Mohon tunggu...
Agustinus Nicolaus Yokit
Agustinus Nicolaus Yokit Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Bukan seorang Pujangga dan Bukan seorang Filsuf

Menjadi prehensi positif bagi perkembangan orang lain... Masih belajar untuk Altruis... Sedang berjalan dalam pencarian pada Kebijaksanaan Sejati...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Analisa Doa Tobat Ayub (42:2-6)

17 Desember 2022   19:31 Diperbarui: 17 Desember 2022   19:39 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayub adalah seorang laki-laki yang tinggal di tanah Us. Ia dikisahkan sebagai seorang yang sangat kaya, bahkan disebut sebagai yang terkaya dari semua orang di sebelah timur. Ayub memiliki tujuh anak laki-laki, tiga anak perempuan dan juga memiliki harta kekayaan yang di antaranya: tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina. Walaupun demikian, Ayub akhirnya kehilangan semua anaknya dan segala harta bendanya, dan juga dihinggapi penyakit kulit (Ayub 1:12). Terhadap semua yang dialami dan dimilikinya, Ayub tidak memiliki keterikatan yang radikal. Ia lepas bebas dan tidak sekali-kali menyesali kehilangan yang terjadi. Karena, Ia memiliki kesetiaan yang luar biasa kepada Tuhan, maka keterikatan kepada manusia maupun barang milik, tidak menjadi yang utama.

Bagaimana Konteks Doa Ayub?

Dalam doa ini, Ayub digambarkan sedang mengalami penderitaan dan kemalangan. Di dalam penderitaan dan kemalangannya, ia berdoa dan bertobat kepada Allah. Ia memohon pertolongan dari Allah agar menyelamatkannya. Ia tidak sedih tetapi tenang menghadapi cobaan yang ada. Ayub tidak lari melainkan bertahan sampai selesai dalam menghadapi cobaan dari Allah. Walaupun ada momen di mana Ayub berkeluh kesah pada Allah, tapi toh ia kembali lagi pada ketaatannya di hadapan Allah. Ayub tidak marah ataupun menuduh Allah (Ayub 1:22), melainkan menerima semuanya dan tidak berbuat dosa (Ayub 2:10b).

 

INWARD QUESTION

1. Siapakah Manusia yang Berdoa?

Manusia digambarkan sebagai mereka yang menderita dan melakukan dosa. Dalam konteks ini kita melihat realitas Ayub yang saleh, jujur, takut akan Allah, dan suka menjauhi kejahatan (Ayub 1:1,3). Pernyataan atau ungkapan Ayub "tidak berdosa" dengan bibirnya dapat disimpulkan bahwa selama dalam kondisinya yang sulit, Ayub tidak pernah melakukan yang hal tidak benar dalam arti mengutuk Allah seperti yang diharapkan oleh Iblis dan juga istrinya (1:11; 2:5, 9). Alasannya adalah dosa selalu dikaitkan dengan apa yang keluar dari dalam mulut seseorang. Biasanya ketika mengalami penderitaan, kecenderungan manusia adalah mengutuki Allah atau menolak penderitaan yang diterima. Tetapi ini berbeda dengan Ayub. Ia bahkan tidak pernah mengutuki Allah ketika ia belum menderita dan setelah ia menderita. Hal ini semakin mempertegas bahwa penderitaan tak selamanya dikaitkan dengan dosa.

Siapakah Allah?

Allah dipahami sebagai Dia yang menghakimi dengan adil (13:1-28; 23:7-12; 34). Allah yang sungguh memperhatikan penderitaan manusia (35:1-15). Allah yang siap berperkara dengan manusia (40:1-28). Apabila ditelusuri dalam seluruh kisah Ayub, Allah dapat dilihat sebagai pribadi yang tidak segan-segan mencobai manusia. Ia bahkan mencobai manusia yang saleh, setia dan takut pada-Nya (1:12; 2:6-7). Pencobaan ini terlihat jelas dalam kisah Ayub. Selain mencobai manusia, Allah juga tidak segan-segan menghukum manusia secara adil (8:3-7). Dan Ayub mengakui bahwa tak seorang pun dapat bertahan di hadapan Allah, sang kebenaran sejati (9:1-35). Oleh karena itu, Allah dipahami sebagai pribadi yang memiliki kuasa penuh terhadap segala sesuatu di dunia tanpa terkecuali.

Bagaimana hubungan manusia dengan Allah?

Hubungan manusia dengan Allah tertampak di dalam relasi sang Pencipta dan ciptaan. Karena Allah sebagai pencipta yang mahakuasa dan mahaadil, maka manusia selalu berusaha untuk berlaku sesuai kehendak-Nya. Relasi manusia dengan Allah digambarkan dalam pengalaman Ayub sendiri. Ayub bahkan sampai mengeluh kepada Allah atas perbuatan-Nya kepada Ayub (16:1-22; 17:1-16). Ayub menyadari bahwa Allah berkuasa atas hidup dan matinya. Allah juga memberikan penderitaan kepada manusia agar manusia dapat merefleksikan hidupnya melalui penderitaan yang dialami (10:1-7).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun