Kita sering mendengar ungkapan "Siapa yang tidak siap dengan perubahan atau disrupsi akan tersingkir atau punah". Kita pernah menyaksikan dan mengikuti berjaya dan punahnya, maju dan mundurnya atau terkenal dan pudarnya suatu produk perusahaan di dunia.Â
Seiring dengan kemajuan teknologi banyak perusahaan yang bangkrut karena nilai fungsi suatu barang berkurang bahkan hilang.Â
Produk tersebut menjadi tidak laku di pasar sehingga perusahaan merugi, Jangankan meraih untung bahkan modal untuk membuat produk tidak kembali.
Kita pernah menyaksikan bagaimana perusahaan telepon selular (Ponsel) yang dulu laku keras seperti merek Ericson, Siemen atau Nokia dan merajai penjualan ponsel di dunia akhirnya jatuh.Â
Runtuhnya para raja ponsel tidak terlepas dari kurangnya mengembangkan teknologi sehingga kalah bersaing dengan perusahaan yang cepat mengembangkan teknologi seperti Samsung dan Apple.Â
Samsung dan Apple melakukan perubahan siginifikan guna pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui penyediaan menu yang lebih ramah dan lengkap.Â
Hanya dengan satu ponsel pintar (smartphone)Â pengguna bisa menggunakan camera, merekam video, scanner dan lainnya.
Pada sekitar tahun 2010, mulai banyak perusahaan atau pengusaha di bidang perhotelan, transportasi umum, bioskop, toko kaset, ritel dan lainnya gulung tikar.Â
Mereka adalah perusahaan-perusahaan yang kalah bersaing dengan perusahaan yang menyediakan barang dan jasa secara online yang mengandalkan teknologi.Â
Perusahaan taksi yang dulu banyak menjamur dan beroperasi di kota-kota besar di Indonesia, saat ini tinggal sedikit dan dapat dihitung dengan jari. Kerasnya persaingan dengan transportasi online membuat mereka tak berdaya.Â