Mohon tunggu...
Magnifico Ragazzo
Magnifico Ragazzo Mohon Tunggu... -

antusiasme, menggelora, terkooptasi dengan stigma berkesenian kegelapan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Partai dan Sastra Sebagai Agen Pencerahan Masyarakat

28 Juni 2011   03:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:07 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

-Lekra, akar budaya massa dan Pembentuk lansekap kesadaran seni atas kekuasaan-

PKI, PSI, Masjumi dan NU adalah partai-partai besar dijamannya, Partai pada masa-masa ketika kesadaran politik tinggi bukan saja sebagai agen perubahan di dalam masyarakat tapi juga agen kebudayaan. Partai dijadikan sarang intelektualitas, sarang kebudayaan dan pembentuk kesadaran ideologis. Partai didorong untuk paham terhadap persoalan-persoalan masyarakat, bukan hanya paham dalam bentuk lahiriah tapi juga paham akan gejala-gejala.

Di masa demokrasi ala Sukarno, PKI diberi kesempatan untuk memperluas basis massa jaringan. PKI melawan akar budaya Jawa yang feodal dengan memperkuat pertunjukan ketoprak. Pertunjukan ini secara halus melawan pertunjukan wayang yang kerap digunakan Keraton untuk menjadikan alam bawah sadar rakyat untuk patuh pada para Raja. Dalam pertunjukan Ketoprak PKI sengaja mengedepankan teori Realisme Historis atas Sejarah Jawa. Realisme Ki Ageng Mangir, Ario Penangsang, Menak Djinggo atau Sakerah (di Madura) kerap dipertunjukkan untuk memperlihatkan bagaimana kekuasaan ditelanjangi dalam bentuk penindasan terhadap rakyat kecil.

Di bidang sastra PKI mengedepankan realisme, inilah yang kemudian menjadikan polemik paling keras sepanjang sejarah sastra di Indonesia. Kelompok Humanisme yang booming sejak jaman Revolusi Kemerdekaan 1945 mendapatkan perlawanan paling keras justru dari orang yang besar pada masa sastra humanis itu : Pram. Pramoedya Ananta Toer adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam penyadaran sastra realis. Dunia Sastra harus memiliki fungsi sosialnya, tanpa menyentuh fungsi sosial maka dunia sastra mengandung pengkhianatan. Kelompok anti pandangan ini berpusar dalam Manifestasi Kebudajaan, kelompok Manifest inilah yang kemudian menjadi jaya di masa Suharto berkuasa sekaligus juga berperan dalam pendangkalan dunia sastra resmi.

Sejarah Kepartaian di Indonesia adalah sejarah yang penuh pertanggung jawaban terhadap masyarakat dan persoalannya. Sementara kita saksikan sekarang, Partai-partai bukan saja melakukan pengkhianatan terhadap persoalan masyarakat tapi juga gagal menjadi agen pembentuk peradaban dan kebudayaan masyarakat, Kasus barter politik pada hasil Pansus Century dengan kasus penggelapan pajak yang kemudian bermuara pada kompromi koalisi menunjukkan peran partai yang menyerah pada daya kekuasaan.. Partai sebagai agen perubahan adalah sasaran reformasi setelah Reformasi di bidang Hukum dan Birokrasi.

WS Rendra sendiri yang pada awalnya menyerang Lekra kemudian di tahun 1970-an menjadi penyair paling realis dan bertanggung jawab terhadap perubahan keadaan-keadaan. Puisi Rendra yang berjudul 'Sajak Sebatang Lisong' merupakan gambaran bagaimana kemudian daya budaya bisa menjadi agen penting dalam melawan, membangun dan membentuk susunan masyarakat.

Matahari terbit

Fajar tiba
Dan aku melihat delapan juta kanak–kanak tanpa pendidikan …

Aku bertanya

Tetapi pertanyaan–pertanyaanku
Membentur meja kekuasaan yang macet

Dan papan tulis–papan tulis para pendidik. Yang terlepas dari persoalan kehidupan …

Aku bertanya. Tetapi pertanyaanku. Membentur jidat penyair–penyair salon. Yang bersajak tentang anggur dan rembulan.

Sementara ketidakadilan terjadi disampingnya. Dan delapan juta kanak–kanak tanpa pendidikan. Termangu–mangu di kaki dewi kesenian …

Inilah sajakku. Pamplet masa darurat. Apakah artinya kesenian. Bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir. Bila terpisah dari masalah kehidupan

================

Dunia sastra kita saat ini hanya dijadikan ajang kumpul-kumpul, tempat klangenan dan tidak bisa memenuhi syarat sebagai agen yang bisa merumuskan keadaan. Sastra sesungguhnya adalah jiwa jaman itu sendiri, sastra harus mampu menjadikan daya budaya yang menuntun pada kesadaran tentang hal-hal yang tidak disadari oleh masyarakat. Sastra harus bisa membongkar semua detil kenapa sebuah masyarakat menjadi sakit, kenapa sebuah masyarakat tidak bisa berdaya pada keadaan. Sastra yang seperti inilah yang harus dihidupkan dan diberdayakan.

PKI, PSI, Masjumi dan NU adalah partai-partai besar dijamannya, Partai pada masa-masa ketika kesadaran politik tinggi bukan saja sebagai agen perubahan di dalam masyarakat tapi juga agen kebudayaan. Partai dijadikan sarang intelektualitas, sarang kebudayaan dan pembentuk kesadaran ideologis. Partai didorong untuk paham terhadap persoalan-persoalan masyarakat, bukan hanya paham dalam bentuk lahiriah tapi juga paham akan gejala-gejala.

Di masa demokrasi ala Sukarno, PKI diberi kesempatan untuk memperluas basis massa jaringan. PKI melawan akar budaya Jawa yang feodal dengan memperkuat pertunjukan ketoprak. Pertunjukan ini secara halus melawan pertunjukan wayang yang kerap digunakan Keraton untuk menjadikan alam bawah sadar rakyat untuk patuh pada para Raja. Dalam pertunjukan Ketoprak PKI sengaja mengedepankan teori Realisme Historis atas Sejarah Jawa. Realisme Ki Ageng Mangir, Ario Penangsang, Menak Djinggo atau Sakerah (di Madura) kerap dipertunjukkan untuk memperlihatkan bagaimana kekuasaan ditelanjangi dalam bentuk penindasan terhadap rakyat kecil.

Di bidang sastra PKI mengedepankan realisme, inilah yang kemudian menjadikan polemik paling keras sepanjang sejarah sastra di Indonesia. Kelompok Humanisme yang booming sejak jaman Revolusi Kemerdekaan 1945 mendapatkan perlawanan paling keras justru dari orang yang besar pada masa sastra humanis itu : Pram. Pramoedya Ananta Toer adalah orang yang paling bertanggung jawab dalam penyadaran sastra realis. Dunia Sastra harus memiliki fungsi sosialnya, tanpa menyentuh fungsi sosial maka dunia sastra mengandung pengkhianatan. Kelompok anti pandangan ini berpusar dalam Manifestasi Kebudajaan, kelompok Manifest inilah yang kemudian menjadi jaya di masa Suharto berkuasa sekaligus juga berperan dalam pendangkalan dunia sastra resmi.

Sejarah Kepartaian di Indonesia adalah sejarah yang penuh pertanggung jawaban terhadap masyarakat dan persoalannya. Sementara kita saksikan sekarang, Partai-partai bukan saja melakukan pengkhianatan terhadap persoalan masyarakat tapi juga gagal menjadi agen pembentuk peradaban dan kebudayaan masyarakat, Kasus barter politik pada hasil Pansus Century dengan kasus penggelapan pajak yang kemudian bermuara pada kompromi koalisi menunjukkan peran partai yang menyerah pada daya kekuasaan.. Partai sebagai agen perubahan adalah sasaran reformasi setelah Reformasi di bidang Hukum dan Birokrasi.

WS Rendra sendiri yang pada awalnya menyerang Lekra kemudian di tahun 1970-an menjadi penyair paling realis dan bertanggung jawab terhadap perubahan keadaan-keadaan. Puisi Rendra yang berjudul 'Sajak Sebatang Lisong' merupakan gambaran bagaimana kemudian daya budaya bisa menjadi agen penting dalam melawan, membangun dan membentuk susunan masyarakat.

Matahari terbit

Fajar tiba
Dan aku melihat delapan juta kanak–kanak tanpa pendidikan …

Aku bertanya

Tetapi pertanyaan–pertanyaanku
Membentur meja kekuasaan yang macet

Dan papan tulis–papan tulis para pendidik. Yang terlepas dari persoalan kehidupan …

Aku bertanya. Tetapi pertanyaanku. Membentur jidat penyair–penyair salon. Yang bersajak tentang anggur dan rembulan.

Sementara ketidakadilan terjadi disampingnya. Dan delapan juta kanak–kanak tanpa pendidikan. Termangu–mangu di kaki dewi kesenian …

Inilah sajakku. Pamplet masa darurat. Apakah artinya kesenian. Bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir. Bila terpisah dari masalah kehidupan

================

Dunia sastra kita saat ini hanya dijadikan ajang kumpul-kumpul, tempat klangenan dan tidak bisa memenuhi syarat sebagai agen yang bisa merumuskan keadaan. Sastra sesungguhnya adalah jiwa jaman itu sendiri, sastra harus mampu menjadikan daya budaya yang menuntun pada kesadaran tentang hal-hal yang tidak disadari oleh masyarakat. Sastra harus bisa membongkar semua detil kenapa sebuah masyarakat menjadi sakit, kenapa sebuah masyarakat tidak bisa berdaya pada keadaan. Sastra yang seperti inilah yang harus dihidupkan dan diberdayakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun