Mohon tunggu...
Agus Rodani
Agus Rodani Mohon Tunggu... Operator - Seorang ASN yang selalu merindukan kampung halaman

sebagai Kontributor menulis Opini pada Surat Kabar Harian Pontianak Post, Penulis Artikel terproduktif pada Website DJKN dan penulisan lainnya

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Punah atau Tetap Eksis dengan Mengelola Perubahan?

17 Maret 2023   10:40 Diperbarui: 26 Maret 2023   09:30 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi startup. (sumber: freepik.com/rawpixel.com via kompas.com)

Kita sering mendengar ungkapan "Siapa yang tidak siap dengan perubahan atau disrupsi akan tersingkir atau punah". Kita pernah menyaksikan dan mengikuti berjaya dan punahnya, maju dan mundurnya atau terkenal dan pudarnya suatu produk perusahaan di dunia. 

Seiring dengan kemajuan teknologi banyak perusahaan yang bangkrut karena nilai fungsi suatu barang berkurang bahkan hilang. 

Produk tersebut menjadi tidak laku di pasar sehingga perusahaan merugi, Jangankan meraih untung bahkan modal untuk membuat produk tidak kembali.

Kita pernah menyaksikan bagaimana perusahaan telepon selular (Ponsel) yang dulu laku keras seperti merek Ericson, Siemen atau Nokia dan merajai penjualan ponsel di dunia akhirnya jatuh. 

Runtuhnya para raja ponsel tidak terlepas dari kurangnya mengembangkan teknologi sehingga kalah bersaing dengan perusahaan yang cepat mengembangkan teknologi seperti Samsung dan Apple. 

Samsung dan Apple melakukan perubahan siginifikan guna pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui penyediaan menu yang lebih ramah dan lengkap. 

Hanya dengan satu ponsel pintar (smartphone) pengguna bisa menggunakan camera, merekam video, scanner dan lainnya.

Pada sekitar tahun 2010, mulai banyak perusahaan atau pengusaha di bidang perhotelan, transportasi umum, bioskop, toko kaset, ritel dan lainnya gulung tikar. 

Mereka adalah perusahaan-perusahaan yang kalah bersaing dengan perusahaan yang menyediakan barang dan jasa secara online yang mengandalkan teknologi. 

Perusahaan taksi yang dulu banyak menjamur dan beroperasi di kota-kota besar di Indonesia, saat ini tinggal sedikit dan dapat dihitung dengan jari. Kerasnya persaingan dengan transportasi online membuat mereka tak berdaya. 

Layanan transportasi online sangat efisien karena tidak perlu memiliki kendaraan atau pangkalan luas. 

Mereka hanya merekrut para pemilik kendaraan yang terkoneksi dengan aplikasi dalam menyediakan jasa transportasi. Dengan penerapan prinsif efektif dan efisien, perusahaan ini merajai layanan transportasi umum.

Di sektor perhotelan, dulu banyak hotel-hotel besar, akhirnya lambat laun ditutup dan dijual. Karena tidak mampu bersaing dengan perusahaan jasa penginapan online. 

Mau tak mau perusahaan taksi dan hotel yang manual jika ingin eksis harus bergabung dengan perusahaan start up. Begitu juga terjadi dengan penyedia  atau perusahaan surat kabar, kantor pos tergerus dengan perusahaan yang menyediakan berita dan pos secara online. 

Lalu bagaimana di era sekarang? Apakah perusahaan penyedia jasa online tetap berjaya? Perusahaan start up ini akhirnya juga ikut tergerus dengan perubahan. 

Start up  yang ketika pandemik Covid-19 melanda begitu perkasa dan tumbuh menjamur. Kebijakan Pemerintah yang melakukan pembatasan terhadap Masyarakat untuk bertemu, membuat perusahaan ini untung besar. 

Namun seiring dengan pulihnya dunia dari pandemik Covid dan dicabutnya larangan pembatasan, maka kebutuham masyarakat akan start up jauh berkurang. Hal ini yang membuat beberapa perusahaan start up melaksanakan efisensi dan beberapa dilakukan penutupan.

Beberapa faktor yang membuat Start up menurun omset penjualan yaitu: Pertama, pulihnya dunia dari pandemik Covid dimana penjual dan pembeli bisa bertemu langsung, 

Kedua, Kejenuhan masyarakat akan pembatasan, berubah masyarakat lebih suka berbelanja sekalian refreshing  atau bersilaturahmi. Ketiga, suku bunga bank yang dulu rendah kini menjadi tinggi seiring terjadinya inflasi. 

Keempat, karena bunga tinggi perusahaan start up tidak lagi bisa bakar uang untuk promosi produk secara besar-besaran. Hal ini menyebabkan produk kurang menarik atau dikenal konsumen. 

Kelima, banyak konsumen yang kecewa saat menerima produk yang dibeli. Ada yang tertipu atau tidak sesuai dengan spek produk.

Bukan berarti perusahaan online akan berakhir, melainkan mereka harus lebih efisien dan hati-hati dalam merekrut supplayer, reseller dan lainnya. 

Karena sering kita membaca dan mendengar keluhan konsumen yang menerima barang yang dibeli tidak sesuai dengan spek yang tercantum dalam katalog atau iklan online. 

Jadi sekarang ini, online dan offline mempunyai posisi yang sama dan berdampingan tinggal bagaimana kualitas, harga dan layanan. Konsumenlah yang akan menentukan. Kualitas dan kepuasan adalah segalanya.

Di akhir tulisan ini, penulis selalu ingat ungkapan "Tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri. Berubah merupakan realita, keniscayaaan, sesuatu yang tidak dapat dihindarkan". Ungkapan ini seyogyanya harus selalu kita indahkan dan impelementasikan dalam kehidupan nyata..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun