"Damar," Ayu memulai, suaranya hampir terbungkam oleh angin sepoi-sepoi. "Aku sudah lama ingin berkata sesuatu."
Damar berhenti berjalan dan menatapnya dengan penuh perhatian. "Apa itu, Ayu?"
"Aku... aku menyukaimu," kata Ayu, kata-kata yang terucap begitu sulit, namun penuh dengan perasaan yang telah lama disimpannya.
Damar terdiam. Sejenak, hanya suara alam yang mengisi keheningan di antara mereka. Ayu menundukkan kepala, merasa cemas jika perasaannya tak dibalas.
Namun, setelah beberapa saat, Damar tersenyum lembut. "Aku juga menyukaimu, Ayu. Aku hanya takut jika aku terlalu terburu-buru," jawabnya pelan.
Hati Ayu terasa ringan. Kebahagiaan yang telah lama terkubur di dalam dadanya kini meledak seperti bunga yang mekar di pagi hari. Mereka berdua saling menatap, dan untuk pertama kalinya, tangan mereka saling bersentuhan, erat.
Dari hari itu, cinta mereka berkembang dengan indahnya. Setiap senja, mereka duduk bersama di bawah pohon besar, menyaksikan matahari terbenam di balik gunung, dan berbagi mimpi tentang masa depan yang akan mereka jalani bersama. Dalam hening senja, di tempat yang jauh dari hiruk-pikuk dunia, cinta Ayu dan Damar mekar seperti bunga yang tak pernah layu.
Cerita ini ditulis oleh chat gpt
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H