Salah seorang pengrajin menjelaskan bahwa di Margo Laras adalah tempat yang menjadikan/membuat gamelan, adapun bahan baku seperti besi didapat dari Solo atau Ponorogo. "Di sini itu istilahnya finishing lah, barangnya ngambil dari Solo kalau nggak Ponorogo." Wawancara dengan Pak Sihok, salah satu pengrajin di Kerajinan Gamelan Margo Laras Desa Kauman
Berbeda dengan dahulu, karena bapak dari penulis ini pernah bekerja di Margo Laras, jadi merasakan perbedaannya. Yang awalnya untuk memproduksi seperti bonang, kenong, kempul dimulai dari 0, kalau sekarang membuatkannya menjadi barang jadi, bukan dari barang mentah semata.
Tantangan dalam Produksi Gamelan di Kerajinan Gamelan Margo Laras
Kerajinan Gamelan Margo Laras menghadapi sejumlah rintangan, terutama akibat meningkatnya harga bahan baku seperti tembaga dan timah. Pak Sugiarto mengungkapkan bahwa harga timah saat ini sudah menembus 600 juta per kilogram, dan terus menerus bertambah. Akibatnya, biaya produksi gamelan jadi sangat mahal, sementara banyak orang masih belum menyadari nilai estetika yang terkandung dalam gamelan yang mahal itu. Situasi ini membuat para pengrajin merasa kesulitan untuk bertahan, dan kadang-kadang memilih untuk menyerah pada keadaan yang ada.
Di samping isu harga bahan baku, masalah legalitas juga menjadi perhatian signifikan. Pengrajin yang ingin beroperasi secara profesional biasanya terhambat oleh kurangnya dokumen resmi seperti CV atau sertifikat keahlian. Sebagai jalan keluarnya, pemilik Margo Laras memastikan bahwa usaha ini memiliki CV dan dokumen legal yang lengkap. Hal ini tidak hanya menjaga usaha tetap berjalan, tetapi juga memberikan fasilitas kepada pengrajin kecil agar mereka bisa terus bekerja dan memperoleh pendapatan.
Untuk menanggulangi tantangan dalam pemasaran, Margo Laras memanfaatkan pendekatan kolaboratif. Pemilik tidak hanya menawarkan gamelan untuk dijual, tetapi juga menyewakannya sebagai salah satu cara untuk mempertahankan kegiatan usaha. Sistem kolaborasi ini melibatkan banyak rekanan, seperti tukang nglaras, pembuat rancakan, dan tukang pengikir, yang semuanya bekerja bersama untuk menciptakan gamelan yang berkualitas.
Pak Sugiarto juga menekankan adanya ketidakadilan dalam distribusi produk. Sebagai contoh, seorang pengusaha dari Yogyakarta yang memesan gamelan dari pengrajin Magetan, namun transaksi dan pembayaran masih dilakukan di Yogyakarta. Situasi ini merugikan pengrajin lokal yang telah bekerja keras untuk memproduksi gamelan tersebut. Sistem semacam ini, jika dibiarkan terus-menerus, dapat membahayakan keberlangsungan usaha gamelan tradisional.
"Kalau sistemnya kayak gini terus, mending jadi orang tani ke sawah, tinggalkan dan lupakan." ucap Pak Sugiarto.
Harga Satu Set Gamelan Margo Laras