Mohon tunggu...
Gusti Bob Room
Gusti Bob Room Mohon Tunggu... -

ahh... bullshit.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pengakuan Seorang Pengguna Facebook

16 September 2012   08:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:23 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Anda masih aktif di Facebook? Kalau tidak, anda tidak sendiri, banyak yang pindah ke media sosial lain (twitter, google plus). Kalau masih aktif, tidak perlu merasa jadul, sebagian besar memang masih aktif koq, termasuk saya—walopun tergolong kambuh-an.

Oh iya, di Kompasiana juga, saya termasuk kompasianer KUMAT (meminjam istilahnya Tante Paku a.k.a Tony).

Hari ini misalnya, saya lagi KUMAT gara-gara tergelitik oleh pengakuan seorang pengguna Facebook, yang bisa jadi sumber inspirasi bagi saya dan Anda.

Usai makan siang, saya login Facebook, pengen lihat-lihat status yang menarik. Tiba-tiba muncul pop-up chat box di pojok kanan bawah. Mantan teman mbecak saya itu menyapa, lalu ngobrol ngalor-ngidul...

Mulai dari topik istri-dan-anak sampai ke pilakada DKI Jakarta yang kian memanas (bukan warga Jakarta koq ya melu-melu heboh hihihi..)

Mulai dari topik terrorist hingga topik media sosial (lha… tukang becak juga melek media lho)

Nah, pas dibagian media sosial inilah pengakuannya teruangkap; mengapa dia jarang berinteraksi di Facebook dan media sosial lainnya. Berikut adalah petikan obrolan saya dengan dia:

[Saya]: kenapa km ga pernah bikin status?

[Kawan Mbecak]: takut dikira cengeng/tukang ngeluh

[Saya]: kan bisa bikin status yg menceritakan suka-cita?

[Kawan Mbecak]: takut dikira narsis & pamer kebahagiaan

[Saya]: status, tweet, dlsb, kan TIDAK harus bersifat personal, bisa hal-hal umum

[Kawan Mbecak]: takut dikira sok jadi pengamat, sok analyst.

[Saya]: kalau begitu buat status yang memberi semangat, hal-hal positive lah.

[Kawan Mbecak]: takut dikira sok jadi motivator, keminter.

[Saya]: eh, bikin banyolan juga bisa, kalau kamu mau…

[Kawan Mbecak]: takut dikira kena demam StandUp Comedy

[Saya]: kalau begitu bikin yang ringan-ringan saja, atau yang nggak jelas deh, gimana?

[Kawa Mbecak]: takut dicap ‘nyampah’

[Saya]: Lha… kamu koq kebanyakan “takut dikira?”

Kesimpulan saya sementara, kawan mbecak saya ini memang takut dikira ini atau itu.

Bukan hanya tak pernah update status lho, dia juga tidak pernah berkomentar atau sekedar ngasih jempol pada status kawannya. Saya penasaran, kenapa dia begitu?

[Saya]: Yo wis, karepmu. Lha tapi kenapa kamu nggak pernah berkomentar?

[Kawan Mbecak]: Sama aja tho, komentar juga bisa dinilai ini itu oleh orang lain.

[Saya]: Okeee. Paling tidak ya kasih jempol (vote), kan bisa?

[Kawan Mbecak]: Lha… jempolpun sudah merupakan bentuk persetujuan, keberpihakan, seidak-tidaknya ketertarikan, yang artinya juga bisa dipersepsikan, di nilai, di judge.

Memang. Berkerumun di tengah hiruk-pikuknya media sosial sekarang ini, kemungkinannya cuma dua:

(1) Anda di nilai secara tidak proporsional, entah itu baik atau buruk, entah dipuji atau dicela.

(2) Anda diabaikan begitu saja

Silahkan dipilih.

Selamat berakhir pekan. Salam dari pulau Bali.

~Gusti Bob

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun