun 2020-2021 saat Pandemi Global Covid-19 menimpa seluruh dunia, ditugaskan utk ikut mengawasi Koperasi susu, kemudian catering dan ikut merintis bisnis developer property...what next…. “GOING TO THE UNKNOWN GO TO SOMETHING YOU WANT TO AVOID, VOLUNTARILY AND YOU WILL BE STRONGER AND MORE EFFICIENT.” …Have Courage & Be Kind.

Wiraswasta dan Planolog (Ahli Perencanaan Wilayah dan Kota)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Strategi Melawan Korupsi dan Intoleransi

7 November 2017   17:40 Diperbarui: 7 November 2017   17:47 2363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Orang  bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman," itulah penggalan lirik lagu Koes Plus yang menggambarkan tentang kekayaan bumi pertiwi Republik Indonesia, namun kondisi bangsa saat ini ternyata masih tertinggal.  Ketertinggalan Bangsa Indonesia merupakan warisan turun temurun, sejak merdeka dari penjajahan yang merampas kekayaan alamnya.  Masuk rezim orde baru yang stabil berkuasa selama 32 tahun, namun kestabilan tersebut disalahgunakan dengan budaya keserakahan/KORUPSI penguasa saat itu, sehingga akhirnya dilengserkan.  

Budaya KORUPSI yang diwariskan merupakan momok yang sangat sulit dibasmi, karena telah mengakar dan membudaya.  KORUPSI di Republik Indoneia sudah menjalar kesetiap sendi kehidupan, yaitu: dari kalangan atas sampai bawah, hampir disemua bidang, mulai dari aparatur pemerintahan, tokoh pendidikan, aparat hukum bahkan tokoh agama. Ada yang melakukannya karena serakah, ada yang ikut-ikutan karena terpengaruh,  ada  juga yang terpaksa karena tidak enak atau terperangkap dalam lingkungan yang koruptif.  

Sila Ke-5 dari Pancasila, yaitu: "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia," hanyalah mimpi karena masih lebarnya jurang pemisah antara sikaya dan simiskin.  Korban Koruptor adalah mayoritas rakyat yang miskin dan berada pada piramida paling bawah dalam sistem kapitalisme,  dimana simiskin bekerja dan menopang kaum kaya yang tamak dan para penguasa yang serakah, serta pemimpin yang sewenang-wenang.  Jelas bahwa Bangsa Indonesia terpuruk dan miskin karena Koruptor, dimana hampir semua lini pemerintahan, kehidupan ekonomi/bisnis di Republik ini tidak luput dari praktek KORUPSI.  

Pada proyek pemerintahan bagi para pihak ketiga atau swasta (konsultan, kontraktor, dsbnya), lazim dikenal istilah kickback atau prosentase sogokan untuk memenangkan proyek yang dilelang/ditender-kan. Kemudian bila proyek telah dimenangkan, dilanjutkan dengan uang suap atau hadiah sebagai pelicin agar pekerjaan yang ditangani lancar.  Banyak orang yang terjebak dalam lingkaran KORUPSI, akibat dari sistem kebijakan-kebijakan negara yang salah dan sampai saat ini belum berhasil diperbaiki.  

Setiap elemen pemerintahan harus bersepakat dan bekerjasama untuk membasmi korupsi sampai ke akar-akarnya, namun yang terjadi  malah konflik antar lembaga dan konspirasi.  Itulah kenapa KORUPSI  dikategorikan sebagai kejahatan luarbiasa, sampai ada ungkapan: "Kalau tidak edan, tidak akan bisa makan," "Bila tidak ikut arus, tidak berbudaya dan akan terkucil" dan sebagainya. 

KORUPSI merupakan tantangan serius terhadap pembangunan. Dalam dunia politik, KORUPSI mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. KORUPSI saat pemilu dan badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan penyusunan kebijakan. 

KORUPSI pada sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum, dan KORUPSI pada pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat.  Secara umum, KORUPSI mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, hingga sampai pada promosi pejabat yang diangkat bukan karena prestasi.  Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.  

KORUPSI inilah yang membuat Bangsa Indonesia miskin dan terhambat kemajuannya, oleh karena itu harus dilawan dengan serius dan tegas serta keras.   Formulasi Pemberantasan KORUPSI harus dimulai dengan tindakan pencegahan melalui Edukasi dan Sosialisasi, tindakan persuasif dengan Pembuktian Terbalik, serta tindakan represif yaitu: Hukuman Maksimal sampai pada Hukuman Mati untuk menimbulkan efek jera.

Saat ini yaitu tahun 2017 adalah tahun ketiga pemerintahan Presiden Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia yang ke-7.  Beliau adalah harapan yang lahir dari kegundahan sebagian besar rakyat Indonesia dan saat ini sudah cukup banyak prestasi dan kemajuan dari hasil kerja beliau beserta jajarannya.  Beliau berusaha mengejar ketertinggalan bangsa ini dengan melakukan pembangunan infrastruktur secara massive, walopun untuk mencapai tujuan mulia tersebut beliau harus mengeluarkan beberapa kebijakan yang kurang populis.  

Naiknya Joko Widodo menjadi Presiden RI meninggalkan Ahok (Basuki Cahaya Purnama) wakilnya, yang kemudian naik menjadi Gubernur DKI Jakarta. Naiknya Ahok sebagai pemimpin yang berasal dari minoritas kemudian memicu keterbelahan, konflik/intoleransi kembali memanas karena adanya oknum yang menghembuskan isu SARA dengan memanfaatkan alam kebebasan demokrasi dalam proses Pemilu (Pilpres dan Pilkada DKI Jakarta) yang telah berlalu tersebut.

Era informasi saat ini adalah ladang kebebasan, kemudahan dan kebablasan masyarakat dalam mengekspresikan pandangan dan pilihan politiknya. Kondisi tersebut mudah menimbulkan provokasi, ujaran kebencian yang disebarkan melalui media sosial yang dapat memicu intoleransi. Intoleransi telah memakan korban dimana isu agama dan suku dijadikan keset bagi para politikus/individu/kelompok demi kepentingan dan tujuannya.  Hukum sebab dan akibat, maka Intoleransi harus dilawan dengan elegan (Konsistensi dan Keadilan), karena akibat intoleransi maka akan timbul peperangan, dan kekacauan.  

Pancasila sebagai dasar negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai slogan penggambaran bangsa Indonesia yang majemuk merupakan formulasi ampuh pada tataran konseptual.  Tataran konsep tersebut harus diturunkan pada tataran operasional yang detail dimana prinsip keadilan yang proporsional (hubungan mayoritas dan minoritas) dapat diimplementasikan sehingga tumbuh kesadaran sikap saling memahami, menghargai dan Obyektif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun