Di sebuah desa kecil yang terletak di kaki gunung, hiduplah seorang wanita muda bernama Ayu. Setiap pagi, ia berjalan melintasi jalan setapak yang berkelok menuju ladang bunga yang ditanaminya.Â
Ayu selalu terlihat tenang, dengan rambut panjang yang dibiarkan tergerai angin.Â
Namun, di balik ketenangannya, hatinya sering kali diliputi kerinduan yang tak terungkapkan.
Suatu hari, saat Ayu sedang memetik bunga di ladangnya, ia bertemu dengan seorang pria muda yang baru saja pindah ke desa itu. Namanya Damar, seorang pemuda tampan yang berasal dari kota besar.Â
Damar sedang mencari tempat yang tenang untuk menulis novel, dan desa itu tampaknya adalah pilihan yang sempurna.
"Aku lihat kamu sering berada di sini," ujar Damar, dengan senyuman yang tulus.
Ayu yang awalnya agak terkejut, hanya mengangguk dan tersenyum kecil. "Ya, ini ladang bunga kecil milikku," jawabnya singkat.
Damar yang merasa tertarik dengan ketenangan Ayu, tak berhenti untuk berbicara dengannya. Mereka mulai berbincang lebih sering, hingga Ayu merasa nyaman dengan kehadiran pria itu.Â
Damar sering mengajaknya berjalan di sepanjang tepi sungai atau duduk bersama di bawah pohon besar di pinggir desa. Mereka berbicara tentang segala hal---dari kehidupan di kota hingga keindahan alam yang mereka nikmati bersama. Namun, meskipun percakapan mereka terasa ringan, di hati Ayu tumbuh perasaan yang tak bisa ia ungkapkan.
Damar tidak pernah menyadari betapa dalam perasaan Ayu padanya. Ia terjebak dalam dunia tulisannya, tenggelam dalam kata-kata dan imajinasi yang tak pernah habis. Ayu pun mulai menyadari bahwa perasaan itu adalah sebuah cinta yang tak mudah diungkapkan, apalagi kepada seseorang yang tampaknya begitu fokus pada dunia sendiri.
Pada suatu sore yang cerah, Ayu memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya. Ia mengundang Damar untuk berjalan di ladangnya, seperti biasa. Namun kali ini, hatinya berdebar tak karuan.
"Damar," Ayu memulai, suaranya hampir terbungkam oleh angin sepoi-sepoi. "Aku sudah lama ingin berkata sesuatu."
Damar berhenti berjalan dan menatapnya dengan penuh perhatian. "Apa itu, Ayu?"
"Aku... aku menyukaimu," kata Ayu, kata-kata yang terucap begitu sulit, namun penuh dengan perasaan yang telah lama disimpannya.
Damar terdiam. Sejenak, hanya suara alam yang mengisi keheningan di antara mereka. Ayu menundukkan kepala, merasa cemas jika perasaannya tak dibalas.
Namun, setelah beberapa saat, Damar tersenyum lembut. "Aku juga menyukaimu, Ayu. Aku hanya takut jika aku terlalu terburu-buru," jawabnya pelan.
Hati Ayu terasa ringan. Kebahagiaan yang telah lama terkubur di dalam dadanya kini meledak seperti bunga yang mekar di pagi hari. Mereka berdua saling menatap, dan untuk pertama kalinya, tangan mereka saling bersentuhan, erat.
Dari hari itu, cinta mereka berkembang dengan indahnya. Setiap senja, mereka duduk bersama di bawah pohon besar, menyaksikan matahari terbenam di balik gunung, dan berbagi mimpi tentang masa depan yang akan mereka jalani bersama. Dalam hening senja, di tempat yang jauh dari hiruk-pikuk dunia, cinta Ayu dan Damar mekar seperti bunga yang tak pernah layu.
Cerita ini ditulis oleh chat gpt
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H