Mohon tunggu...
Agustinus Nicolaus Yokit
Agustinus Nicolaus Yokit Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Bukan seorang Pujangga dan Bukan seorang Filsuf

Menjadi prehensi positif bagi perkembangan orang lain... Masih belajar untuk Altruis... Sedang berjalan dalam pencarian pada Kebijaksanaan Sejati...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Meninjau Realitas Pelanggaran HAM di Papua Seturut Pandangan Etika Komunikasi Logstrup

9 Agustus 2021   14:18 Diperbarui: 9 Agustus 2021   15:34 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menurut saya, ketika kita berbicara tentang pelanggaran HAM di Papua, berarti akan terlibat juga di dalamnya Gereja Katolik lokal. Gereja-Gereja lokal yang dimaksudkan adalah Keuskupan-keuskupan di Tanah Papua, yang jumlahnya ada lima (5) Keuskupan, yang tergabung dalam Regio Papua. Bagi saya, peran Gereja Katolik lokal di tanah Papua sangatlah penting dan diperlukan oleh semua warga sipil teristimewa OAP (Orang Asli Papua).

 Gereja haruslah hadir dan kemudian berbicara serta juga terlibat aktif dalam penderitaan masyarakat lokal. Dalam konteks keterlibatan Gereja di tengah pelanggaran HAM yang terjadi, Gereja perlu memperhatikan dengan baik sikap dan posisinya ketika masuk dan turut bertanggung jawab atas permasalahan yang terjadi. Jangan sampai kehadiran imam Gereja Katolik di tengah ‘umat’ justru menimbulkan salah tafsir dari pemerintah atau negara, bahwa Gereja mendukung kelompok ‘separatis’. 

Menurut saya, hal ini perlu diperhatikan dan dipertegas, bahwa para imam Papua yang aktivis bukanlah imam OPM (Organisasi Papua Merdeka), mereka hadir untuk menjadi penyalur rahmat keselamatan bagi jiwa-jiwa. Pastor atau Uskup sebagai representasi Gereja, hadir di tengah umat dan menjadi ‘nabi’ yang menyuarakan kebenaran atas nama keadilan. Bukan ikut dalam pergerakkan politik yang jauh bahkan keluar dari arah Gereja universal. 

Oleh karena itu, kasus-kasus pelanggaran HAM yang sering terjadi di Papua haruslah dimediasi dengan baik oleh Gereja, bila perlu arahkan pada dialog sebagai jalan damai. Dialog yang dimaksudkan ialah dialog terbuka antara pemerintah pusat (Jakarta), aparat militer dan Gereja di Papua serta LSM yang ada. 

Gereja hadir menjadi mediator untuk menunjukkan berbagai masalah HAM yang terus berkembang sepanjang sejarah masyarakat Papua hingga saat ini. Tujuan yang hendak dicapai ialah kejelasan tentang berbagai pelanggaran HAM yang sering terjadi di Papua. Gereja sebagai mediator perlu bergerak untuk berpihak pada umat dan sekaligus mengikat diri pada jalur Gereja Universal yang sangat mengedepankan salus animarum. 

Gereja menjadi mediator yang memungkinkan terjadinya dialog antara berbagai pihak yang terkait. Dialog ini, diharapkan dapat mengarah pada penyelesaian masalah yang terjadi demi menyelamatkan jiwa dan raga bangsa Papua, terlebih generasi Papua yang akan datang.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun