Mohon tunggu...
GUSTIANSYAH
GUSTIANSYAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan mahasiswa yang bergerak di bidang hukum

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Pemerintah Indonesia Mencari Alternatif Mengatasi Lapas yang Membeludak

11 Juni 2024   11:06 Diperbarui: 11 Juni 2024   11:18 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ruang kunjungan di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan Bali biasanya penuh pada pagi hingga siang hari pada hari kerja, pada saat itu diperbolehkan mengunjungi keluarga dan teman. Sekitar 15 narapidana berdiri dari balik jeruji besi dan berbicara dengan tamu mereka di balik jeruji besi.

Amalia, bukan nama sebenarnya, mengunjungi putranya untuk membawakan bekal makan siang pada Kamis pekan lalu. Dia baru-baru ini dipenjara karena terlibat perkelahian di Denpasar, ibu kota Bali. Ia mengeluhkan Lapas Kerobokan yang penuh sesak.

"Saya pikir mereka memiliki terlalu banyak tahanan, tapi selain itu kondisinya baik-baik saja. Kata anak saya, sipirnya ramah," katanya tanpa menyebutkan nama putranya demi alasan keamanan.

Penjara Kerobokan kini menampung lebih dari 1.700 orang di fasilitas yang dirancang untuk 323 narapidana. Gubernur Bali I Wayan Koster mengatakan kepada media saat berkunjung ke Lapas akhir April lalu bahwa pemerintah berupaya mencari solusi.

"Saya kira kita perlu relokasi, ini sudah tidak memungkinkan lagi," ujarnya.

Sementara itu di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang di Jakarta, terdapat lebih dari 2.900 narapidana di gedung yang seharusnya hanya menampung 880 orang. Lembaga pemasyarakatan lainnya mengalami kondisi yang sama, menurut Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, terdapat 265.574 orang yang dipenjara sedangkan fasilitas di seluruh Indonesia hanya berkapasitas 126.963 orang.

Kasus narkoba penyumbang terbesar

Menurut Genoveva Alicia, peneliti dari Institute of Criminal and Justice Reform (ICJR), overcrowding di lembaga pemasyarakatan di Indonesia bisa dikategorikan ekstrim dan permasalahannya terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia.

"Bukan hanya masalah di kota-kota besar, rata-rata overcrowdingnya lebih dari 99%. Hanya di enam daerah, termasuk Yogyakarta, masalahnya tidak terlalu parah," ujarnya.

Alicia mencontohkan, salah satu penyebab kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan di Indonesia adalah karena dalam sistem peradilan, orang mudah dipenjara dan ditahan kurang dari satu tahun. Namun penyumbang terbesar populasi lapas adalah mereka yang terlibat kasus narkoba.

Ade Kusmanto, Kepala Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, mengatakan kasus narkoba menyumbang sekitar 48 persen dari seluruh tindak pidana. Ada lebih dari 127.000 penahanan karena narkoba. Dari jumlah tersebut, 75.000 merupakan dealer dan 51.000 merupakan pengguna.

"Saya berharap politik hukum dalam menangani kasus narkoba berubah, sehingga penggunanya tidak dipidana penjara. Bisa berupa hukuman alternatif seperti rehabilitasi atau pengabdian masyarakat saat mereka direhabilitasi," katanya kepada VOA.

Kejahatan narkoba di Indonesia diatur dalam undang-undang no. 35/2009 tentang Narkoba. Meskipun undang-undang menyatakan bahwa pengguna harus direhabilitasi, seringkali mereka berakhir di penjara karena kepemilikan narkoba. Kusmanto menyebutkan, hal ini juga disebabkan karena rehabilitasi terhadap pengguna narkoba belum sepenuhnya dilakukan, sehingga penegakan hukum biasanya berujung pada hukuman penjara.

"Jika para pengguna (narkoba) ini diberikan hukuman alternatif selain penjara, bayangkan berapa banyak dari mereka yang akan keluar dari penjara," tambahnya.

Kalimat alternatif non-penahanan

Alicia mengatakan, untuk mengatasi masalah kelebihan kapasitas penjara, pemerintah harus siap memberikan hukuman alternatif selain hukuman penjara. Ia yakin bahwa Indonesia telah memiliki sistem hukuman non-penahanan, seperti denda, masa percobaan atau pelayanan masyarakat, yang dapat diterapkan pada kejahatan yang tidak terlalu berat dan tidak menimbulkan korban.

"Tetapi masalahnya, alternatif-alternatif ini tidak dimanfaatkan. Kami mempunyai masalah dalam sumber daya, institusi, dan juga regulasi teknis," katanya kepada VOA. Satu-satunya hal yang berjalan baik bagi penegakan hukum adalah hukuman penjara.

"Makanya dalam pikiran mereka, Anda hanya bisa menghukum orang dengan memasukkan mereka ke lembaga pemasyarakatan," tambah Alicia.

Kusmanto mengakui kekurangan sumber daya manusia akan menyulitkan penegak hukum untuk memberikan hukuman alternatif. Dia mencontohkan dengan masa percobaan setelah menjalani hukuman penjara. Petugas pembebasan bersyarat harus mencakup wilayah yang luas dengan terlalu banyak orang yang dibebaskan bersyarat sehingga sulit bagi mereka untuk mengawasi semua orang.

"Jumlah petugas kami terbatas, sementara pembebasan bersyarat banyak yang harus mereka datangi satu per satu. Pastikan mereka berperilaku baik," katanya.

Revitalisasi lembaga pemasyarakatan

Kusmanto mengatakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Yasonna Laoly telah mengeluarkan Keputusan Menteri No. 35/2018 tentang revitalisasi lembaga pemasyarakatan di Indonesia. Ditjen juga akan mengurangi kepadatan dengan mendistribusikan secara merata jumlah penghuni dari satu fasilitas ke fasilitas tetangga yang kurang penuh.

"Dan kami akan fokus mengubah perilaku warga binaan dan memberikan layanan seperti konseling dan bimbingan, agar mereka tidak kembali lagi," jelasnya. Kusmanto menambahkan, dengan adanya peraturan baru tersebut, lembaga lain termasuk penegak hukum dan kementerian lain akan bekerja sama untuk mencari solusi.

Namun Alicia mengatakan masalah ini tidak bisa diselesaikan jika pemerintah tidak mulai memikirkan alternatif non-penahanan.

 

"Kita bicara input dan output, kalaupun semua daerah punya fasilitas, kalau inputnya tidak kita atur, jumlahnya tidak akan pernah berkurang. Pemerintah harus memikirkan alternatifnya," katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun